BALI, bisniswisata.co.id: Dibukanya Bandara internasional I Gusti Ngurah Rai sebagai salah satu pintu masuk wisatawan dan dimulainya layanan rute internasional Garuda menyusul Batik Air serta Singapore Airlines. Mendorong DPD ASITA, melakukan kerjasama dengan penyelenggara program karantina Warm-up Vacation untuk dipadupadankan dengan paket berlibur masa pandemi yang ditawarkan pada pasar.
Di Bali—tahap awal– tercatat ada lima hotel berbintang untuk karantina yaitu Grand Hyatt Nusa Dua, Westin Resort, Grya Santrian (Sanur), Viceroy (Ubud) dan Royal Tulip (Jimbaran). Program Warm-up Vacation merupakan konsep karantina yang memberi pengalaman berbeda. Manajemen hotel menyiapkan sejumlah aktivitas untuk mengisi hari- hari karantina wisatawan. Usai masa karantina mereka dapat berwisata di Bali.
MoU dengan pihak hotel karantina, memudahkan anggota ASITA melayani tamunya selain berbagi risiko. Pasalnya, anggota ASITA khususnya inbound tour diposisikan menjadi penjamin atau sponsor bagi wisatawan yang dilayaninya.
“Penjamin, sponsor ini terkait dengan aturan e-visa bagi warga negara asing yang hendak masuk ke Indonesia. Ada sanksi hukum yang melekat didalamnya,” jelas Ketua DPD ASITA Bali, Putu Winastra, S.Sos.
Dipermudah
Hal e-visa kunjungan wisata (B211) menurut pihak imigrasi berlaku sembilan (9) bulan dan ijin tinggal di Indonesia enam (6) bulan untuk perpanjangan dapat di lakukan di kantor imigrasi terdekat. Biaya sebesar US$ 50+ IDR 200.000, biaya perpanjangan IDR 550.000. Permohonan e- visa di lakukan oleh “penjamin visa” di : visa-online.imigrasi.go.id. Tidak ada batasan untuk penjamin visa, menjamin orang asing yang masuk ke Indonesia, sepanjang memenuhi syarat. Biaya yang dikenakan dibayarkan melalui bank (belum on-line) dan tidak dapat di refund, jika permohonan ditolak.
Selain memiliki kecukupan biaya hidup, wisatawan wajib mengikuti ProKes di Indonesia, termasuk wajib karantina dengan program Warm-up Vacation, kepemilikan asuransi kesehatan yang mengcover COVID dan sejumlah tes-COVID.
“Belum sepenuhnya digitalisasi dalam proses permohonan visa, menjadi salah satu kendala mendatangkan wisatawan ke Bali. Tidak sedikit pelaku usaha dan asosiasi mengusulkan diberlakukannya visa on arrival jika tidak memungkinkan bebas visa. ASITA mengharapkan ada kemudahan bagi anggota untuk permohonan sebagai penjamin, bagian pelayanan prima apply visa, ” papar Putu Winastra.
Saat dunia pariwisata memulai kembali dari titik yang sama, diperlukan kolaborasi strategis yang memudahkan, meringankan, menyederhanakan proses warga dunia melakukan mobilisasi. Mendatangkan wisatawan, tidak cukup dengan memperlancar aksesibilitas – infrastruktur dan moda transportasi— perlukan insentif untuk menumbuhkan minat calon wisatawan dan kinerja industri bersangkutan. Jika diperlukan ASITA siap berkoordinasi dengan semua stake holder kepariwisataan, memberikan masukan agar industri berlibur ini segera bergerak stabil, ungkapnya lebih jauh.
Hal proses permohonan visa yang menjadi salah satu kendala utama mendatangkan wisatawan juga telah disampaikan Indonesia In-bound Tour Operator Association (IINTOA) dalam sejumlah pertemuan. Asosiasi beranggotakan biro perjalan wisata yang memproses membangun pasar, menyusun perjalanan wisata, memasarkannya ke pusat –pusat pasar wisata dan membawa pasar ke Indonesia. Bersama Kemenparekraft berulangkali menyusun paket- paket wisata baik untuk mengisi sejumlah pertemuan- pertemuan internasional di Bali. Maupun mengisi permintaan peserta serangkaian pertemuan G-20.
IINTOA, ungkap Ketua Umum IINTOA, Paul E. Tallo, sempat melayangkan surat terbuka kepada Presiden RI, Djoko Widodo dengan mengemukakan solusi antara lain memberlakukan Visa on Arrival., mengijinkan penerbangan transit karena tidak semua negara asal wisatawan memiliki penerbangan langsung ke Bali. Mempertimbangkan tanpa karantina seperti diberlakukan negara- negara lain dan menambah negara asal wisatawan terutama pasar potensial dan negara yang mempunyai wisatawan loyal berkunjung ke Bali selama sebelum masa COVID.*