DAERAH

Menggebrak Geopark Melalui Obligasi

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Geopark Ciletuh Jawa Barat (Jabar) terus berbenah menjadi destinasi wisata alam dan budaya unggulan, yang diharakan mendongkrak kunjungan wisatawan. Setelah resmi menjadi Geopark Nasional sejak Desember 2015, malah diperluas menjadi Geopark Ciletuh-Pelabuhan Ratu dengan luas area 126.000 hektar mencangkup 8 kecamatan dan 74 desa, tempat wisata dan konservasi ini akhirnya mendapat pengakuan UNESCO sebagai geopark dunia kategori sedang.

Sayang perjalanannya belum menggembirakan. Anggaran pemerintah pusat sangat terbatas, apalagi tidak termasuk sepuluh destinasi wisata unggulan sehingga untuk sementara dikesampingkan meski obyek wisata itu luar biasa. Karena itu untuk membiayai pemmbenahan infrastruktur hingga promosi wisata, Pemerintah Provinsi Jabar rencana menerbitkan obligasi daerah atau municipal bond

“Hasil dana penerbitan obligasi ini, salah satunya mengembangkan Unesco Global Geopark (UGG) Ciletuh agar lebih mendunia lagi, sehingga kunjungan wisatawan meningkat serta mampu mensejahterahkan masyarakat di sekitar Geopark Ciletuh,” papar Gubernur Jawa Barat ditemui di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (27/2/2018).

Dilanjutkan, banyak pengembangan di kawasan seluas 148 ribu hektar mulai sektor pariwisata dan fasilitas pendukungnya seperti jalan. Dengan pengembangan pariwisata diharapkan dapat meningkatkan tingkat kebahagiaan masyarakat.

“Yang dikembangkan di situ pariwisata yang jelas. Kemudian ada kepentingan pembuatan jalan, infrastruktur. Di situ ada kepentingan membuat kawasan-kawasan pariwisata. Pariwisata atau tempat eksotika begitu nilai peluangnya sangat tinggi, karena di situ akan meningkatkan indeks tingkat kebahagiaan orang,” tutur dia.

Pembangunan yang akan dilakukan mulai dari bandara, hotel dan fasilitas lain untuk mengembangkan wisata di kawasan Geopark Ciletuh. “Bisa bandara, bisa hotel, wah macam-macam. Seluas 148 ribu hektar, kaget kan?,” ujar dia.

Untuk jumlah dan kapan rilis obligasi ini, Aher belum mau membeberkan infonya secara detil.”Ya nanti dihitung dulu dong, kenapa, sabar sedikit, orang biar penasarannya berkali-kali dong. Bunyinya bertahap, ada prosesnya,” kata dia.

Penerbitan obligasi 2017 Jabar, pernah gagal terlaksana disebabkan peraturan penerbitan yang rumit dan banyak tahap yang musti dipenuhi. “Dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru akan mempermudah terbitnya obligasi ke depan. “Dengan kemudahan-kemudahan yang sekarang direvisi OJK saat ini, Insha Allah tahun depan Jabar akan maju lagi menerbitkan obligasi,” harapnya.

Dedi Suhendra, pengelola Geopark Ciletuh-Pelabuhan Ratu pernah mengatakan, kunjungan wisata semakin meningkat sejak Geoprak mendapat pengakuan dari UNESCO. Data kasar diperoleh informasi, sekitar 160-200 ribu wisawatan telah berkunjung pada tahun 2017.

“Liburan lebaran tahun lalu yang hanya 4 hari saja, kunjungan wisawatan di Ciwaru, Tamanjaya, dan Ujung Genteng mencapai 54 ribu wisatawan. Liburan tahun baru, data kasar sekitar 20-30 ribu yang berkunjung ke Ciemas. Kalau digabung dari mulai Cisolok, Cikakak, Piratu, Simpenan, Ciemas, dan Ujung Genteng, saya rasa sudah melampaui target. Kalau Kementerian Pariwisata pasang target 120 ribu pengunjung di 2016, jawabannya sudah terpenuhi bahkan lebih,” ungkap Dedi.

Keberhasilan Geopark Ciletuh dalam menarik kunjungan wisata bukan perkara instan. Terdapat peran serta masyarakat, komunitas, pemerintah yang terus bersinergi. Yang terpenting bagi Dedi, perkembangan pariwisata Geopar Ciletuh harus terus berdampingan dan sejalan dengan semangat geopark sebagai area konservasi alam dan budaya.

“Tiap tahun kami akan gelar festival untuk tarik kunjungan wisata. Edukasi juga jadi prioritas utama. Masyarakat umum yang datang ke kawasan harus mendapat ilmu, ilmu tentang apa itu geopark, apa itu batuan. Jadi masyarakat tak hanya sekadar berkunjung, ada wawasan yang bertambah setelah berkunjung,” kata Dedi menambahkan.

Geopark Ciletuh-Pelabuhan Ratu sendiri memiliki beberapa kawasan khusus konservasi, antara lain seperi hutan bakau di Mandrajaya, durian gandaria di Cikakak, ada area banteng hasil kawin silang di Cikepuh, konservasi air sungai, konservasi terumbu karang di Cikadal, konserasi penyu di Pangumbahan. “Kami juga terus mengedukasi penambang yang bikin air sungai keruh, untuk jadi petani dan berkebun lagi,” kata Dedi. (NDHYK)

Endy Poerwanto