NEWS

ICPI Minta Stakesholder Peka Cari Solusi Pariwisata Pasca Covid-19 

Wisman menikmati keindahan alam Indonesia sekaligus mencari serenity atau ketenangan diri (foto: Kemenparekraf)

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), Prof.Azril Azahari Ph.D, meminta seluruh stakesholder pariwisata kompak cari solusi pengembangan pariwisata Indonesia pasca pandemi global Covid 19.

“Mewabahnya pandemi Covid-19 membawa dampak krisis global keseluruh dunia termasuk industri pariwisata. Untuk itu jangan sampai salah menerapkan kebijakan. Aksi preventif adalah terbaik dari kuratif atau menyembuhkan,” ujarnya hari ini melalui WhatsApp.

Menurut dia, kebijakan awal saat pandemi ini terjadi pada Febuari lalu dengan mengeluarkan kebijakan insentif Pemerintah tanggal 25 Februari 2020 (hotel & tiket pesawat) justru membuka peluang meningkatnya berwisata  baik bagi wisatawan nusantara ( wisnus) maupun wisman mancanegara ( (Wisman).

“Kebijakan ini adalah bentuk ketidakpekaan atas pandemi Covid-19 dunia, karena hanya mengejar target jumlah (kuantitas) pergerakan wisatawan dalam negri ( wisnus) dan kunjungan wisman,” kata Azril Azahari.

Mengapa Pemerintah dianggap tidak peka karena masih berorientasi pada target kuantitatif & ekonomi, dan ini bukanlah tindakan preventif atas pandemi Covid-19, karena malah membuka celah “imported cases”.

Dia juga menyayangkan sejak awal Maret 2020 hanya beberapa pemerintah daerah yang menutup sebagian destinasi pariwisata. Tindakan yang bisa dianggap setengah hati karena tidak dilakukan dari awal Februari untuk semua penutupan obyek-obyek wisata dan seluruh event di destinasi wisata Indonesia

Kondisi saat ini seharusnya membuat stakesholder terutama pemerintah harus sadar bahwa paradigma pariwisata dunia telah bergeser dari paradigma lama yaitu 3 S=Sun, Sand, Sea menuju paradigma Baru yaitu 3 S=Serenity, Spirituaity, Sustainability,” ungkapnya.

Pariwisata menguasai alam (nature) guna menikmati keindahan fisik alam (tangible) dan pariwisata selaras dengan alam guna mencari kedamaian batin (spirituality & intangible) guna menikmati kesenangan (enjoy) serta mencari ketenangan diri (serenity).

” Pariwisata masal hanya sesaat dan targetnya pada kuantitas. Kondisi sekarang dengan adanya pandemi global tidak bisa mengejar jumlah. Sebaliknya harus berorientasi pada pariwisata berbasis kualitas yang berkelanjutan (sustainability),” 

Langkah Penyelamatan

Untuk itu, jara Azril, sedikitnya ada 7 langkah penyelamatan yang harus dilakukan yaitu : 1.Lakukan disinfektan seluruh destinasi pariwisata, (termasuk  akomodasi & lojing seperti hotel dll), sehingga mampu menimbulkan kepercayaan lagi bahwa seluruh destinasi dan akomodasi pariwisata di Indonesia sudah terbebaskan dari sumber Covid-19 dan aman.

” Langkah ke dua yang harus diberikan insentif adalah para pelaku usaha pariwisata yang sudah terbebankan sangat berat, seperti  relaksasi pajak PPh 25, relaksasi kredit (angsuran dan bunga), stimulus utilitas seperti listrik,”

Saat ini yang dibantu oleh Kemenparekraf justru usaha besar yang masih memiliki daya sensitivitas sampai 3 bulan, sementara usaha menengah sekitar 1-2 bulan, namun yang sangat berdampak adalah UMKM Pariwisata yang harus diprioritaskan mendapatkan bantuan.

Itulah sebabnya langkah penyelamatan ke 3 adalah memberikan bantuan kepada UMKM Pariwisata seperti Bantuan Langsung Tunai ( BLT), terutama bagi usaha yang memiliki pendapatan harian.

Langkah ke 4 berikan bantuan kepada karyawan dengan memberikan, seperti: Stimulus pajak PPH 21, BLT, Bantuan Sosial, Bantuan Pangan dan Stimulus BPJS yang selama ini oleh perusahaan. 

Point 5 yang harus dilakukan adalah segera perbaiki dan fokus pada kelemahan Daya Saing Pariwisata kita selama ini (WEF, 2015, 2017, 2019) yaitu: Healthy & Hygiene, Safety & Security, Environmental Sustainability dan Tourist Service Infrastructure.

Azril juga mengingatkan pemerintah untuk meningkatkan daya tarik pariwisata dan saatnya mengevaluasi kembali penentuan 10 KEK dan 5 Destinasi Super Prioritas, dengan berfokus pada daya tarik bagi pengunjung sebagai langkah ke enam yang diusulkannya.

“Daya tarik itu keunikan (Uniqueness)keotentikan (Authenticity) masing-masing destinasi sesuai dengan kearifan lokal dan juga Attraction artinya adalah daya tarik bukan atraksi. Daya tarik dan atraksi itu berbeda,” jelasnya.

Solusi terakhir atau ke tujuh adalah menyatukan persepsi bahwa ada pergeseran target yang tidak lagi pada jumlah kunjungan wisman tapi pada kontribusi sektor pariwusata terhadap Produk Domestik Bruto ( PDB) negara.

” Kita harus punya Big Data, riilnya tenaga Kerja yang bisa diserap oleh  sektor pariwisata itu berapa ?. Kita juga harus benahi data  investasi pada sektor pariwisata berapa,” kata ketua Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia ini.

Segera benahi sektor pariwisata bersama BPS sehingga menjadi sektor mandiri yang tersendiri. Jadi tidak bergabung dengan sektor lain seperti yang berlaku selama ini sehingga sektor penghasil devisa ini bisa dikelola secara berkelanjutan, kata Azril

 

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)