Pilih yang benar, beretika, aman bagi diri sendiri dan destinasi wisata
BALI, bisniswisata.co.id: BERWISATA adalah hak asasi setiap individu. Wisatawan memilih waktu, memilih destinasi, memilih harga dan membayar. Tidak ada intervensi orang lain kecuali yang bersangkutan bersedia diintervensi.
Berwisata itu adalah pilihan, jelasnya lebih jauh. Pilihan untuk membeli dengan harga sesuai kesanggupan, pilihan dengan siapa wisatawan akan berlibur, pilihan jenis penerbangan, akomodasi, lama liburan. Pilihan untuk menentukan siapa yang akan menangani perjalanan wisatanya dan pilihan-pilihan lain, dengan harapan mendapatkan kepuasan berwisata.
Demikian disampaikan Ketua Bagi Ketua DPP Indonesia In-bound Tour Operator Association (IINTOA), Paul. E Tallo, terkait kasus open trips minat khusus — mendaki Gunung Rinjani di Pulau Lombok— yang terlantar dalam perjalanannya.
Bagi wisatawan berpengalaman, ungkap Paul E Tallo lebih jauh, dia akan memilih usaha jasa perjalanan wisata legal secara hukum dan berpengalaman, yang track record nya dapat diperoleh melalui testimoni atau rekomendasi dari pihak terpercaya. Kejelian memilih usaha perjalanan wisata adalah tindakan awal yang benar untuk mendapat jaminan keamanan, kenyamanan selama perjalanan wisata. Karena dia ditangani oleh usaha yang benar, legal, dipercaya dan telah memiliki reputasi.
Menurut Paul E. Tallo, legalitas hukum bagi biro perjalanan wisata adalah suatu keharusan. Selain alasan semua jenis usaha harus terdaftar berdasar kebijakan pemerintah — termasuk biro perjalanan wisata—, legalitas terkait dengan pajak, memudahkan pemantauan, mendapat pembinaan pemerintah sehingga dapat menjalankan usaha sesuai dengan izin yang diberikan. Legalitas juga, menjadi jaminan dalam bekerja sama dengan patner baik dalam negeri maupun di luar negeri.
“Terpenting adalah dapat bertanggung jawab bila terjadi miss-handling. Sehingga low enforcement dapat ditegakkan,“ tegas Ketua DPP IINTOA ini.
Tata Niaga Pasar Domestik

Disadari atau tidak, berwisata adalah hak asasi setiap indidivu dan menjadi kebutuhan mahluk hidup. Dan, menurut Peraturan Menteri Pariwisata KM96/HK 103/MPPT-87 dan XM 110/PW.102/MPPT-93, UU Pariwisata No 9 Tahun 1990 dan UU Pariwisata No 10 Tahun 2009. Perancang paket wisata dan menyelenggarakan perjalanan wisata itu adalah biro perjalanan wisata alias BPW atau yang disebut travel biro atau inbound tour operator — dengan mitra bisnisnya membangun pasar dan membawa wisatawan berwisata ke Indonesia—.
Terlebih dengan dikeluarkannya kode etik kepariwisataan bertanggungjawab yang didalamnya termatub semua stake holder kepariwisataan –industri, praktisi, pelaku wisata/wisatawan– memiliki tanggungjawab secara hukum dan sosial atas tindakannya. Dengan memilih usaha yang legal, diharapkan ada jaminan keamanan, kenyamanan baik bagi pelaku perjalanan wisata mau pun komponen ikutan di tujuan wisata.
“Hanya dia yang boleh melakukan itu. Agen perjalanan wisata hanyalah penyedia jasa penjualan paket wisata, kamar hotel, tiket- tiket transportasi dan sejenisnya. Bukan membuat paket wisata dan menyelenggarakan perjalanan wisata. Demikian pula dengan tour leader, dia atau mereka bukan pihak yang membuat paket wisata. Dia atau mereka hanya memimpin perjalanan wisata, “tegas Ketua DPP ASITA, Artha Hanif menjawab bisniswisata.co.id.
Baik Ketua DPP IINTOA maupun Ketua DPP ASITA, melihat kasus open trips Gunung Rinjani selayaknya menjadi pemantik kesadaran untuk segera membenahi tata niaga pasar domestik. Mempertegas fungsi masing- masing komponen kepariwisataan yang termatub dalam undang- undang kepariwisataan tersebut, menyempurnakannya sesuai kebutuhan jaman serta menerapkan sanksi hukum sebagai konsekuensi sebuah bisnis kemanusiaan yaitu kepariwisataan.*









