Nilai tukar baht Thailand yang menguat berpotensi memengaruhi pendapatan pariwisata dan daya tarik wisata hemat di Thailand. (Foto: Adobe Stock/geargodz)
Nilai Baht yang kuat berpotensi sebabkan Thailand kehilangan statusnya sebagai destinasi wisata yang terjangkau.
BANGKOK, bisniswisata.co.id: Baht Thailand yang kuat menimbulkan kekhawatiran tentang keterjangkauan bagi wisatawan, yang berpotensi memengaruhi pendapatan pariwisata dan daya tarik wisata hemat di Thailand. Kredit Foto: Adobe Stock/geargodz
Dilansir dari travelweekly-asia.com, Baht Thailand telah melonjak ke nilai tertingginya dalam lebih dari lima tahun, menimbulkan kekhawatiran tentang apakah Thailand masih menjadi tempat yang terjangkau bagi wisatawan.
Kenaikan nilai ini terjadi setelah Federal Reserve di AS memutuskan untuk memangkas suku bunga, memberikan tekanan ekstra pada bank sentral Thailand, yang belum menurunkan suku bunganya sendiri meskipun menghadapi tantangan ekonomi.
Baht yang kuat berdampak langsung pada pariwisata, karena wisatawan merasa uang mereka tidak cukup untuk bertahan lama. Menteri Pariwisata dan Olahraga Sorawong Thienthong menyebutkan bahwa wisatawan menghabiskan lebih sedikit uang.
Hal ini karena nilai tukar yang tidak menguntungkan, yang dapat menghambat Thailand mencapai target pendapatan pariwisata sebesar 3,5 triliun baht pada tahun 2024.
Pada tanggal 23 September 2024, baht dibuka pada harga 32,92 per dolar AS, perubahan yang dapat membuat wisatawan yang sadar anggaran berpikir dua kali untuk berkunjung.
Bahkan makanan pokok seperti pad Thai, yang dulunya merupakan makanan murah, sekarang mulai sekitar 200 baht (US$6,08) di restoran sederhana.
Kenaikan harga ini berkontribusi pada kekhawatiran bahwa Thailand, yang dulunya dianggap sebagai tujuan yang ramah anggaran bagi para backpacker, menjadi lebih mahal.
Meskipun ada masalah ini, tempat-tempat populer seperti Phuket diperkirakan akan tetap menarik karena reputasinya untuk pengalaman berkualitas.
Namun, kenaikan biaya—sekitar 10% untuk barang dan jasa karena baht yang kuat—berarti perjalanan hemat menjadi kurang menarik.
Ke depannya, kinerja baht kemungkinan akan bergantung pada tren ekonomi global. Analis memperkirakan bahwa bank sentral mungkin perlu mempertimbangkan pemotongan suku bunga untuk membantu mendukung pariwisata dan ekspor.
Seiring dengan naiknya harga dan menurunnya daya beli, citra Thailand sebagai tujuan wisata ekonomis mungkin akan berubah, yang menyebabkan wisatawan yang sadar anggaran mencari negara Asia Tenggara lainnya.