Surfer menikmati gulungan ombak di pelosok, yaitu Krui, Kabupaten Pesisir Barat Lampung. ( Foto: Kemenparekraf)
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Sebagai daerah tujuan wisata dunia, Indonesia harus terus memasarkan destinasi wisatanya secara holistik sehingga program yang melibatkan masyarakat lokal memang harus digencarkan, kata Efin Soehada, pengamat pariwisata.
Efin yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang ekonomi – manajemen stratejik, ilmu administrasi, dan linguistik ini mengatakan gencarnya program BISA (Bersih, Indah, Sehat, Aman) dari Kemenparekraf agar dapat diimplementasikan pada masyarakat dengan baik.
“Pembukaan kembali bagi wisatawan mancanegara ke Indonesia harus ditandai dengan kesiapan semua stakeholder pariwisata karena ibaratnya menerima tamu maka kita harus bisa jadi tuan rumah yang baik,” kata Efin, hari ini.
Bagi kelompok masyarakat terutama di Pulau Jawa yang sudah mengenal Community- Based Tourism (CBT), ada kelompok sadar wisata dan sudah membentuk desa-desa wisata akan lebih mudah mengimplementasikan program BISA.
BISA sendiri merupakan implementasi dari Sapta Pesona. Jadi dalam sektor pariwisata sejak dulu sudah menerapkan Sapta Pesona yang terdiri dari tujuh unsur, yakni Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah- tamah dan Kenangan.
Menurut Efin Soehada, dalam kaitan ini para stakesholder di daerah yang sudah biasa menerima tamu asing harus memahami target pasar atau tamunya secara menyeluruh. Hal yang utama adalah memahami karakteristik dan kebutuhan dari wisatawan domestik maupun mancanegaranya itu.
Jika paham target sasaran pasarnya yang ingin di jaring dan tamu yang datang terpenuhi kebutuhannya, maka mereka akan menjadi tamu ‘repeater‘. Pengalaman berwisatanya akan diceritakan dari mulut ke mulut pada keluarga dan komunitasnya.
“Nah kalau pengalamannya positif kita untung, tapi kalau negatif dan terus menyebar, maka akan merugikan banyak pihak. Oleh karena, itu daya saing dan kualitas pelayanan harus terus ditingkatkan,” ungkapnya.
Wanita yang bersuamikan Agusman Effendi dari Lampung ini mencontohkan tempat surfing di Indonesia bukan cuma Bali. Krui di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung punya Pantai Tanjung Setia yang jadi incaran peselancar dunia.
“Pantai Tanjung Setia menawarkan ombak bergulung yang bisa tingginya 6 sampai 7 meter dan panjang sekitar 200 meter. Sejak tahun 1960 an sudah dikenal sebagai tujuan surfing. Waktu awal-awal masyarakat masih sulit menerima turis asing yang berpakaian ‘kurang pas’ saat akan surfing,”
Lambat laut dalam kunjungan yang intensif tahun 2019 lalu misalnya, para stakeholder pariwisata terbukti dapat mendukung keberadaan kawasan para tamu peselancar tersebut.
Demikian pula para pengusaha UMKM dapat menyelaraskan produknya sesuai kebutuhan para wisatawan. Sehingga akhirnya daerah tersebut punya event tahunan seperti Kejuaraan Krui Pro diikuti peselancar dunia.
Menurut Efin bagi stakesholder di daerah, apalagi di tengah pandemi global COVID-19, implementasi program BISA agar di terapkan secara mendasar mulai dari cara menyediakan makanan untuk para tamu harus cermat. Proses kuliner dimulai dari penyediaan bahan baku, cara memasak yang sehat, hingga penyajian.
“Para pengusaha kuliner yang tersebar di sana harus paham tata cara standar proses memasak cara sehat. Misalnya, ayam potong tidak bisa terlalu lama di udara terbuka, karena rawan bakteri sehingga harus cepat dimasak. Sang juru masak juga harus tahu kebersihan termasuk jangan biarkan sehelai rambutpun masuk dalam makanan,”
Hal-hal yang kelihatannya sepele, dari hal menyiapkan kuliner bagi wisman, belum dari akomodasi dan kebersihan lingkungan mulai dari ruang kamar tidur hingga kebersihan kawasan pantainya sendiri tidak bisa diabaikan begitu saja.
Efin mengakui kerja keras untuk menyosialisasikan pengetahuan standar di bidang kepariwisataan masih perlu dilakukan. Pengetahuan tersebut wajib menjadi pengetahuan stakeholders dari mulai kota-kota besar hingga tempat terpencil sekalipun. Program BISA terus menerus ditularkan dan para ahli praktis di bidang kepariwisataan perlu digandeng oleh Kemenparekraf.
“Beruntung bagi para pelaku pariwisata di P. Jawa yang lebih banyak mendapatkan ilmu BISA ataupun Sapta Pesona ketimbang mereka yang berada di daerah-daerah yang jauh dari P. Jawa,” ungkapnya.
Program yang sudah disosialisasikan ke masyarakat harus bisa diterjemahkan dengan detil standar prosedurnya karena hasilnya nanti untuk memperbaiki indikator ‘Health, Hygene dan Safety‘ di lingkungan destinasi pariwisata untuk dapat meningkatkan peringkat Travel & Tourism Competitiveness Index (TTCI)
Indonesia peringkatnya masih jauh tertinggal di urutan ke-102 dalam masalah Health and Hygene juga di peringkat ke-80 dalam kategori Safety and Security dari total 140 negara.
“Mari kita taat prosedur sehingga usaha juga bisa berkelanjutan sesuai dengan konsep sustainable tourism yang kembali digaungkan di seluruh dunia”
“Tentu saja agar anak, cucu, cicit, canggah kita masih bisa lihat keindahan alam, bisa lihat lahan sawah, masih bisa lihat ayam karena semua bisa terjaga kelangsungan hidupnya, tutup Efin Soehada.