CHESHIRE, UK, bisniswisata.co.id : Di Israel, pariwisata inbound, khususnya ziarah Kristen, terhenti karena perang yang sedang berlangsung. Para ahli tidak yakin apakah pariwisata Israel akan kembali ke tingkat sebelumnya.
Selama lebih dari 2.000 tahun, Israel telah menjadi tujuan utama para peziarah. Belakangan ini, hal ini telah menjadi landasan bagi industri pariwisata yang berkembang pesat, menghasilkan US$8,46 miliar untuk Israel dan US$1 miliar untuk Palestina pada tahun 2019.
Dilansir dari tourism-review.com, menurut Kementerian Pariwisata, sektor ini secara historis menyumbang sekitar 3 persen terhadap perekonomian Israel dan secara langsung mempekerjakan 200.000 orang Israel. Namun, kedatangan internasional telah menurun sejak bulan Oktober karena adanya peringatan perjalanan.
Operator tour di Palestina dan Israel terbiasa menghadapi tingkat kekerasan yang berfluktuasi, yang seringkali menyebabkan pendapatan tidak menentu karena pembatalan perjalanan.
Mereka biasanya memiliki cadangan keuangan untuk membantu mereka bertahan di masa-masa sulit ini. Namun, pandemi ini telah menghabiskan cadangan tersebut. Akibatnya, banyak dunia usaha kini berada dalam posisi yang sangat genting dan pariwisata terhenti.
Para ahli memperkirakan dampak jangka panjang konflik tersebut terhadap pariwisata Israel. Saat ini, sekutu paling setia Israel mulai melemah dalam mendukung pemboman Gaza.
Di seluruh dunia, terjadi demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa di universitas-universitas bergengsi yang menyerukan gencatan senjata dan bahkan menganjurkan boikot dan sanksi.
Konflik ini bisa berdampak jangka panjang pada jamaah religi sehingga memperburuk prospek industri pariwisata Israel. Hal ini tidak hanya berdampak pada perolehan pendapatan tetapi juga alat politiknya (soft power) dalam membenarkan perluasan tanah Israel.
Menurut media Israel, Yossi Fattal, direktur Asosiasi Penyelenggara Pariwisata Inbound di Israel, menyatakan keprihatinannya mengenai dampak konflik terhadap industri pariwisata.
Dia menyatakan, ada 250 maskapai penerbangan yang beroperasi di Israel sebelum konflik, namun jumlah tersebut kini berkurang menjadi 45. Banyak maskapai penerbangan yang menghentikan penerbangan mereka ke Israel, termasuk Turkish Airlines pada Maret 2024 dan EasyJet pada Oktober 2024.