FASHION

Kain Tenun, Daya Tarik Wisata Kampung Adat Baduy

LEBAK, bisniswisata.co.id: Orang-orang Baduy menjaga tradisinya dengan disiplin yang luar biasa. Inilah yang membuat wisatawan nusantara maupun mancanegara terus berdatangan ke lokasi kampung adat Baduy di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar, Banten.

Mereka adalah warisan gaya hidup masyarakat Kerajaan Pajajaran di era modern. Desa mereka terletak di kaki Pegunungan Kendeng dan masuk wilayah Pemerintahan Kecamatan Kabupaten Lebak, Banten.

Bila masyarakat Baduy Luar masih menerima modernisasi, Baduy Dalam menjaga puritanisme dengan menolak segala bentuk modernitas. Di situlah letak daya tariknya bagi wisatawan nusantara dan mancanegara. Soal menjaga tradisi itu, Desa Kanekes diganjar Kementerian Pariwisata anugerah sebagai Kampung Adat Terpopuler pada ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) 2018.

Popularitas Baduy yang terus meroket membuat wisatawan kian membanjir ke perkampungan mereka. Ekonomi memang berputar, namun berdampak pula terhadap kehidupan sosial mereka. Sesekali, warga Baduy Dalam benar-benar menutup rapat desa mereka. Salah satunya untuk kebutuhan ritual Kawalu.

Pada masa Kawalu yang berlangsung sekitar tiga bulan, perkampungan adat Baduy, khususnya Baduy Dalam ditutup dari wisatawan. Warga Baduy Dalam berkewajiban melakukan ritual adat pembersihan kampung dan berpuasa. Namun untuk berwisata di kawasan Baduy Luar masih diperbolehkan.

”Ritual adat Kawalu sudah ada sejak ratusan tahun lalu, dan kami berkewajiban untuk menjaga dan mempertahankannya. Kami melarang masyarakat memasuki wilayah Baduy Dalam yaitu Kampung Cibeo, Colkertawana dan Cikeusik tertutup bagi wisatawan,” kata Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija, seperti dilansir laman Tempo, Rabu (07/08/2019).

Kawalu pada 2019 jatuh pada Februari-Mei. Namun, bila Baduy Dalam ditutup, wisatawan bisa menikmati keelokan kerajinan tenun tradisional produksi warga Baduy. Tenun Baduy memang berbeda dari sisi motif, gradasi warnanya dari gelap langsung ke warna-warna cerah.

Umumnya, wisatawan domestik membeli kain tenun Baduy dalam jumlah banyak, sebagai kenang-kenangan dan memiliki nilai seni. Warga Baduy memperoleh bahan benang tenunan didatangkan dari Majalaya Bandung, Jawa Barat. Kerajinan kain tenunan dikerjakan kaum perempuan dengan peralatan secara manual.

Biasanya, untuk mengerjakan kain dengan ukuran 3×2 m2, para wanita Baduy menyelesaikannya selama sepekan. Kegiatan mereka menenun juga bisa menjadi atraksi bagi wisatawan. Mereka biasanya menenun dengan duduk di balai-balai rumah, yang terbuat dari dinding bambu dan atap rumbia.

Saat ini, tercatat sekitar 50 perajin tenun dan batik Baduy terus dikembangkan karena dapat menumbuhkan ekonomi lokal. Harga kain tenun dan batik Baduy bergantung kualitas mulai Rp 70.000 sampai Rp 350.000 per busana. (NDY)

Endy Poerwanto