Penulis berpose di lantai atas madrasah yang pernah menjadi sekolah terbesar di seantero Afrika Utara. ( Foto-foto : Yudarwita Maharajo)
MARAKESH, Maroko, bisniswisata.co.id : Pagi di bulan Juni itu udara cerah di Marakesh, Maroko. Kami sedang melewati Djma El Fna, Kota Tua yang terkenal, menuju madrasah yang pernah menjadi sekolah terbesar di seantero Afrika Utara.
Madrasah yang sejak 1960 tidak lagi dimanfaatkan ini terletak di tepi pasar (shouk) yang memenuhi Djma El Fna. Ada ribuan kios dan toko disini. Berjalan di antara toko-toko tersebut saja sudah merupakan keasyikan tersendiri.
Dari acar buah zaitun sampai sepatu kulit berukir, berbagai jenis suvenir dan kerajinan perak sampai lemari kayu tersedia disini. Ada banyak shouk di Djma El Fna, satu lorong terhubung dengan lorong shouk lainnya.
Pasar sangat vibrant, penuh warna, dan turis temtunya. Setiap lorongnya merupakan ajang berbelanja yang menawan dan eksotis. Lorong-lorong dimana toko berbaris dinaungi dahan-dahan kayu kecil yang membuatnya teduh temaram tetapi masih disinari cahaya.
Mudah saja menemukan madrasa, setiap penjaga toko yang kami tanyai dengan mudah menunjukkan arah. Keluar dari salah satu shouk yang sibuk, kami langsung berhadapan dengan pintu gerbangnya. Pengunjung harus membayar 50 dirham, sekitar 75.000 rupiah, untuk masuk menikmati situs bersejarah ini.
Memulai kunjungan, kami melangkahkan kaki meninggalkan loket karcis, menapaki lorong panjang berlantai ubin berwarna-warni cerah, bermotif mirip wajik yang serupa dengan keramik pada dinding-dindingnya.
Lorong mengantar kami ke sebuah pintu gerbang besar dengan lengkungan di atasnya, dihiasi stucco dan ukir-ukiran cantik dari plaster. Melangkahi pintu gerbang penuh dekorasi indah tersebut kami disambut oleh halaman terbuka besar berisi kolam berubin mozaik penuh warna. Sayang, saat itu kolam sedang dibersihkan sehingga tidak ada airnya sama sekali. Bangunan madrasah dibangun mengelilingi halaman (courtyard) ini.
Juga dikenal sebagai Bin Yusuf atau Ibn Yusuf Madrasa, madrasah yang pertama kali dibangun di abad ke-14 ini adalah institusi pendidikan Islami terbesar dan terpenting di Maroko dan Afrika Utara, pada zaman kejayaannya.
Dinamakan demikian karena berdampingan dengan Masjid Ben Youssef yang didirikan oleh Sultan Ali ibn Yusuf dari dinasti Almoravid, dinasti kerajaan bangsa Berber Muslim (berkuasa 1106-1142). Bangunan madrasah yang berdiri saat ini dibangun ulang di tahun 1565 atas perintah Sultan Sidi Abdallah al-Ghalib dari dinasti Sa’di.
Berbeda jauh dengan keriuhan di shouk-shouk, suasana di dalam madrasa sangat sepi dan tenang, dikelilingi tembok, terisolasi dari dunia di luarnya. Tidak terbayang bagaimana bangunan dengan 130 kamar ini dulu dipenuhi oleh 800-900 pelajar pada masanya.
Kamar-kamar sempit di lantai bawah sangat terlindungi, begitupun ruang-ruang kelasnya yang berukuran kecil. Koridor juga dibuat sempit dengan void kecil di setiap jarak tertentu. Layout ini mungkin dibuat sedemikian rupa agar penghuninya tekun dan fokus belajar, jauh dari godaan dunia luar.
Suasana di lantai atas lebih melegakan karena ada cukup banyak jendela dan bukaan dari kayu cedar yang mengarah ke courtyard. Kamar-kamar di atas ini juga tidak luas, ada anak-anak tangga sederhana dalam setiap kamar yang menuju langit-langit.
Apakah di atas langit-langit itu ada ruang berupa loft tempat orang tidur? Atau itu hanya ruang sempit untuk menyimpan buku-buku dan barang pribadi? Courtyard pastilah memainkan peran penting karena sekelilingnya didekorasi dengan indah.
Pada tembok terdapat banyak ukiran dan kaligrafi. Ukiran di atas lengkung pintu bisa berlapis-lapis, detail dan dikerjakan dengan presisi tinggi. Ubin lantai dan dinding sebagian besar berwarna-warni riang, bermotif bunga dan masih terawat baik.
Pintu, jendela, railing pada void, bingkai ventilasi terbuat dari kayu cedar yang juga diukir indah. Semuanya menyatu dalam harmoni yang selaras dengan tiang-tiang, lengkung dan ceruk disana-sini.
Serombongan pelajar asing tampak sedang duduk di salah satu selasar dekat courtyard, mendengarkan penjelasan gurunya. Mungkin selasar ini dulunya berfungsi sebagai ruang belajar juga.
Kiranya seperti inilah dulu pemandangan para pelajar madrasa dari berbagai usia bergantian duduk di selasar yang sama, berabad-abad yang lalu, di saat matahari tidak terlalu terik dan angin tidak bertiup terlalu dingin… Duduk mempelajari tauhid, atau cara membaca Al Qur’an dengan benar atau menafsirkan hukum-hukum Islam dari satu surat ke surat yang lain.
Mungkin juga sekedar menyimak sang ustadz melantunkan ayat-ayat suci Al Qur’an ; “Dan sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu dan Aku adalah Rabbmu, maka bertakwalah kepada-Ku.”
Madrasa ditutup saat ini karena renovasi dan rencananya akan dibuka kembali di pertengahan 2020, namun tampaknya orang masih harus menunggu lebih lama lagi akibat dampak pandemi yang masih berlangsung.
Sebenarnya ingin sekali mengunjungi juga Universitas Al Qarawayyin, universitas tertua di dunia yang didirikan pada tahun 856 oleh ilmuwan Fatima Al Fihri. Ya, universitas pertama di dunia didirikan oleh seorang muslimah di Maroko!
Sayang, universitas yang masih aktif sampai sekarang ini terletak di kota lain – di Fez, kota terbesar kedua di Maroko, beberapa jam berkendara dari Marakesh. Oh well, mungkin lain waktu, insya Allah.
Langit terang saat kami melangkah keluar untuk melanjutkan perjalanan, lorong-lorong sunyi, tak terdengar suara riuh-rendah perniagaan di luar tembok. Waktu seakan berhenti di Ben Youssef Madrasa.