NASIONAL

Sampah di Objek Wisata, Turis akan Dipungut Dana Kebersihan

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Masalah sampah di berbagai destinasi wisata di Indonesia, hingga kini menjadi catatan hitam bagi dunia pariwisata. Tak ingin terus disorot, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan tengah menyiapkan skema pungutan dana kebersihan bagi turis, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik.

Pungutan tersebut akan diberlakukan khususnya di kota-kota destinasi wisata, seperti Bali, Banyuwangi, dan Labuan Bajo. “Uang itu akan kami gunakan untuk pembersihan sampah, diharapkan bisa mengatasi masalah sampah,” ujar Luhut di kantor Kementrian Kemaritiman Jakarta, Jumat (30/11/2018).

Ditambahkan, akan ada pertemuan lanjutan untuk pungutan dana sampah ini, rencananya ada model untuk penanganan sampah. “Kota-kota yang menjadi tujuan turis seperti Bali, Labuan Bajo, kami bisa buat pungutan untuk sampah di sana,” sambungnya.

Besarnya pungutan, lanjut Luhut, berkisar US$10 untuk turis asing dan US$1 bagi turis lokal. Rencananya pungutan itu bakal dimasukkan dalam tagihan tiket hotel. Namun demikian, Luhut belum dapat mendetailkan kapan aturan tersebut bakal terbit. “Jadi pendanaan itu bisa dikelola oleh pemerintah daerah (pemda) sehingga kita bisa awasi bersama-sama,” ujarnya.

Menurut Luhut, pemerintah serius dalam menangani limbah sampah terutama sampah plastik. Pihaknya mencatat ada 10 kota yang telah melarang penggunaan kantong plastik untuk belanja yang tidak mudah terurai. Sebagai penggantinya, pemerintah mendorong penggunaan kantong plastik yang mudah terurai sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).

Tidak hanya dari sisi produk, lanjutnya, pengelolaan sampah ini juga membutuhkan kesadaran seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu, pemerintah telah menambahkan kurikulum terkait penangan sampah di Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD).

Tahun 2018 sebanyak 13 kota menjadi percontohan kurikulum pengelolaan sampah, sementara tahun depan ditargetkan jumlahnya bertambah menjadi 34 kota. “Jadi kepedulian akan penangan sampah plastik ini sudah besar,” kata Luhut.

Masalah sampah plastik, sambung Luhut, bukan hanya persoalan hari ini tetapi juga masa depan. Sampah plastik jika dimakan ikan di laut ataupun sungai, kemudian ikan tersebut dimakan ibu hamil akan melahirkan anak-anak yang stunting atau kerdil.

Sebelumnya, lanjut Luhut, di objek wisata Pulau Pari banyak ikan mati akibat limbah dari Jakarta. “Kita tak mau anak cucu kita kerdil. Masalah sampah plastik ini harus menjadi perhatian serius,” kata dia sambil menambahkan seekor ikan paus ditemukan mati terdampar di perairan Pulau Kapota, Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Senin (19/11), karena menelan hampir 6 kilogram plastik dan sandal jepit.

Karena itu, lanjut Menteri Luhut, edukasi soal sampah plastik akan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan mulai sekolah taman kanak-kanak hingga sekolah. Hal tersebut untuk meningkatkan kesadaran siswa terhadap bahaya sampah plastik.”Kami bekerja sama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memasukkan dalam kurikulum. Mulai Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA),” tambahnya.

Menurut dia, edukasi mengenai sampah plastik penting ditanamkan sejak dini. Edukasi ini diharapkan dapat menanampan perhatian publik akan bahaya sampah plastik. Dan untuk proyek percontohan pada 2018 ini dilakukan di 13 provinsi dan akan diterapkan di 34 provinsi mulai 2019.

“Ada sekolah-sekolah yang menjadi percontohan penerapan Hal tersebut juga merupakan bagian dari Perpres Nomor ahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Meski demikian, edukasi mengenai sampah plastik tersebut bukan pelajaran baru hanya penambahan sejumlah modul. (EP)

Endy Poerwanto