Sugeng Handoko (kanan) berbagi pengetahuan dengan tamu-tamunya dari Prov. Riau
NGLANGGERAN, GUNUNGKIDUL, Yogyakarta, bisniswisata.co.id: Eksekutif Perusahaan pengolah limbah B 3 dari Provinsi Riau melakukan studi banding untuk pengembangan desa wisata dengan mengunjungi Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nglanggeran, Gunung Kidul, Jogjakarta.
“Dalam mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat atau Community Based Tourism (CBT) harus ada sinergi yang baik antara pemerintah ( Disprov Pariwisata), Swasta dan masyarakat karena itu inisiatif untuk melakukan studi banding karena ingin pariwisata Riau lebih maju sangat kami hargai ” kata Sugeng Handoko, Sekretaris Pokdarwis Nglanggeran yang menerima tim dari Riau pekan lalu.
Marta Uli Emilia, CEO PT Shali Riau Lestari,didampingi Sahala Sitompul, Zefanya Elisha & Sachio Mazmur Wilbert, mengatakan pihaknya senang traveling dan sudah mengunjungi beragam destinasi wisata dunia dan mengharapkan pengembangan pariwisata Riau meningkat.
“Prov Riau banyak memiliki destinasi yang indah termasuk potensi wisata bahari. Riau tidak identik dengan kebun kelapa sawit dan minyak bumi tapi juga komoditi lainnya seperti lada. Kami akan mengajak pemerintah dan kelompok Tani Lada mengembangkan desa wisata dan homestay,” kata Marta Uli Emmilia.
Sebagai pimpinan perusahaan yang peduli lingkungan, pihaknya telah melakukan pembinaan kelompok tani ( Poktan) Tani Mandiri Gunung Jati ( MGJ) di Desa Kota Baru, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Riau, yang berpotensi menjadi desa wisata sentra lada.

Marta ingin perusahaannya memiliki program Corporate Social Responsibility (CSR) yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat.“Pemerintah dan swasta dapat mendorong masyarakat mewujudkan program Nawacita Presiden Jokowi di bidang pariwisata,” tegasnya.
Untuk itu setelah studi banding pihaknya akan mengajak Pemprov Riau untuk bersinergi pentahelix karena pariwisata maju kalau dimulai dengan masyarakatnya yang sadar wisata, kata Marta Uli Emmilia.
Sugeng mengatakan Desa Nglanggeran beruntung karena memiliki magnet pesona Gunung Api Purba Nglanggeran, suatu gunung api purba yang terbentuk sekitar 60-70 juta tahun lalu. Sekarang gunung ini dinyatakan sudah tidak aktif lagi. Batuannya berbentuk bongkahan batu andesit raksasa membentang sekitar 800 meter dan setinggi 300 meter.
“Saat ini pengunjung terbesar ke Nglanggeran adalah untuk studi banding. Setiap hari kami melayani tamu-tamu dari berbagai daerah maupun dari desa-desa lainnya untuk study banding. Sekarang desa memiliki dana dan ada Badan Usaha Milik Desa,” kata Sugeng.
Paket outbound, trekking, flyng Fox dan aktivitas yang menantang lainnya tersedia dengan harga paket mulai Rp 75.000 hingga Rp 3,5 juta untuk paket berayun diantara dya tebing.
“Pengunjung tahun 2016 mencapai 255 ribu orang dengan penghasilan Rp 1,8 miliar/ tahun. Tahun 2014 pengunjung memang lebih tinggi sampai 325 ribu orang tapi penghasilan hanya Rp 1, 4 miliar sehingga target pengunjung dikurangi namun produk beragam sehingga penghasilan naik “ kata Sugeng.
Studi banding selain dalam hal pengelolaan dan menyiapkan masyarakat menjadi entrepreneur, juga terutama berkaitan dengan penghargaan Desa Wisata Terbaik Asean 2016 dalam pengembangan Community Based Tourism (CBT) yang diterima Nglanggeran awal Januari 2017
Menurut Sugeng pihaknya sangat mengapresiasi sikap pro aktif yang dilakukan pimpinan PT Shali Riau Lestari serta niat mulianya belajar langsung dari keberhasilan Nglanggeran hingga menerima penghargaan utama di tingkat Asean itu.
“Kami belajar pengelolaan homestay dengan studi banding ke Desa Pentingsari di Kab. Sleman, Jogja dengan membawa 2 bus anggota Pokdarwis. Masyarakat Riau nanti juga bisa dibina untuk membuka homestay di pedesaan jika desa wisatanya dikembangkan,” kata Sugeng.
Marta ingin pariwisata Riau lebih dioptimalkan pengembangannya agar masyarakat bisa hidup tambah sejahtera dan anak-anak para petani yang dikembangkan jadi desa wisata bisa sekolah lebih tinggi.

“ Lewat CSR kami ingin membuat program pemberdayaan seperti di Nglanggeran dan desa wisata Pentingsari serta desa wisata lainnya di Jogjakarta ini yang terbukti sudah memiliki omzet miliaran rupiah. Pariwisata bisa jalan jika kordinasi, sinergi pentahelix dapat berjalan dengan baik,” tegasnya.
Selain berdiskusi mengenai pemberdayaan masyarakat, Marta dan tim juga banyak bertanya mengenai langkah awal yang dilakukan Sugeng merintis Nglanggeran.
Dia juga melihat homestay yang dikembangkan di Nglanggeran serta Griya Coklat Nglanggeran, suatu upaya menggerakkan masyarakat untuk menghidupkan desanya dengan membuatkan beragam produk coklat menggunakan pula susu kambing etawa milik petani setempat.
Obyek wisata di Nglanggeran selain gunung api juga Embung (tampungan air) Kebun Buah Nglanggeran yang memiliki luas 0,34 Ha, digunakan sebagai pengairan kebun buah durian dan kelengkeng. Jenis durian yang ditanam adalah jenis durian Monton.
Selain itu juga ada air terjun Kedung Kandang yang musiman terletak di selatan Gunung Api Purba dengan hamparan terasiring persawahan milik petani masyarakat Desa Nglanggeran.
Keunikan air terjun ini adalah berada ditengah terasiring sawah dan berbentuk undak-undak batuan vulkanik. Aliran air dengan pemandangan yang bagus hanya didapati ketika musim penghujan saja.
Marta berharap Pemprov Riau dan pihak terkait fokus pada pengembangan SDM pariwisata terutama dalam pelatihan hospitality termasuk studi banding poktan untuk belajar ke desa wisata yang ada di Jogja ini.