DESA WISATA

Aogashima, Pulau Terpencil nan Menawan yang Terbentuk oleh 4 Kaldera

TOKYO, bisniswisata.co.id: Jika di Indonesia, kita mengenal Kaldera Toba di Provinsi Sumatera Utara, di Jepang ada pulau terpencil yang juga terbentuk oleh empat kaldera. Namanya Pulau Aogashima yang berjarak sekitar 360 kilometer selatan dari ibukota Jepang, Tokyo. 

Di sana ada kota dengan populasi paling sedikit. Orang menyebutnya ‘tempat terpencil terakhir di Tokyo.’ Untuk menjangkaunya pun tak mudah. Alat transportasi yang tersedia hanya pesawat terbang dan kapal feri. Perlu kesungguhan untuk sampai di sana.

Penduduk di sana boleh berbangga karena Pulau Aogashima memiliki pemandangan menakjubkan serta aliran sungai alami yang masih terawat baik. Keindahan alam inilah yang selama ini menjadi penopang hidup masyarakat di sana. Pendapatan utama penduduk lokal berasal dari sektor pariwisata dan produksi garam.   

Dilansir dari laman Japan Guide, di pulau ini hanya ada satu toko, satu kantor pos dan dua bar. Di bar ini, Anda dapat mencicipi hidangan lokal serta Aochu, minuman mirip vodka yang terbuat dari ubi dengan kadar alkohol 30 persen. Di bar ini juga pengunjung dapat berinteraksi langsung dengan warga setempat.

Untuk akomodasi, ada beberapa penginapan bed and breakfast (B&B) yang kecil dan sederhana. Selama di pulau, wisatawan dalam melakukan sejumlah kegiatan antara lain bersantai di sauna, mendaki di Maruyama, dan menikmati pemandangan bunga, pepohonan serta satwa liar.

Sekadar melongok ke belakang sejarah terbentuknya pulau yang memiliki topografi unik ini: Pada 1785, terjadi letusan dahsyat yang kemudian membentuk kaldera di pulau ini.

Sejak itu hingga 50 tahun ke depan, pulau ini tidak dihuni. Erupsi telah mengakibatkan 130-140 orang dari 327 orang penduduk tewas.

Hingga kini pun populasi menjadi salah satu isu serius karena cenderung terus menurun. Per 1 Desember 2020, di pulau tersebut hanya ada 163 orang, turun dari 159 pada 2019. Padahal pada 2008, jumlah penduduknya masih ada sekitar 200 orang.

Desa Aogashima terus berjuang untuk bertahan dengan beriklan mengajak wisatawan untuk datang menikmati keindahan panorama pulau. Lebih jauh, mereka juga berharap sebagian dari mereka akan tertarik untuk tinggal di sana.

Selama pandemi, kondisi dan masa depan pulau ini terlihat semakin suram. Wisatawan tak datang. Itu berarti lapangan pekerjaan dan pendapatan berkurang.

Untunglah separuh penduduk desa berprofesi sebagai aparat desa, guru, dan pegawai negeri sipil. Mereka masih mendapat gaji dari pemerintah. 

Namun kantor desa terus mengalami krisis tenaga kerja. Padahal pemerintah kota telah meminta staf baru untuk tahun fiskal depan.

Masalahnya hanya beberapa pelamar saja yang datang, demikian seperti disampaikan perwakilan Aogashima yang dilansir dari Asahi Shimbun.

Secara tradisional, memang tidak ada industri yang produktif di Aogashima. Para pekerja konstruksi umumnya terlibat dalam proyek pekerjaan umum.

Menurut perkiraan National Institute of Population and Social Security Research, populasi Aogashima akan turun menjadi 104 dalam 25 tahun.

 “Pemerintah kota mungkin tidak dapat mempertahankan keberadaan komunitas dan yang dapat kami lakukan setidaknya meminta proyek pekerjaan umum untuk dapat dikerjakan sejumlah orang yang tinggal di sini.”kata Toshiyuki Kikuchi, 61, yang menjabat sebagai ketua dewan desa Aogashima.

Sementara itu Arisa Yamada, 58, presiden  produser garam Aogashima Salt Factory Co., tengah berusaha keras melakukan diversifikasi usaha dengan membuat makanan khas lokal dengan merek Hingya no Shio.

Peruahaan masih memproduksi garam demi merespons permintaan yang naik dalam 4 tahun terakhir. Garam perusahaan dihasilkan dengan mengkristalisasi air laut yang dipompa dari arus Kuroshio di Jepang dengan memanfaatkan panas terestrial yang berasal dari fumarol (lubang di dalam kerak bumi) vulkanik Hingya.

Proses memproduksi garam ini membutuhkan waktu dua minggu karena diolah dengan baik. Untuk itu dierlukan tenaga yang memadai. Apalagi sejak 4 tahun terakhir, permintaan melonjak sehingga pabrik garam perlu mendatangkan tenaga dari luar. 

Mikiya Tanaka, 22, seorang mahasiswa dari Kita-Kyushu, terpaksa membatalkan rencananya belajar ke China saat pandemi virus Corona baru merebak.

Ia pun memutuskan untuk bekerja di perusahaan tersebut selama empat bulan hingga musim semi mendatang untuk. Itulah pengalaman berharga yang hanya dapat diperolehnya di sini.

Mikiya adalah anomali. Jarang ada anak muda yang mau datang ke Aogashima untuk bekerja. Beruntung pulau yang dikelilingi tebing sehinga nampak berbentuk mangkuk besar ini sedang menjadi sorotan global.

Salah satu tanda harapan yang mungkin adalah bahwa struktur kaldera ganda Aogashima sedang menjadi sorotan global.

Fitur geologis yang unik ini oleh organisasi nonpemerintah AS pada tahun 2014 dimasukkan dalam daftar 13 pemandangan paling menakjubkan di dunia. Aogashima menjadi satu-satunya destinasi di Jepang yang masuk dalam daftar itu.

Smithsonian Institution yang berbasis di AS pada tahun 2016 menggambarkan Aogashima sebagai “kota Jepang yang mengantuk yang dibangun di dalam gunung berapi aktif”. Pernyataan ini telah mendorong orang untuk masuk dan melongoknya.

 

Rin Hindryati