YOGYAKARTA, bisniswisata.co.id: Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengakui peran strategis pariwisata dapat mendorong kenaikan devisa. Karena itu Pemerintah berupaya mendongkrak devisa dengan mendorong pengembangan destinasi pariwisata prioritas. Diharapkan tahun depan hasil dari pengembangan wisata dapat memacu kunjungan turis asing berwisata di Indonesia.
“Jadi perlu diakselerasi dan sinergi kebijakan antara pemangku kepentingan karena pariwisata penyumbang devisa ketiga terbesar, setelah kelapa sawit dan batu bara,” papar Perry Warjiyo usai Rapat Koordinasi Pemerintah, Pemerintah Daerah, BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Hotel Ambarrukmo, Rabu (29/8/2018).
Selain itu, sambung Gubernur BI, harus terus dikembangkan ke depannya. Karena potensinya sangat besar untuk menyumbang devisa, dengan mendorong pariwisata bisa menurunkan defisit transaksi berjalan dan memperkuat ketahanan ekonomi ke depan.
Dilanjutkan, rakor Pariwisata ini menghasilkan sejumlah hal yang akan dilaksanakan pemerintah. Pertama, pemerintah dan BI menetapkan target jumlah wisata mancanegara (wisman) sebanyak 25 juta dengan penerimaan devisa sebesar USD 28 miliar di 2024.
“Sejumlah kesepakatan dilakukan, mencakup 8 aspek. Target yang ingin dicapai dan disepakati untuk 2019 jumlah wisman 20 juta dengan devisa USD 17,6 miliar, naik dari USD 14 di 2017. Di 2024 kita arahkan jumlah wisman 25 juta dengan devisa USD 28 miliar,” ucapnya.
Kedua, pemerintah menetapkan sembilan destinasi wisata yang siap dipasarkan yaitu Bali, Jakarta dan sekitarnya, Kepulauan Riau, Bromo Tengger Semeru dan Banyuwangi. Serta empat destinasi wisata prioritas yaitu Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo. “Untuk memperkuat pariwisata itu akan dilakukan penguatan dan nomenklatur jenis usaha yang mengacu dari Kemenpar,” kata dia.
Ketiga, terkait pembiayaan, akan dikeluarkan Permenko Ekonomi mengeni KUR pariwisata. dengan subsidi suku bunga. Terkait hal ini, OJK juga keluarkan aturan yang dorong pelaku usaha. Pembiayaan infrastruktur di pariwisata akan dikembangkan pembiayaan nonbank termasuk reksa dana terbatas.
Keempat, dukungan terhadap penyelenggaraan Annual Meeting IMF-World Bank yang akan diselenggarakan di Bali pada Oktober 2018. Kelima, promosi destinasi wisata secara terpadu antara pemerintah pusat, daerah dan pelaku usaha, yang akan dilakukan pilot project-nya pada gelaran Indonesia Investment Day 2018 yang berlangsung pada 31 Agustus 2018 di Marina Bay Sands Expo & Convention Centre, Singapura.
Keenam, meningkatkan konektivitas yang sudah dilakukan untuk destinasi prioritas. “Bagaimana tingkat akses ke Banyuwangi, juga akses dari Bali. Juga akan ada kereta api baru dari New Yogyakarta International Airport ke kota Yogyakarta, juga terkait akses jalan dan lain-lain,” ungkap dia.
Ketujuh, peningkatan aktraksi di sejumlah destinasi wisata yang akan melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga terkait. Dan kedelapan, peningkatan amenitas di tempat wisata seperti penyediaan air bersih dan pelaksanaan pendidikan vokasi bagi masyarakat sekitar guna mendukung aktivitas pariwisata. “Delapan ini akan dikawal secara bisa konkret tingkatkan devisa wisata, menyerap tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan,” tandas dia.
Pariwisata dinilai menjadi salah satu sektor yang mampu berkontribusi besar terhadap penerimaan devisa dan mengendalikan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia (BI), Aida Budiman menyatakan sebenarnya CAD Indonesia masih terhitung dalam posisi yang aman. Namun demikian, dalam sektor pariwisata, Indonesia masih harus bekerja keras agar bisa mengatasi ketertinggalan dari Negeri Gajah Putih tersebut.
“Current account balance kita USD 17,53 miliar atau 1,7 persen dari PDB tahun lalu, Thailand USD 48,1 miliar atau 10 persen dari PDB. Itu gap yang mesti kita capture. Berapa tahun ini tentu perlu inisiatif dan upaya terus menerus. Yang kita lakukan sekarang memulai reformasi struktural dan kita lanjutkan,” kata dia. (END)