INTERNATIONAL NEWS TIPS WISATA

RRI Pro 1: Saatnya Menggarap Halal Tourism di Tanah Air

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Obrolan Komunitas di Pro 1 FM, Radio Republik Indonesia ( RRI) , Selasa malam membahas potensi Wisata Halal ( Halal Tourism) dengan menampilkan nara sumber wartawan senior Hilda Ansariah Sabri dari portal berita wisata www. bisniswisata.co.id.

Yudhi Ismail sebagai host mengawali dengan munculnya kehadiran Komunitas EXPLORE! yang memiliki hari pertemuan setiap Jumat sore membahas hal-hal menyangkut soal gaya hidup halal bertempat di kantor Indonesia Halal Lifestyle Center ( IHLC) di daerah Pasar Minggu, Jakarta.

“Saat COVID-19 melanda dimana kebutuhan makanan halal tingkat dunia naik dan yang mengkomsumsinya bukan hanya orang Islam tapi juga non Muslim. IHLC yang dipimpin Sapta Nirwandar yang menjadi Wakil Menteri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif     (Kemenparekraf) 2011-2014 banyak membuat kajian. Beliau setelah purna tugas mendirikan lembaga IHLC ini,” ungkap Hilda Ansariah Sabri, pengamat wisata halal.

Mengapa membahas wisata halal karena pasca COVID trennya meningkat apalagi Islam memiliki tatanan kehidupan yang telah ada dalam syariatnya sehingga penganutnya akan mengikuti hukum atau peraturan yang mengatur seluruh sendi kehidupan umatnya. 

“ Dalam Alquran sebagai kitab suci umat Islam sudah ada anjuran untuk melakukan perjalanan termasuk perintah melaksanakan haji dan Umroh. Perintah shalat lima waktu dan mengasup makanan halal wajib dilakukan. Oleh karena itu wisata halal ( halal tourism) yang mengikuti syariat Islam diterapkan,” kata Hilda.

Menurut dia, paket wisata halal seperti halnya wisata konvensional yang membutuhkan Akses, Amenitas dan Atraksi ( 3 A) dan hanya membutuhkan pelayanan tambahan yaitu waktu sholat dan tetap mendapatkan makanan halal selama perjalanan wisata.

“ Masyarakat Indonesia masih salah kaprah dalam memahami wisata halal seolah-olah destinasi wisatanya harus di Islamkan dulu semua. Pemahamam yang salah dan Islam phobia membuat banyak daerah juga menolak label wisata halal,” tambah Hilda.

Padahal di seluruh dunia, kesadaran untuk menerapkan aturan agama tersebut dalam kehidupan kini menjadi suatu gaya hidup yang kini dikenal dengan gaya hidup halal atau halal lifestyle. Dalam penerapannya halal lifestyle biasanya meliputi makanan halal, keuangan Islam, travel, sektor fashion, media dan rekreasi, farmasi dan kosmetik yang membentuk suatu ekosistem dan menjadi kekuatan ekonomi Islam global.

Sebagai bagian dari Halal Lifestyle dan Halal Industry, aktivitas traveling atau dalam hal ini disebut halal tourism kini menjadi kekuatan baru dalam ekonomi Islam. Mastercard CrescentRating Global Muslim Travel Index (GMTI) melihat pengeluaran penduduk Muslim untuk berwisata akan tumbuh US$300 miliar pada 2026. 

Sedangkan data DinarStandar untuk Perjalanan Ramah Muslim tahun 2021 mencapai  US$102 miliar dari perjalanan Muslim ke luar negri. Pada 2022 Muslim traveller mencapai 110 juta pengunjung internasional muslim. Jumlah ini mencapai 68% dari tingkat pra-pandemi pada 2019.

Menurut Hilda, untuk mengembangkan halal tourism di Indonesia maka ribuan desa wisata di tanah air bisa menjadi tujuan aktivitas wisata halal. Sebelum Badan Pariwisata Dunia ( UNWTO) memberikan penghargaan desa wisata dan mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan pasca COVID,        Kemenparekraf  sudah punya kompetisi desa wisata dari 2009 hingga 2019.

Hilda adalah satu juri desa wisata yang terdiri dari Pentahelix maksudnya ada juri mewakili praktisi industri, akademi dan hilda mewakili kalangan jurnalis. Hingga sekarang Menparekraf Sandiaga Uno juga masih memberikan penghargaan ini dengan nama Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) dan tahun 2023  ini terpilih 75 desa wisata terbaik dari 4.573 desa wisata yang berpartisipasi. 

“Desa wisata inilah yang menurut saya menjadi daya tarik dan keunggulan baru jika bisa menjaring wisatawan Muslim dari penjuru dunia. Soalnya desa-desa wisata pemenang ini bisa menjadi destinasi andalan wisata Halal        ( Halal Tourism),”

Indonesia bisa mempromosikan ke negara-negara teluk ( Gulf Coorporation Council) ada 7 negara utama The Gulf Cooperation Council countries yaitu Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Saudi Arabia and the United Arab Emirates Ri juga negara anggota OKI juga dimana member ada 57 negara.

Tahun 2016 Indonesia sudah mendominasi dan menyabet sedikitnya 12 penghargaan World Halal Tourism Award. Tapi ke sininya prestasinya tidak dipertahankan. Mustinyanya hotel The Trans Luxury Bandung berani meningkatkan label jadi The Trans Halal Luxury Bandung misalnya sehingga Bandung yang menjadi destinasi favorit wisatawan Malaysia akan memilih hotel itu untuk tempat menginap.

Saya saja setiap kali ke Bangkok akan pilih akomodasi Almeroz Hotel Bangkok karena hotel itu berani menyatakan sebagai the leading Halal Hotel in Bangkok. Jadi Halal kalau jadi brand juga laku bagi Muslim Traveller. Jangan lupa jumlah Muslim sekarang 2,2 miliar orang, jelasnya . 

Sayangnya, potensi memasarkan desa wisata apalagi destinasi-destinasi utama tujuan wisata halal seperti Lombok, Aceh, Sumbar, Riau dan DKI Jakarta ibarat masih jauh panggang dari api. Pemerintah RI masih mengelola potensi halal tourism di bawah Direktorat Minat Khusus, sementara negara tetangga Malaysia punya Islamic Tourism Centre, lembaga yang jauh lebih powerfull.

“Nah ini akan menjadi diskusi yang menarik dan panjang kalau benar-benar ingin leading dalam hal wisata halal. Kenapa harus fokus pada wisata halal karena banyak cuan, banyak peluang usaha, banyak menyerap tenaga kerja sehingga negara-negara non Muslim sekarang sudah berlomba menarik wisatawan Muslim karena sudah merasakan manfaat ekonominya,” tegas Hilda.

 

Evan Maulana