JAKARTA, bisniswisata.co.id: Sejumlah negara mengupdate mengeluarkan peringatan perjalanan atau travel warning bagi warganya yang ingin berwisata ke Indonesia. Sangat disayangkan memang, travel warning keluar menjelang liburan akhir tahun.
Dalam travel warning yang dikeluarkan Amerika Serikat, Inggris, Kanada dan Australia mengingatkan kepada para wisatawan asing keempat negara itu diminta untuk mempertimbangkan kembali jika ingin bepergian ke Papua, Bali, dan Sumatera Utara.
Dikutip dari ABC Indonesia, Senin (30/12/2019), Travel warning yang dirilis Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada 28 Desember 2019 misalnya menyebutkan agar warganya menghindari kawasan antara Timika dan Grasberg di Papua karena adanya kekacauan besar di sana.
Sebelumnya Kedubes AS di Jakarta merilis peringatan keamanan pada 12 Desember yang mencakup seluruh wilayah RI dan menyebutkan bahwa selama musim liburan kali ini, aparat Polri akan diterjunkan ke titik-titik wisata, gereja, mall dan tempat umum lainnya.
Travel Warning serupa juga dikeluarkan Pemerintah Inggris dengan mengupdate travel warning ke Indonesia dengan menyebutkan adanya aksi-aksi demo di Manokwari, Jayapura, dan Wamena. Turis asal Inggris juga dilarang mendatangi kawasan 4 km dari Gunung Agung di Bali serta 7 km dari Gunung Sinabung di Sumut.
Peringatan untuk menghindari Papua juga dikeluarkan Pemerintah Kanada pada 18 Desember dengan alasan yang sama, yaitu seringnya terjadi insiden kekerasan di sana.
Sementara travel warning dari Australia menyebutkan risiko serangan teroris tetap tinggi di Indonesia. Karena itu warganya diminta untuk tetap waspada. Selain itu, warga Australia juga diperingatkan mengenai kerusuhan di sejumlah kota di Papua dan Papua Barat sejak Agustus lalu.
“Kriminalitas ringan dan berat terjadi di Indonesia. Miras mungkin dicampur dengan bahan beracun. Terjadi kejahatan yang melibatkan taksi dan pengemudi. Wanita yang bepergian sendirian berisiko tinggi,” demikian disampaikan dalam travel warning ini.
Australia juga menyatakan ditemukan adanya penyakit legionella di antara wisatawan yang baru pulang dari kawasan Kuta di Bali sejak awal 2019. Secara umum, warga Australia diminta untuk meningkatkan kewaspadaan selama berada di Indonesia, termasuk di Bali.
Peringatan perjalanan dari negara-negara seperti AS, Inggris dan terutama Australia menjadi sangat berpengaruh di tengah upaya Pemerintah RI mencapau target 20 juta kunjungan wisatawan asing tahun 2019 ini. Sebagai catatan, untuk bulan Oktober 2019 terdapat 774 ribu kunjungan dari Australia ke Indonesia, menurut CEIC.
Di tempat terpisah, Kepala Biro Komunikasi Publik Kemenparekraf Guntur Sakti mengatakan Kemenparekraf sangat menghormati keputusan sebuah negara saat mengeluarkan travel advice karena merupakan sebuah cara perlindungan negara kepada warganya yang bepergian. Tiap negara menerapkannya secara berbeda.
Menurut Kemenlu Australia, travel advice adalah informasi keamanan penting untuk membantu para wisatawan membuat keputusan untuk melakukan perjalanan. Informasi yang disediakan mencakup aneka ancaman (krisis/bencana) pada destinasi yang ingin dituju. “Jika dilihat dari situs resmi pemerintah Amerika Serikat, level travel advice diukur dari potensi krisis/bencana yang ada di sebuah negara, bisa dari alam, sosial, dan politik,” papar Guntur saat dikonfirmasi Bisniswisata.co.id, Selasa (31/12/2019).
Dari kondisi alam, lanjut dia, Indonesia harus terima bahwa kita memang berada di ring of fire. Di nonalam, khususnya sosial, pemerintah Australia dan Amerika lebih menekankan ke isu terorisme dan kesehatan. Inilah yang mungkin dapat dikoordinasikan oleh Kemenlu RI karena mereka masih mencatat kerusuhan di Poso yang sudah berlangsung lama sebagai ancaman.
Dan yang paling penting ialah kita sebagai sebuah negara perlu memperbaiki citra, salah satunya dengan mengampanyekan bahwa kita sudah punya rencana mitigasi untuk ancaman-ancaman tersebut. “Yang menakutkan bukan ancamannya tetapi yang lebih menakutkan ialah kita tidak tahu yang harus dilakukan saat ancaman itu terjadi” -Deputi Bidang Pencegahan BNPB- setiap negara memiliki hak memberikan peringatan perjalanan (travel advisory) terhadap warga negaranya.Indonesia pun akan menerbitkan peringatan serupa pada WNI jika ada negara-negara yang berpotensi membahayakan untuk dikunjungi,” tandasnya serius.
Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Prof. Azril Azahari menambahkan travel warning adalah hak bagi setiap negara untuk melindungi warganya yang berwisata di negara lain, termasuk Indonesia. Dan kita harus siap menghadapi situasi itu, termasuk siap terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan asing.
“jadi jika seandainya Pemerintah menghitung Target Wisman dan Wisnus secara ilmiah, yaitu dengan baik dan menggunakan formula yang tepat serta mengacu pada rata-rata pertumbuhan wisatawan (Wisman dan Wisnus) sejak tahun 2000-2014 (rata-rata pertumbuman 8,99%/pertahun), dan ada sedikit pertambahan pertumbuhannya mulai tahun 2014-2019 (sekitar 12%), maka dapat diharapkan hasilnya akan tepat,” papar Azril Azhari kepada Bisniswisata.co.id, Selasa (31/12/2019)
Perhitungan tersebut, sambung dia, sudah mempertimbangkan adanya travel warning, bencana alam dll. Artinya tidak ada alasan pada tahun 2019 ini semula ditarget 20 juta pertahun kemudian direvisi karena adanya bencana alam dan travel warning. (end)