DAERAH

Gunung Anak Krakatau Tremor, Wisatawan Dilarang Mendekat

BANDARLAMPUNG, bisniswisata.co.id: Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Lampung Selatan gempa tremor terus-menerus sepanjang Kamis hingga Jumat (7/9/2018). Aktifitas vulkaniknya menampakkan sinar api dan suara dentuman.

Status Gunung Anak Krakatau Level II atau Waspada. “Masyarakat dan wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius 2 kilo meter dari kawah.” Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam rilis, mengutip laporan Windi Cahya Untung dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Pos Pengamatan Gunung Api Anak Krakatau, Jumat, 7 September 2018.

Cuaca di sekitar gunung api di dalam laut dengan ketinggian 305 meter dari permukaan laut (mdpl) itu cerah, berawan, mendung, dan hujan. Angin bertiup lemah ke arah timur, selatan, dan barat daya. Suhu udara 25-33 derajat Celsius, kelembapan udara 65,9-82 persen, dan tekanan udara 0-0 mmHg. Secara visual kondisi Gunung Anak Krakatau kabut 0-III. Asap kawah tidak teramati.

Gunung Anak Krakatau baru muncul dari permukaan laut pada 1927. Rata-rata bertambah tinggi empat meter hingga enam meter setiap tahun dengan kekuatan letusan yang tidak besar. Karena dipreduksi sSangat kecil sekali peluang terjadi letusan besar, seperti letusan ibunya, yaitu Gunung Krakatau yang meletus tahun 1883.

Letusan hebat kala itu melenyapkan Pulau Perbuwatan, Pulau Danan, dan separuh pulau Rakata yang menyisakan kaldera di bawah laut. Kompleks Gunung Krakatau sebelum meletus hebat terdiri dari sejumlah pulau, yakni Pulau Perbuwatan, Pulau Danan, dan Pulau Rakata. Ketiganya diapit oleh Pulau Sertung dan Pulau Panjang.

Pada 20 Mei 1883, fase letusan gunung itu ditandai dengan letusan abu dan semburan uap dari Gunung Perbuwatan di Pulau Perbuwatan yang disebut mencapai ketinggian 11 kilometer dengan suara dentuman terdengar hingga 200 kilometer.

Sebulan kemudian, pada Juni 1883, aktivitas vulkanik juga terpantau di Gunung Danan di Pulau Danan. Letusan dahsyat terjadi beberapa bulan kemudian.

Tanggal 26 Agustus 1883, proses letusan dimulai. Puncaknya terjadi pada tanggal 27 Agustus 1883. Suara dentumannya terdengar hingga Singapura dan Australia. Letusan tersebut menyemburkan batuapung, dengan tinggi kolom letusan abu menembus 70-80 kilometer.

Endapannya tersebar hingga luasan 827 ribu kilometer persegi. Letusan tersebut menghasilkan tsunami dengan ketinggian rata-rata hingga 20 meter, menyapu pantai di selat Sunda dan barat laut Jawa.

Tercatat 36.417 korban jiwa meninggal akibat letusan tersebut. Tsunami disebut-sebut menyapu 297 kota kecil di sepanjang pantai, 2 ribu orang tewas di Sumatera bagian selatan akibat sebaran abu panas letusan gunung tersebut.

Fase letusan berhenti setahun kemudian. Letusan hebat tersebut saat itu menyisakan separuh pulau Rakata. Diyakini kaldera sisa letusan gunung tersebut berada di dasar lautan di tengah-tengah Pulau Sirtung, Pulau Panjang, serta sisa-sisa Pulau Rakata. Sejak tahun 1884 hingga tahun 1927 tidak terlihat aktivitas magmatik menyusul letusan gunung tersebut.

Sejumlah literatur mencatatkan kelahiran Gunung Anak Krakatau ditandai dengan aktivitas magma yang muncul dari dasar laut di lokasi kaldera letusan tahun 1883, pada tanggal 11 Juni 1927.

Baru pada tanggal 11 Juni 1930 Gunung Anak Krakata muncul di permukaan laut, dan terus tumbuh hingga saat ini. Tahun 2000, gunung ini mencapai ketinggian 300 meter di atas permukaan laut. Kini tingginya tercatat mencapai 305 meter, papar Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, Kristianto.

Kris mengatakan, mayoritas tubuh Gunung Anak Krakatau berasal dari lontaran material yang keluar dari kawah gunung tersebut. PVMBG mencatat sejak tahun 1927 hingga tahun 2000 tercatat lebih dari 11 kali letusan gunung tersebut. Material yang terlontar akibat letusan Gunung Anak Krakatau membentuk tubuh gunung dan kini berwujud Pulau Anak Krakatau dengan diameter hampir 2 kilometer dan tinggi 305 meter.

Menurut Kris, sebagian gunung api tumbuh dengan terlebih dulu membentuk kubah lava dari dalam kawahnya. Kubah lava, membentuk bukit, muncul mirip bisul akibat aktivitas magma di bawahnya yang naik ke permukaan. Erupsi yang terjadi, menambah volume tubuh gunung. Tapi Anak Krakatau tumbuh mayoritas bermodal penumpukan material letusan gunung api. “Anak Krakatau saat ini sedang dalam fase konstruksi melalui letusannya itu sebenarnya dia tumbuh,” kata dia.

Kris mengatakan, sejak tahun 90-an morfologi puncak Gunung Anak Krakatu relatif tidak berubah. Pertumbuhan gunung itu juga sudah tidak terlalu signifikan dibandingkan fase awal pembentukannya. “Di tahun-tahun awal pertumbuhannya cepat. Tapi dari tahun 93-an sampai sekarang tidak terlalu signifikan,” kata dia.

Kendati demikian, Gunung Anak Krakatau bukan berarti berhenti pertumbuhannya. “Gunung Anak Krakatau masih tumbuh karena masih ada suplai magma,” kata dia. (EP)

Endy Poerwanto