JAKARTA, bisniswisata.co.id: Daya saing pariwisata Indonesia belum memuaskan malah masih memprihatinkan. Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) malah memberi raport merah dengan kata lain sangat jelek. Bahkan mempertanyakan target daya saing pariwisata Indonesia tahun 2019 bisa menempati rangking 30 dunia.
“Bagaimana bisa mentargetkan rangking 30 jika tidak ada perbaikan dari pemerintah, dalam hal ini Kementrian Pariwisata. Saya tidak melihat ada upaya perbaikan, malah yang terjadi justru sebaliknya. Jika rangking itu yang bikin orang Indonesia, ya bisa aja namun rangking itu yang menilai dunia,” papar Ketua Umum ICPI Prof Azril Azahari kepada Bisniswisata.co.id di Jakarta, Kamis (05/09/2019).
Dijelaskan, Travel & Tourism Competitiveness Index (TTCI), World Economic Forum (WEF) yang berpusat di Geneva Swiss setiap 4 tahun sekali mengeluarkan referensi daya saing pariwisata di 130 negara di dunia, untuk memberi peringkat dengan kriteria yang jelas dengan sedikitnya 14 pilar yang dikalibrasi dengan standar global.
TTCI 2017 yang dikeluarkan secara resmi World Economic Forum pada 6 April 2017 mennyebutkan Indonesia menempati peringkat 42, naik 8 strip dari dua tahun 2015, diperingkat 50. Rangking tahun 2017 itu masih kalah dibandingkan rangking Thailand menempati urutan 34, Malaysia 26 dan Singapura 13. Sedangkan tahun 2015, Thailand rangking 35, Malaysia 25 dan Singapura menduduki urutan 11.
“Ingat ya, rangking Indonesia itu masih tidak aman karena Vietnam terus membayangi, malah bisa menyalip Indonesia, jika kita tidak segera melakukan perubahan dan tidak berbuat apa-apa untuk memperbaiki daya saing pariwisata. Jika pariwisata Indonesia dibawa Vietnam jelas psati kacau. Soal target bisa menempati rangking 30, Wawahualam,” lontar Prof. Azril.
Saat ini saja, lanjut dia, pariwisata Indonesia sangat mengkhawatirkan. Pasalnya saat wisatawan asing melakukan diving atau menyelam di Bali menemukan sampah plastik di laut. Dan ini menjadi viral. “Karenanya saya sangat meragukan daya saing pariwisata Indonesia bisa menempati rangking 30 pada tahun 2019 yang akan dirilis secara resmi oleh WEF pada tahun 2020,” tandasnya serius.
Pengamat pariwisata ini melanjutkan dari 14 pilar yang ditetapkan TTCI itu, ada 5 pilar yang paling mendapat perhatian serius antara lain Environmental regulation atau environmentally sustainable (wisata lingkungan berkelanjutan), Safety & security (Keselamatan dan Keamanan), Health & hygiene (Kesehatan dan Kebersihan), Tourism infrastructure (Infrastruktur pariwisata) dan ICT (Information, Communication, Technology) atau TIK (Informasi, Komunikasi, Teknologi).
Laporan TTCI World Economic Forum Tahun 2017 menyebutkan lima rangking Indonesia untuk environmentally sustainable menempati rangking 131 atau mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2015 yang menduduki rangking 134. “Pariwisata berkelanjutan ini harus terus mendapat perhatian dan harus ada perubahan strategis soal lingkungan kita. Saya justru mengkhawatirkan kebakaran hutan, gunung juga asap buruk di Jakarta akan menjadi perhatian dunia sehingga mempengaruhi penilaian TTCI,” paparnya.
Untuk pilar Safety & security pada tahun 2017, Indonesia posisi rangking 108, padahal tahun 2015 menempati urutan 83, “Ini berarti daya saing pariwisata kita dari sisi Safety and Security anjlok,” ungkapnya.
Dilanjutkan, menurunnya rangking juga dialami pada pilar Information, Communication, Technology dimana tahun 2015 sudah berada di posisi 85, sayangnya tahun 2017 malah turun dan bertengger di rangking 91.
Penurunan satu tingkat juga terjadi pada pilar Health & hygiene, dimana tahun 2015 berada di rangking 109 namun tahun 2017 di posisi 108. “Item ini harus mendapat perhatian. Toilet harus dijaga kebersihannya. Di beberapa tempat wisata masih ada yang jorok, malah tidak ada tempat kencingnya. Jika sudah ada harus membayar. Ini kan sangat mengenaskan,” katanya.
Untungnya penurunan itu, sambung dia, dibantu pilar Tourism infrastructure tahun 2015 menempati rangking 101, namun tahun 2017 rangking 96. “Namun ada pemberitaan yang kurang mengenakan yakni anak presiden AS Donald Trump mengandeng pengusaha Indonesia akan membangun hotel di Lido Sukabumi Jawa Barat dan Bali,” ucapnya.
Masuknya investor kelas berat ini, tambah Prof. Azril, jelas akan menguntungkan pengusaha dan pariwisata yang tidak berpihak pada masyarakat setempat yang seharusnya mendapat perhatian lebih dulu. “Saya menilai ini pariwisata yang bukan bukan berbasis komunitas yang menguntungkan masyarakat. Dan pemerintahtidak berpihak kepada rakyat,” lontarnya.
Menurutnya, ICPI telah melakukan langkah duduk bersama dengan masyarakat dan pengusaha selaku pemilik saham hotel di Malang Jawa Timur serta Sanur Bali untuk membahas pariwisata berbasis komunity sehingga masyarakat tidak dirugikan.
Dikatakan, ada pilar lain yang turun dalam daya saing pariwisata Indonesia yakni Price Competitiveness atau daya saing harga pariwasata menempati rangking 5 dunia. “Ini menunjukkan Price Competitiveness pariwisata Indonesia sangat rendah atau sangat murah di dunia. Saya kira ini bukan berita yang menggembirakan, namun menyedihkan karena daya saing harga pariwisata kita tak ada artinya,” ucapnya. (end)