JAKARTA, bisniswisata.co.id: Ketua Masyarakat Sadar Wisata ( MASATA) DKI Jakarta, G Jeffrey Z Rantung MBA, CHA mengatakan literasi halal perlu digalakkan karena memahami phisolofinyapun bagi sebagian besar orang masih sulit.
” Kalau di industri pariwisata kita mengelola hotel maka pengertian halal hotel itu bukan hanya menyediakan extended services seperti makanan halal dan peralatan sholat di kamar, tapi yang utama adalah ikhlas melayani, ” ujarnya.
Bisnis hotel disebut bisnis hospitality sedangkan hospitality dapat diartikan sebagai segala macam industri yang mempunyai kegiatan berhubungan dengan keramah-tamahan, pelayanan dan hiburan untuk para tamu.
Ilmu yang mempelajari tentang pengelolaan perusahaan yang berkaitan dengan Hospitality Industry disebut dengan hospitality management.
” Jadi sebelum menyediakan extended service atau fasilitas tambahan, dalam hal pelayanan jangan muncul keluhan dari tamu.
Jika banyak tamu complaint maka bisa jadi bisnis hotel kita masuk kategori tidak halal karena tamu tidak puas berarti tidak ikhlas,” jelasnya.
Jeffrey juga mengingatkan pada pengelola hotel, jika ingin melayani konsumen Muslim dan berlabel halal maka semua komponen pendukung harus mengikuti syariat Islam.
“Mulai dari shampoo dan toiletries tidak mengandung komponen non-halal hingga ke lay-out ruangan kamar untuk memudahkan tamu dalam beribadah.”
Jadi, tambahnya bukan hanya harus menyediakan dua area dapur terpisah untuk procesing makanan halal dan nonhalal tetapi semua aspek lainnya sehingga Muslim yang memilih menginap di Halal hotel terpenuhi keamanan dan kenyamanannya sesuai tuntunan agama.
Menurut Jeffrey Rantung, objective dari pada pelayanan hotel maupun restoran adalah agar tamu bisa kembali. Loyaltitas dan kesetiaan adalah kunci keberhasilan akhir yaitu kepuasan di kedua belah pihak antara pemberi dan penerima jasa.
Pengelola hotel maupun restoran tentunya paham sebagai penyedia layanan maupun customer sebagai penikmat pelayanan. Untuk jadi loyal maka harus didahului dengan pengalaman pada pelayanan yang baik, ungkapnya.
“Semua itu cerminan kalau bisnis fondasinya adalah keikhlasan maka transaksi dan prosesnya halal karena sama-sama memberikan penuh keikhlasan. Industri wisata yang ingin berkembang apakah pemiliknya Muslim atau non Muslim harus Moslem Friendly Hospitality, tambah Jeffrey.
Dia tidak menampik untuk wilayah Jakarta sebagai ibukota negara Muslim terbesar di dunia belum banyak yang mampu menyediakan fasilitas Halal hotel dan restoran fine dining plus yang mampu menampung tamu-tamu Muslim mancanegara.
Misalnya tamu sekaliber Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud, orang nomor satu di Arab Saudi yang pernah berkunjung ke Indonesia dengan anggota keluarganya dan sangat menikmati liburan di Bali.
“Jumlah Halal Hotel juga masih sedikit padahal investor yang paham akan besarnya potensi Halal industri termasuk di dalamnya sektor halal hotel maupun restoran mustinya tidak ragu melayani umat Muslim,” kata Jeffrey.
Data 2015 ada 1,8 miliar umat Islam di dunia dan sebagian besar traveler dunia juga dari kalangan Muslim. Oleh karena itu literasi halal di Indonesia sangat diperlukan karena bukan saja menjadi kebutuhan tapi juga peluang pasar maupun bisnisnya yang tinggi.
Keramahtamahan yang ramah Muslim perlu diterapkan di setiap tujuan wisata yang mendapat manfaat dari pelanggan Muslim sehingga wajib memenuhi persyaratan agama mereka.
“Oleh karena itu Jakarta sebagai pintu gerbang utama negara Muslim terbesar di dunia agar mampu menjadi Friendly Muslim Destination. Literasi halal bukan sekedar halal tourism tetapi juga mencakup industri halal dan hospitality yang harus terus ditingkatkan,” tegasnya.