ART & CULTURE

Tradisi Unik, Membatik Rokok dengan Ampas Kopi

REMBANG, bisniswisata.co.id: Seni membatik bisa dilampiaskan di media apapun, pada sebatang rokok pun juga oke. Ternyata, tradisi ini menjadi kebiasaan yang hidup sejak tempo dulu di Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Bahkan, tradisi yang unik, menarik dan artistik terbawa hingga sekarang ini. Dan di Lasem Rembang berkembang hingga kini.

Budayawan sekaligus orang yang dituakan di Lasem, Sie Hwie Djan alias Opa Gandor, mengatakan kultur rokok batik tak terdeteksi sejak kapan bermulanya. “Zaman dulu itu orang enggak punya banyak uang untuk beli rokok. Cara menghematnya ya dilelet pakai ampas kopi supaya tahan lama,” kata Opa Gandor di warung kopi Jeng Hai, Dusun Karangturi, Lasem, Jawa Tengah.

Kebiasaan ini mulanya dilakukan oleh para sopir truk serta bus yang menempuh jalur Semarang-Surabaya dan sebaliknya. Hampir di seluruh jalur pantura kultur mengolesi rokok dengan ampas kopi itu dapat dijumpai. Namun mereka umumnya tak membentuk pola batik.

Lantaran di Lasem banyak pembatik dan telah terkenal dengan darah seni membatiknya, ampas kopi yang dioleskan di rokok itu pun berbentuk pola-pola yamg indah mirip batik. Macam-macam bentuk polanya. Ada yang gabungan titik-titik berbentuk bunga, ada pula yang bermain dengan yang motif garis dan lengkungan.

Tradisi ini terbawa sampai kini. Seperti dilansir laman Tempo, yang selama empat hari menyambangi warung-warung kopi di Lasem, hampir setiap pengunjungnya melakukan aktivitas membatik rokok. Umumnya yang tampak fasih membatik adalah opa-opa berusia 70-80 tahun. Mereka memiliki jam-jam tertentu untuk menyambangi warung sambil membatik rokok. Biasanya pagi-pagi benar pukul 04.30 WIB. Siang pukul 13.00, WIB. Sore pukul 16.00 WIB.

Pemilik warung kopi Jeng Hai, yakni Hai atau yang akrab disapa Om Hai, mengajari cara membatik di atas sepuntung rokok. Mula-mula, kopi tubruk yang telah diseduh dihabiskan lebih dulu airnya. Lantas ampas rokok yang tersisa dituangkan ke piring kecil.

Ampas tersebut harus dikeringkan menggunakan tisu supaya airnya terserap. Caranya, tisu ditekan-tekan di atas permukaan ampas. Lalu ampas dicampur dengan susu kental manis setelah bubuk kopi kering. Susu kental manis berfungsi sebagai lem atau perekat.

Lantas, mulailah proses membatik dengan medium tusuk gigi. Om Hai telah menyediakan perlengkapan membatik rokok, mulai tusuk gigi sampai susu kental manis.

Kopi yang dipakai untuk membatik bukan sembarang kopi. Kopi ini khas Lasem. Teksturnya lembut seperti bedak tabur. Kata Hai, kopi Lasem digiling sampai tujuh kali supaya benar-benar menghasilkan tekstur yang diinginkan.

Warga setempat biasa membeli biji kopi mentah di pasar atau yang masih berbentuk green bean. Lalu kopi itu dimasak manual sampai hitam pekat. Kemudian digiling di tempat khusus penggilingan kopi. Mereka menyebut kopi Lasem sebagai kopi lelet. “Karena kebiasaan ampasnya akan dileletin ke rokok nantinya, jadi namanya kopi lelet,” kata Opa Gandor.

Hasil rokok yang telah dibatik dengan kopi lelet diklaim istimewa. Aromanya wangi kopi dan rasanya lebih manis karena susu kental manis. Kopi lelet beserta rokok batiknya bak pusaka lain yang dimiliki Lasem selain batik tulis.

Kebudayaan itu terus hidup, dilakukan oleh hampir semua usia, dan menjadi salah satu peranti pemersatu. “Karena orang dari mana saja, latar belakang apa saja, etnis apa saja, akan membatik bareng di warung kopi,” ucap Opa Gandor.

Setelah rokok dibatik, ditaruh di mulut, api dinyalakan, asap disedot dalam-dalam dan dinikmati sambil minum kopi. Sebuah aktifitas rutin dalam mengisi kehidupan. (NDY)

Endy Poerwanto