DAERAH

Pulau Kemaro, Kaya Sejuta Legenda Sepi Kunjungan Wisatawan

PALEMBANG, bisniswisata.co.id: Berwisata menyaksikan perayaan Tahun Baru Imlek di Pulau Kemaro, Sumatra Selatan, sangat mengasyikkan. Memang perayaan rutinitas tahunan itu, dihadiri puluhan ribu warga keturunan Tionghoa sejak puluhan tahun lalu. Meski lumrah terjadi, tapi perayaan Cap Go Meh di delta berjarak 6 kilometer dari Kota Palembang itu tetap menarik disimak.

Pulau di kawasan industri, antara Pabrik Pupuk Sriwijaya, Pertamina Plaju dan Sungai Gerong ini menyimpan sejuta kisah yang sangat melegenda di masyarakat setempat. Pulau berjarak sekitar 40 kilometer dari Kota Palembang, menjadi tempat berdirinya vihara China, Klenteng Hok Tjing Rio yang dibangun 1962, suatu tempat untuk berdoa yang diyakini oleh warga keturunan.

Selain itu, tak kalah menarik perhatian, di pulau ini ada makam putri Palembang, Siti Fatimah. Menurut legenda setempat yang tertulis di sebuah batu di samping Klenteng Hok Tjing Rio diketahui zaman dahulu ada seorang pangeran dari Negeri China bernama Tan Bun An datang ke Palembang untuk berdagang.

Kala itu, ia meminta izin ke Raja Palembang, ia bertemu dengan putri raja yang bernama Siti Fatimah. Ia langsung jatuh hati, begitu juga dengan sang putri. Mereka pun menjalin kasih dan berniat ke pelaminan. Tan Bun An lalu mengajak Siti Fatimah ke daratan China untuk bertemu kedua orangtuanya. Setelah beberapa waktu, mereka pun kembali ke Palembang.

Bersama keduanya, rupanya disertakan pula tujuh guci berisi emas. Sesampai di muara Sungai Musi, Tan Bun Han ingin melihat hadiah emas di dalam guci-guci pemberian kedua orangtuanya itu. Tetapi alangkah kagetnya ia, karena yang dilihat adalah sayuran sawi-sawi asin (bertujuan mengelabui perampok).

Tanpa berpikir panjang lagi, ia membuang guci-guci ke sungai, tetapi guci terakhir terjatuh di atas dek dan pecah. Ternyata di dalamnya terdapat emas. Tan Bun An langsung terjun ke dalam sungai untuk mengambil emas-emas dalam guci yang sudah dibuangnya.

Seorang pengawalnya juga ikut terjun untuk membantu, tetapi kedua orang itu tidak kunjung muncul ke permukaan sungai. Siti Fatimah akhirnya menyusul dan terjun juga ke Sungai Musi. Untuk mengenang mereka bertiga dibangunlah sebuah kuil dan makam untuk ketiga orang tersebut.

Bukan hanya legenda Siti Fatimah, daya tarik Pulau Kemaro keberadaan pagoda berlantai sembilan yang menjulang di tengah-tengah pulau yang dibangun tahun 2006. Juga terdapat sebuah pohon yang disebut sebagai “Pohon Cinta” dilambangkan “Cinta Sejati” antara dua bangsa dan budaya berbeda pada zaman dahulu antara Siti Fatimah Putri Kerajaan Sriwijaya dan Tan Bun An Pangeran Negeri China.

Konon, jika ada pasangan yang mengukir nama mereka di pohon tersebut maka hubungan mereka akan berlanjut sampai jenjang pernikahan. Tak ayal, Pulau Kemaro juga disebut sebagai Pulau Jodoh.

Sayangnya, pulau yang menyimpan sejuta kisah ini, sehari-harinya sepi wisatawan dan pengunjung. Keramaian hanya terjadi saat perayaan Cap Go Meh yang dilaksanakan 15 hari pasca-perayaan Imlek. Di Palembang, puncak Cap Go Meh dilaksanakan 13 hari usai Imlek atau pada tahun ini pada 28 Februari 2018 ini.

Bukan hanya warga keturunan asal Palembang saja yang akan tumpah riuh ke pulau tersebut, tapi mereka yang berasal dari belahan negeri lain juga tak mau ketinggalan seperti Singapura, Thailand, Malaysia, Hong Kong hingga China.

Pengurus Pulau Kemaro Tjik Harun mengatakan jumlah pengunjung yang datang ke Pulau Kemaro pada tahun ini diperkirakan tidak akan jauh berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jumlah akan terus bertambah hingga puncaknya pada 28 Februari dan akan berangsur berkurang hingga 3 Maret 2018.

Untuk menambah keindahan Pulau Kemaro, pengelola memasang sekitar 2.000 lampion. Khusus untuk akses ke pulau, juga ditambah akses darat dengan membangun jembatan ponton sehingga pengunjung bisa berjalan kaki melalui Kawasan Kalidoni Palembang.

Juga disediakan kapal tongkang pengangkut wisatawan dari Pasar 16 Ilir Palembang menuju ke Pulau Kemaro. Masyarakat atau umat yang hendak ke Pulau Kemaro bisa melalui akses tersebut. Terdapat 20 kapal tongkang dan berlayar tiap saat, mulai tanggal 28 Februari pukul 17.00 WIB hingga 1 Maret 2018.

Kapal tongkang ini dapat mengangkut 100-200 orang dalam satu kali berlayar. Untuk itu, tiga dermaga sudah disiapkan di Pulau Kemaro, yakni dermaga kedatangan, dermaga kepulangan dan dermaga VIP.

Selama perayaan Cap Go Meh, ada ratusan lapak pedagang disiapkan. Mulai dari lapak perlengkapan alat sembahyang umat, kuliner dan aksesoris. Terdapat juga dua panggung besar yang disediakan panitia untuk wayang orang tradisional Tionghoa yang digelar untuk masyarakat dan umat yang datang. “Pengunjung yang datang dapat menyaksikan berbagai sajian hiburan. Ada wayang orang, aksi barongsai, tradisi tanjidor dan sebagainya,” kata dia seperti dilansir laman Antara, Rabu (28/02/2018).

Khusus untuk ibadah umat, kata dia, ritual keagamaan dimulai tepat pukul 00.00 WIB, yakni sekitar 12 orang Lo Chu (pemimpin ritual sembahyang) akan berdoa. Kemudian ritual pun dilakukan seperti mempersembahkan kambing hitam, ayam panggang kunyit, buah-buahan, kue-kuean dan sebagainya.

Pulau Kemaro telah menjadi lokasi ibadah tahunan warga Tionghoa dari berbagai penjuru negeri. Namun sayang, hingga kini pulau tersebut belum menjadi destinasi wisata yang rutin memberikan pemasukan ke kas daerah. (NDYQ)

Endy Poerwanto