INTERNATIONAL

CEO Hyatt: Industri Perhotelan di China Dapat Pulih Tanpa Menunggu Vaksin

Grad Hyatt di Taipe (foto: skift)

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Industri perhotelan bisa pulih meski vaksin virus Corona belum ditemukan. Bagaimana mungkin? Selama beberapa bulan terakhir para analis dan eksekutif hotel gencar menyampaikan keluhan bahwa industri ini tidak akan pulih sebelum vaksin ditemukan dan terdistribusi di seluruh dunia. 

Pernyataan optimis itu disampaikan CEO Hyatt Mark Hoplamazian. Ia merujuk pada keadaan yang terjadi di negeri tirai bambu China dimana mereka berhasil mengendalikan penyebaran virus Corona, meski vaksin belum ditemukan. 

Upaya berbulan-bulan Pemerintah China yang keras menerapkan aturan pembatasan interaksi sosial telah membuahkan hasil. Kini, China disebut sebagai negara paling sukses mengatasi pandemi COVID-19. 

Dalam jaringan Hyatt Group, cabang mereka di China mampu pulih bahkan menunjukkan kinerja terbaik. Mereka bahkan sudah berani menyelenggarakan business gathering yang dihadiri seluruh perwakilan kelompok propertinya di China daratan dan sekitarnya.

“China menjadi contoh paling bagus untuk menunjukkan bahwa pemulihan bisnis travel dapat dimungkinkan tanpa perlu menunggu ketersediaan vaksin. Tentu dengan syarat ada tindakan yang tepat dan terkoordinasi untuk mengatasinya,” kata Hoplamazian seperti dilansir skift.

Tingkat hunian cabang Hyatt di China dan sekitarnya yang mencakup Hong Kong, Makau, dan Taiwan rata-rata sudah mencapai 55% selama Juli. Sedangkan di kawasan China Daratan, angkanya lebih tinggi, yakni 64%. Angka ini jelas rebound yang sangat tinggi dibanding awal Februari yang hanya mencapai 7%

Meski tingkat hunian hotel di China bagian utara masih rendah karena baru saja mengalami gelombang kedua virus Corona, tapi di bagian lain yakni di China Timur, Selatan, dan Barat tingkat hunian telah kembali berada di tingkat yang sama dengan angka di 2019, kata Hoplamazian.

“Anda tidak bisa mencapai tingkat hunian pada level itu tanpa memiliki mid-week business,” ia menambahkan.

Sementara itu CEO Marriott, Arne Sorenson, juga memuji bagaimana penguasa China merespons pandemi COVID-19 dengan kebijakan yang terpusat dan kuat di awal musim panas ini.

Kembali ke Amerika Serikat (AS), para analis masih mengingatkan bahwa pemulihan binis perhotelan di sana masih membutuhkan waktu lama karena sebagian besar acara seperti konvensi atau pertemuan bisnis masih ditangguhkan, menunggu hingga kelak ditemukannya vaksin. 

Tetapi tidak demikian dengan kelompok usaha hotel Hyatt di China yang mulai menjadi tuan rumah peluncuran produk brand ternama seperti BMW, Volvo, dan Gucci.

 “Kami terdorong oleh keadaan ini,” kata Hoplamazian. Aktivitas yang terlihat sementara ini, terutama kembalinya orang-orang menginap di hotel untuk leisure juga hasil kerja keras tim kami yang luar biasa.”

Seperti halnya perusahaan perhotelan lain, Hyatt juga mengalami kerugian luar biasa sejak pandemi virus Corona. Pada kuartal kedua tahun ini, mereka melaporkan kerugian US$ 236 juta akibat dari anjloknya pendapatan hingga 376% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan per kamar turun hampir 90%.

Tetapi khusus di China daratan dan sekitarnya, bisnis terlihat lebih cepat menggeliat. Tindakan keras pemerintah memerangi penyebaran virus di awal tahun ini memberi kontribusi penting bagi pemulihan cepat tanpa vaksin. 

Hoplamazian mengakui sejumlah negara di belahan bumi lain sperti Amerika Serikat masih terus berjuang mengendalikan virus yang bergerak secara eksponensial ini.

Keaadaan ini tentu telah menghambat pemulihan Hyatt secara keseluruhan karena China dan sekitarnya hanya menyumbang 10% dari seluruh pendapatan waralaba dan 5% dari total pendapatan. 

“Pemulihan di AS, terutama yang berkaitan dengan perjalanan bisnis akan terus menghadapi tantangan. Tetapi kami yakin permintaan terpendam untuk travelling akan mengarah pada pemulihan berarti begitu kasus Covid-19 sudah bisa dikendalikan dan vaksin tersedia luas.” kata Hoplamazian.

Berdiri sejak tahun 1957, kelompok usaha Hyatt terus berkembang. Saat ini mereka memiliki 13 brand hotel dengan 600 properti yang tersebar di lebih dari 50 negara di seluruh dunia.

Hotel-hotel yang berada di bawah naungan Hyatt memiliki fokusnya tersendiri yang disesuaikan menurut tipe-tipe traveller yang berbeda, seperti luxury, wellness, premium, lifestyle, modern essential, hingga residence.

Keluarga Pritzker yang menjadi pemilik jaringan hotel di dunia ini membeli Hyatt House yang pertama,  sebuah motel dekat Bandar Udara Internasional Los Angeles.

Hotel ini dibeli oleh pengusaha Jay Pritzker seharga  US$ 2,2 juta atau Rp32 miliar dari pengusaha Robert von Dehn dan Jack Dyer Crouch. Pada1980, brand Grand Hyatt dan Park Hyatt diperkenalkan dan pada 1999 Jay Pritzker meninggal dunia.

 

 

Rin Hindryati