INTERNATIONAL

Dilema Negara-negara di Kepulauan Karibia Membuka Diri untuk Turis

Kepulauan Karibia bersiap menerima turis asing (Foto: Robb report

KUBA, bisniswisata.co.id: Bagi negara-negara di Kepulauan Karibia, virus Corona membuahkan dilema besar. Wajar, karena kebanyakan ekonomi negara di kepulauan yang terkenal dengan wisata tropis yang menawan itu, amat bergantung pada sektor pariwisata. 

Beberapa pulau memutuskan untuk menutup diri demi melindungi warganya dari wabah COVID-19. Tetapi itu berarti ada sejumlah kegiatan ekonomi utama yang terdampak serius. Sementara itu, beberapa pulau lain memilih tetap membuka diri bagi pelancong dengan bersiap menanggung risiko meski kemampuan merawat korban COVID-19 jauh dari memadai.   

Secara geografis, letak negara-negara di Kepulauan Karibia memang saling berjauhan. Itu boleh jadi menguntungkan karena dapat mencegah penyebaran virus yang menyerang saluran pernafasan. Oleh sebab itu beberapa negara memutuskan untuk tetap membuka diri. Apalagi ekonomi sebagian besar negara di Karibia sangat bergantung pada uang yang dibawa para turis yang liburan.

Kuba yang merupakan pulau terbesar di Kepulauan Karibia adalah contoh terbaik untuk menggambarkan bagaimana ia mewakili potret negara-negara di kawasan itu.

Negara yang terkenal sebagai penghasil cerutu kelas wahid di dunia ini telah menutup seluruh kegiatan komersial terkait pariwisata sejak akhir Maret lalu. Kebijakan ini diterapkan setelah mereka menemukan kasus pertama virus Corona yang dibawa wisatawan asal Italia. 

Kini, setelah empat bulan berlalu, pemerintah setempat melaporkan telah berhasil melandaikan kasus baru, meski masih berjuang melawan virus yang sejauh ini telah menginfeksi 2.555 orang dan menewaskan 87.

Sejak negara yang terletak di Karibia utara itu menutup diri bagi turis asing, sejumlah tempat-tempat tujuan wisata favorit seperti Old Havana, terlihat seperti kota mati, demikian seperti dilaporkan CNN Travel.

Nelson Rodríguez Tamayo, pemilik restoran populer El Café, mengaku tempatnya kini kosong melompong. Padahal sebelum ada COVID-19, El Café selalu ramai dan kebanyakan ( 80%) pelanggannya adalah pelancong asing.

“Keadaan ini benar-benar bencana, kami terpuruk. Kami jatuh .Saya merasa seperti baru memulai bisnis dan itu sangat sulit. Saya tidak tahu ke mana saya akan pergi.” kata Nelson Rodríguez Tamayo

Rodriguez menambahkan ia telah merumahkan beberapa stafnya. Kini ia sedang bekerja menciptakan hidangan yang lebih cocok bagi orang-orang Kuba sambil menunggu beberapa minggu ke depan atau mungkin beberapa bulan saat Kuba kembali membuka diri bagi turis asing.

Rodriguez tidak sendiri. Banyak pelaku bisnis wisata termasuk mereka yang menyewakan akomodasi lewat aplikasi Airbnb, penyewaan mobil klasik, atau pemilik restoran mengeluhkan hal yang sama. 

Pemerintah Kuba sendiri yang merupakan pemilik hotel-hotel besar di sana mengumumkan penurunan pendapatan yang drastis. Mereka bahkan berjanji akan membuat perubahan terhadap model ekonomi terpusat untuk mengurangi beban ekonomi. 

Pemerintah baru-baru ini memutuskan untuk kembali membuka hotel yang lokasinya cukup terisolasi di lepas pantai. Mereka bahkan berani menjamin keamanan bagi turis asing yang berminat datang ke sana. Meski demikian, hingga kini belum ada turis yang datang.

“Empat bulan telah berlalu tanpa kedatangan turis. Itu berarti hilangnya pendapatan berkelanjutan,” kata Menteri Ekonomi Kuba Alejandro Gil Fernández seperti disampaikannya lewat televisi nasional.

Pada kesempatan itu, pejabat pemerintah sekaligus mengumumkan akan menggunakan mata uang dolar AS untuk transaksi di toko makanan yang segera diizinkan buka kembali.

Keputusan itu diambil karena mata uang negara tersebut seolah tak ada nilainya terutama sejak ekonomi terdampak pandemi COVID-19 dan diberlakukannya sanksi ekonomi oleh Pemerintahan Donald Trump. Padahal dollar AS adalah mata uang yang selama ini dibenci negara sosialis yang masih tersisa itu.

Wabah virus Corona telah memukul ekonomi sejumlah negara di Kepulauan Karibia terutama di sektor pariwisata. Frank Comito, CEO dan Direktur Jenderal Asosiasi Hotel dan Pariwisata Karibia, mengatakan hanya dalam tiga minggu di bulan Maret, tingkat hunian di hotel-hotel anggotanya turun menjadi hanya 10% dari normalnya rata-ata 76%.

“Angka itu tentu bervariasi, tetapi penting untuk diketahui bahwa rendahnya tingkat hunian hotel terjadi hampir di seluruh wilayah yurisdiksi di Karibia,” kata Comito kepada CNN

“Kami melihat ada beberapa daerah yang kurang terdampak, tetapi terlalu dini untuk mengatakan kami telah betul-betul keluar dari krisis.”

Comito mengatakan asosiasinya kini tengah bekerja sama dengan sejumlah hotel, memberi pelatihan keselamatan dan menerapkan sistem pelaporan kasus virus corona yang mungkin ditemukan di area mereka. Sementara saat ini mereka masih menunggu kapan pariwisata akan kembali pulih.

 

Rin Hindryati