JAKARTA, bisniswisata.co.id: Meski matahari bersinar terik pada Minggu (1/4), namun keramaian terlihat di kawasan Kota Tua, Jakarta. Ada yang duduk-duduk, berswafoto dengan jejeran patung pantomim di sana, hingga bersepeda.
Di depan Museum Fatahillah tampak sekelompok orang yang bersiap untuk mengikuti Jakarta Walking Tour, atau tur berjalan kaki mengelilingi kawasan historis ibu kota. Hari ini rutenya seputaran Kota Tua. Mereka dibagi dalam empat kelompok yang masing-masing berjumlah 10-15 orang didampingi satu pemandu wisata.
Teriknya matahari dan keharusan berjalan kaki sekitar 2,5 kilometer selama setidaknya tiga jam, mungkin bukan pilihan hiburan buat mereka yang ingin bersantai. Tapi, puluhan orang yang datang tampaknya sangat antusias dengan konsep wisata yang ditawarkan ini.
Sebagai pembuka, pemandu menceritakan sejarah Museum Fatahillah merupakan gedung eks Balai Kota Batavia, termasuk kisah Meriam Si Jagur. Setelah itu, peserta diajak mengunjungi Pelabuhan Sunda Kelapa berjalan kaki melalui Jalan Cengkeh. Di sana, berdiri pula lokasi binaan (lokbin) Taman Kota Intan yang sepi pembeli. Lokbin adalah tempat penampungan untuk sebagian pedagang kaki lima (PKL) Kota Tua.
Setibanya di Pelabuhan Sunda Kelapa, pencinta foto pun tampak kegirangan. Tumpukan peti kemas berwarna-warni dapat menjadi objek menarik untuk diabadikan. Komposisi peti yang tersusun rapi dan jajaran kapal kayu besar juga menjadi latar yang bagus untuk berpose ria.
Panas dan debu polusi dari emisi gas buang truk-truk transformers sepanjang jalan pun seolah terbayar dengan foto-foto yang apik. Puas berfoto, peserta kembali berjalan menuju Museum Bahari dan menaikki Menara Syahbandar yang miring bak Menara Pisa di Italia.
Selain melihat koleksi kapal layar, mata peserta juga disuguhkan dengan berbagai jenis rempah-rempah yang menjadi komoditas berharga di zaman penjajahan. “Hanya untuk dilihat, ya. Jangan diambil, sebab makin hari makin sedikit rempahnya karena diambil pengunjung,” kata salah satu pemandu, Huans Sholehan mengingatkan peserta.
Sayang, tidak semua area museum bisa ditengok karena masih ada bekas kebakaran yang terjadi pada Januari 2017. Kemudian, peserta kembali digiring menuju sebuah gedung lapuk tak jauh dari Museum Bahari. Gedung itu berlokasi di ujung Jalan Kakap, Penjaringan, Jakarta Utara (dulu Werfstraat).
Gedung itu bertuliskan VOC Galangan di temboknya. Galangan kapal VOC adalah bangunan penting yang menyokong jaringan niaga di Hindia Belanda. Salah satu area di sana pernah dijadikan kafe oleh pemilik gedung. Namun, saat ini kafe sudah tutup dan tidak terurus.
Usai mengunjungi VOC Galangan, peserta diajak melihat Gedung Kerta Niaga dari jauh. Bangunan peninggalan Belanda itu akan segera disulap oleh Konsorsium Kota Tua menjadi pasar modern, yang terdiri dari kafe, restoran, dan perkantoran.
Titik terakhir yakni Gedung Olveh di seberang Stasiun Jakarta Kota. Gedung bercat putih itu bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, seperti bazaar fesyen dan kuliner. Mendekati pukul 13.00 WIB tur pun selesai.
Orang Asia Lebih Malas Jalan
Pemandu Huans Sholehan yang karib disapa Hans, telah bergabung bersama Jakarta Good Guide sejak berdiri tahun 2014. “Konsep turnya kita mengadopsi dari luar, khususnya Eropa dan Amerika. Walking tour atau tur sambil berjalan kaki sangat populer di sana,” ujarnya seperti dilansir laman CNNIndonesia.com, Senin (02/04/2018).
Jakarta Good Guide beranggotakan delapan orang yang sekaligus menjadi pemandu wisata. Setiap minggu mereka berunding menentukan rute tur di sekitaran Jakarta. Temanya tetap wisata sejarah.
Rute tur pernah dijalani diantaranya China Town (Petak 9), City Center (sekitaran Monas, Istana Negara, Masjid Istiqlal, Gereja Katedral, Es Krim Ragusa), dan kawasan lain seperti Pasar Baru, Menteng, Tanah Abang, Cilincing, Jatinegara, dan Blok M. “Tapi yang favorit itu Old Town (Kota Tua), China Town, dan City Center,” ujarnya.
Menurut Huans, orang Indonesia, khususnya warga Jakarta, masih belum terbiasa dengan berjalan kaki. Alasannya malas dan panas. Jika pemerintah Indonesia ingin mengembangkan potensi pariwisata sejarah, fasilitas berteduh sudah pasti harus dibangun. Trotoar dengan pohon rindang bisa jadi salah satu solusinya.
Dia tak menampik banyak warga yang merasa bosan dengan hiburan Kota Tua yang monoton. Oleh karena itu, Hans dan teman-temannya mengandalkan kekuatan bercerita selama tur dilakukan.
“Cara mengangkat nama Kota Tua adalah dengan lebih banyak eksplor cerita dibanding mengungkap fakta yang ada di buku sejarah. Karena kita bukan sejarawan, kita nggak akan terlalu teori. Tetapi sekadar menceritakan legenda yang belum banyak diketahui,” ujar Hans yang mengaku semua pemandu Jakarta Good Guide memiliki lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
“Kuncinya adalah kekuatan cerita. Bagaimana pemandunya-nya menyampaikan cerita,” ujarnya. Bagi yang ingin mengisi akhir pekan dengan mengikuti tur dari Jakarta Good Guide, silakan mendaftar melalui situs atau akun Instagram resmi mereka. Tak ada biaya pendaftaran yang ditetapkan. Jika terkesan dengan panduan sang pemandu, peserta bisa langsung memberikan tip kepadanya. (NDY)