DENPASAR, bisniswisata.co.id: Bali pulai kecil dengan tagline “Etalase Pariwisata Dunia”, “Pintu Gerbang Nusantara” dan menjadikan Bali sebagai lokomotif pembangunan ekonomi kepariwisataan Indonesia, bukan tanpa konsekuensi. Dalam situasi normal, kepariwisataan Bali mampu rerata menghasilkan devisa 130 Triliun per tahun, belum terhitung added value sector ikutan, industri ekonomi kreatif dari daerah- daerah penyangga Bali.
Hal wajar jika “Bali” meminta perhatian khusus semua pihak untuk dapat memulihkan “dirinya”, diperlukan komitmen dan political will, ungkap Komite Seminar Nasional Nawa Cita Pariwisata Indonesia (NCPI), Nyoman Baskara.
“Mencari jalan keluar tidak hanya dari krisis akibat pandemi, tetapi grand design pemulihan perekonomian Bali berkelanjutan. Kita belum cukup mengambil pembelajaran dari krisis yang menghantam kepariwisataan Bali dari Perang Teluk, Bom I, Bom II, bencana Gunung Agung dan saat ini pandemi. “Menggantang” grand design, skenario khusus pembangunan Bali, yang tidak hanya bertumpu di satu sector. Stake holder pentahelix pembangunan, perlu duduk bersama. Sehingga realitas pariwisata menjadi bonus dari penyelenggaraan pembangunan Bali yang sustainable, nyata adanya, tegas Diah Permana, Ketua Penyelenggara Seminar NCPI menambahkan.
Bali, yang semula mesin ekonomi dengan penghasil devisa 130 Triliun per tahun, dalam masa pandemi mengalami kerugian rata- rata 9 Triliun per bulan. Bisa dihitung laju pertumbuhan pengangguran dari pekerja utama industri pariwisata dan kemudian sektor pendukungnya. , Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun 2020 mengalami kontraksi atau minus 5, 32%. Bali mengalami dampak paling besar terlihat pada pertumbuhan ekonomi Bali mencapai minus 12, 8%. Berdasarkan kondisi tersebut, grand-design upaya penyelamatan ekonomi Bali dalam jangka menengah 2-3 tahun ke depan (2022- 2023), penting dan harus segera disusun, disepakati, dan dilaksanakan, papar Ketua DPW NCPI Bali, Agus Mahayasa.
Merujuk pendapat ekonom Inggris, John Maynard Keynes, dalam bukunya: The General Theory of Interest and Money (1936) dan dalam catatan sejarah ekonomi, teorinya menjadi penyelamat saat great depression dunia tahun 1930-an. Dan, saat ini kembali digunakan oleh banyak negara untuk melakukan penyelamatan perekonomi negaranya. Dalam kondisi “in the run we all died”, kebijakan ekonomi, harus segera dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.
Dalam analisa NCPI Bali, mayoritas usaha wisata pada dasarnya sehat, namun dalam situasi pandemic yang berkelanjutan, berpeluang mengalami resiko kebangkrutan sehingga diperlukan kebijakan keuangan khusus. Pentingnya memberikan tambahan edukasi pada masyarakat, terlebih lagi yang berkecimpung pada industri pariwisata dengan asumsi dan alternatif ekonomi paska pandemi COVID-19. Pasalnya, ekonomi global dan pariwisata global tidak kembali ke model lama, diperlukan adaptasi merespon perubahan.
Koreksi Kebijakan
Menurut NCPI Bali, sudah waktunya bagi para pengambil kebijakan wajib menyiapkan koreksi kebijakan ekonomi Bali yang lebih bersahabat terhadap alam dan lingkungan, pariwisata kerakyatan ramah terhadap budaya, pengembangan industri tepat guna di sektor pertanian, industri pengolahan, serta potensi industri kesehatan dan pendidikan ke depan. NCPI mengingatkan green industry adalah salah satu kunci peluang diversifikasi perekonomian untuk mendorong transformasi perekonomian Bali.
Pembangunan Bali dengan visi dan misi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” memberi makna tersendiri bahwa penggalian dan pengembangan potensi lokal sebagai local wisdon, seperti: adat, budaya dan lingkungan mutlak dilakukan. Untuk mendukung hal tersebut, NCPI melihat pentingnya keberpihakan kebijakan terhadap bidang pertanian dalam arti luas.
“Pertanian dengan segala unsurnya adalah akar budaya masyarakat Bali yang menjadi roh kepariwisataan budaya itu sendiri,” papar Nyoman Sunarta, Komite NCPI Seminar.
Dikhawatirkan, pengembangan pembangunan yang hanya bertumpu pada bidang pariwisata menjadi pengulangan krisis- krisis yang sudah menghantam Bali. Adanya isu-isu strategis sebagai dampak konkret pandemi COVID- 19 menjadi perhatian Dewan Pengurus Wilayah NCPI Provinsi Bali.
Sebagian dari stake holder pariwisata, akan menggelar Seminar Nasional bertajuk: “Bali Economic and Investment Forum 2021: Grand Design of Bali Economic Recovery” pada 8 April 2021 di Inaya Hotel Putri Bali, Nusa Dua Badung. Seminar Nasional berlangsung secara hibrid untuk menyatukan persepsi di kalangan pengambil kebijakan, pelaku usaha, stake holders pariwisata dan tokoh masyarakat dalam menghadapi pandemi COVID-19 dan sekaligus merancang grand design skenario pemulihan ekonomi Bali.
Seminar nasional dengan harapan dapat menyusun grand design pembangunan Bali ini akan menghadirkan: keynote speaker: Menteri Koordinator Kemaritiman RI Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bali I Wayan Koster. Untuk membuka kebijakan- kebijakan pembangunan yang dirancang pemerintah untuk Bali ke depan.
Sedangkan sebagai panelis: Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga Salahuddin Uno, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, S.E, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI, Febrio Nathan Kacaribu, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, Kepala Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Bali, Giri Tribroto, Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta, dan Ketua Kamar Dagang dan Industri Bali, I Made Ariandi.
Keterbukaan dalam seminar nasional ini dharapkan dapat menyamakan persepsi, pemahaman kemana arah tujuan, fokus, skala prioritas upaya mensejahterakan masyarakat Bali dan keluar dari pengulangan krisis ekonomi. Tidak “menggantang” asap, tetapi tersusunnya kesepakatan grand desing pembangunan Bali yang berkelanjutan.*