NEW YORK, bisniswisata.co.id: Pertama kali dalam sejarah di Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), para delegasi Dewan Keamanan PBB mengenakan baju batik dan tenun khas Indonesia. Memang hal ini tidak biasa dan cukup unik dalam Sidang Dewan Keamanan PBB yang dipimpin oleh Menlu RI sebagai Presiden DK PBB untuk Mei 2019 di markas besar mereka di New York, Amerika Serikat, Selasa (7/5/2019).
Berbagai ragam motif batik maupun tenun yang dikenakan para Delegasi peserta pertemuan dari berbagai negara. Tidak terkecuali dalam hal ini adalah Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres yang menggunakan motif tenun troso berwarna cerah. Dipilihnya batik sebagai dress code sidang DK PBB merupakan bentuk penghormatan para anggota DK PBB bagi Indonesia yang memegang Presidensi Dewan Keamanan PBB untuk bulan Mei 2019.
Berbagai batik yang dikenakan delegasi DK PBB merupakan koleksi pribadi mereka masing-masing. Sejumlah delegasi mengoleksi batik tersebut tidak hanya dari pemberian dari delegasi Indonesia di New York, atau ketika mereka menjadi ketua delegasi dalam konferensi di Indonesia, namun juga ada yang membelinya sendiri pada saat kunjungan ke Indonesia.
Selain Sekjen PBB, delegasi lainnya yang terlihat menggunakan batik termasuk Amerika Serikat, Jerman, Pantai Gading, Perancis, Peru, Dominican Republic, dan Tiongkok. “Sangat menyenangkan bahwa dalam sidang hari ini cantik dan colorful, karena sebagian besar anggota DK PBB mengenakan batik, termasuk Sekjen PBB mengenakan tenun dari Bali,” tutur Menlu Retno seperti dilansir laman Kemlu.go.id, Selasa (7/5).
Penggunaan batik di dalam Sidang DK PBB diharapkan semakin mempopulerkan batik yang saat ini telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan kebudayaan dunia.
Debat Terbuka (Open Debate) bertemakan “Menabur Benih Perdamaian” ditujukan untuk terus mendorong peningkatan kapasitas Pasukan Penjaga Perdamaian dalam berbagai misi di belahan dunia. Pertemuan ini merupakan salah satu agenda prioritas Indonesia selama menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB tahun 2019-2020.
Indonesia mengangkat tema itu lantaran perlunya peningkatan keamanan dan performa dari pasukan perdamaian PBB, atau yang dijuluki Blue Helmets. “Selama bertahun-tahun keberadaan pasukan perdamaian PBB merupakan model kerja sama global, kepemimpinan kolektif, dan bentuk kepedulian terhadap perdamaian dunia. Namun situasi politik maupun realita keamanan yang berkembang pada saat ini menjadi tantangan bagi Blue Helmets,” lontar Menlu Retno.
Dicontohkan serangan terhadap pasukan perdamaian PBB di Mali Januari lalu yang berdampak kepada tingkat keamanan dan performa pasukan. Karena itu, Menlu Retno memberikan sejumlah solusi untuk meningkatkan keamanan adalah melalui pemahaman terhadap kondisi medan maupun kebutuhan masyarakat setempat.
“Seorang anggota penjaga perdamaian tidak hanya punya dasar tempur yang kuat. Namun juga dibekali dengan soft skill seperti komunikasi dan mampu meraih kepercayaan. Juga mengusulkan adanya penambahan anggota perempuan karena mereka bisa mendekati kombatan maupun sipil, dan menyediakan kenyamanan bagi mereka yang trauma. paparnya.
Menlu Retno juga mengusulkan Indonesia Peacekeepong Center bisa dijadikan sebagai basis pelatihan bagi prajurit anggota penjaga perdamaian skala internasional. “Marilah kita semua berada di belakang Blue Helmets, dan menyediakan mereka dengan segala kebutuhan yang mereka minta,” ujar Menlu Retno dalam pidatonya. (NDY)