NASIONAL

Diserbu Turis, Bukit Punthuk Setumbu Dongkrak Taraf Hidup Rakyat

MAGELANG, bisniswisata.co.id: Banyak jalan menikmati keindahan dan kemegahan Candi Borobudur. Salah satunya mengamati situs sejarah yang dibangun pada abad ke VIII itu dari kawasan bukit Punthuk Setumbu. Banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara, datang sejak subuh ke Punthuk Setumbu untuk menikmati matahari terbit (sunrise) dengan latar pemandangan Candi Borobudur, Gunung Merapi dan Merbabu.

Hanya berjarak 4,8 kilometer dari Candi Borobudur, untuk menyambangi Punthuk Setumbu hanya diperlukan waktu tempuh dengan kendaraan selama sekitar 11 menit. Guna mencapai titik puncak bukit ini, Anda harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, menaiki anak tangga selama kurang lebih 10 menit hingga 20 menit.

Wilayah Punthuk Setumbu salah satunya dipopulerkan lewat adegan dalam film layar lebar “Ada Apa Dengan Cinta 2” tahun 2016 yang diperankan Nicholas Saputra (Rangga) dan Dian Sastrowardoyo (Cinta). Dalam sekuel film “Ada Apa Dengan Cinta” itu, digambarkan adegan Rangga mengajak Cinta menikmati keindahan alam di Punthuk Setumbu melalui Rumah Doa Bukit Rhema, atau banyak orang dahulu menyebutnya Gereja Ayam.

Harga tiket masuk ke lokasi tersebut terbilang ramah di kantong, yakni Rp 20.000 untuk wisatawan lokal dan Rp 50.000 untuk wisatawan mancanegara (wisman). Nominal yang sama juga berlaku saat kita ingin memasuki kawasan Rumah Doa Bukit Rhema.

Kini, Bukit Punthuk Setumbu semakin tenar, semakin diserbu wisata dan menjadi destinasi wisata “Anyar” di Kabupaten Magelang. Kehadiran wisatawan yang grafiknya semakin naik, berdampak positif sekaligus mampu mendongkrak taraf hidup masyarakat sekitarnya. Bukit tempat wisatawan bisa menikmati keindahan sinar matahari pagi (sunrise) berlatar Candi Borobudur itu, dikelola secara swadaya oleh masyarakat desa.

Nuryazid, Kepala Desa Kurahan dan juga ketua pengelola Punthuk Setumbu, bercerita bahwa pendapatan pengelolaan kawasan tersebut sampai akhir tahun 2018 telah menyentuh Rp 1,6 miliar. Pendapatan tersebut diperoleh dari kedatangan 105.000 wisatawan dalam negeri dan 17.000 wisatawan mancanegara (wisman) sepanjang tahun 2018.

Dari pendapatan tersebut, selain sudah dapat memberikan masukan tambahan bagi para pekerja yang ada di desa tersebut. “Kami bisa menyisihkan untuk tabungan karyawan, pembangunan masjid, kas desa, perawatan jalan dan penerangan,” tutur Nuryazid seperti dilansir laman KONTAN, Kamis (03/10/2019).

Pembagian kerja bagi warga desa pun terbilang cukup merata. Saban hari, setidaknya ada 38 orang yang mengurus Punthuk Setumbu. Mereka perwakilan dari enam Rukun Tetangga (RT) dengan 205 kepala keluarga yang berada di kawasan tersebut.

Setiap orang, secara bergantian akan mendapat jatah bekerja selama 2 pekan di Punthuk Setumbu. “Setiap orang di desa kami, bisa mengantongi pendapatan sebanyak Rp 600.000-Rp 700.000 dalam dua pekan,” ujar Nuryazid.

Aicha dan Sabrine, dua wanita asal Prancis di Punthuk Setumbu menyatakan kekagumannya. Keduanya mengaku akan menghabiskan waktu selama tiga pekan di Indonesia, sejak mendarat di Bandara Soekarno Hatta Jakarta pada Minggu (22/9).

Aicha mengatakan, dia dan Sabrine mengetahui Borobudur dan wisata sekitarnya dari blog-blog dan instagram. “Di sini, Punthuk Setumbu, alam dan landscape-nya begitu indah. Itulah sebabnya kami ke Indonesia,” ujar Aicha yang berprofesi sebagai tenaga marketing pada sebuah perusahaan keuangan di Prancis.

Keduanya mengaku senang menikmati wisata bernuansa alam. Sabrine mengatakan, tahun sebelumnya mereka berdua berwisata ke Malaysia. namun dari sisi pemandangan dan masakan, Sabrine mengaku lebih menyukai Indonesia.

Awalnya, Punthuk Setumbu mulai dikenal setelah ada fotografer dari Borobudur yang mengambil pemandangan matahari terbit (sunrise) dengan latar Candi Borobudur sekitar tahun 2006-2008. Foto itu kemudian viral, karena menang dalam salah satu lomba foto yang diadakan KOMPAS. Sejak itu, lebih banyak lagi fotografer dan wisatawan yang berkunjung ke Punthuk Setumbu. Para warga pun mulai menjajakan jasa sebagai guide ke lokasi pengambilan gambar.

Padahal dahulu, warga Punthuk Setumbu sendiri hanya memakai lokasi tersebut untuk menggembala ternak. Tidak hanya itu, “Sejak dulu, tiap Senin Legi, warga di sini biasa mengadakan selamatan, sedekah bumi, makan ketupat dan tempe bacem bersama seluruh warga desa di puncak,” kenang Nuryazid.

Baru saat semakin banyak wisatawan berdatangan, pada tahun 2013 warga dusun sepakat mengelola Punthuk Setumbuh secara bersama-sama. Seiring peningkatan jumlah pengunjung, lanjut Nuryazid, pengelola Punthuk Setumbu menerima bantuan dana dari pemerintah daerah. Dana tersebut lantas dipakai untuk membangun dan memperbaiki sarana dan prasarana di Punthuk Setumbu. (ndy)

Endy Poerwanto