JAKARTA, bisniswisata.co.id: Gempa Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) terus terjadi. Tiga kali skala besar dan puluhan gempa susulan skala kecil. Terakhir gempa kembali melanda pada Ahad (19/08) malam dengan kekuatan 7 skala Richer. Gempa ini menyebabkan 10 orang meninggal dan ratusan bangunan rusak.
Sementara itu, gempa besar sebelumnya yang terjadi pada 5 Agustus lalu telah menyebabkan tak kurang dari 548 orang dan ratusan ribu warga mengungsi. Kerugian ekonomi diperkirakan mencapai lebih dari Rp 7 triliun.
Banyak pihak mendesak agar dijadikan bencana nasional. Namun Pemerintah memiliki alasan cukup kuat mengapa hingga saat ini bencana gempa Lombok, tidak ditetapkan sebagai bencana nasional. Pasalnya, penetapan sebagai bencana nasional diyakini bisa merugikan negara.
“Pemerintah berkaca kepada bencana letusan Gunung Agung di Bali tahun lalu. Pengalaman kita seperti di Bali, begitu kita bilang bencana nasional semuanya turun. Sebab, status bencana nasional itu berdampak kepada travel warning, menggangu pariwisata kita,” papar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan di Kompleks Istana Kepresidean, Senin (20/8).
Hal senada juga diutarakan Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyampaikan pemerintah memiliki alasan tak menetapkan status bencana nasional pada gempa di Lombok. Hal ini dikarenakan mempertimbangkan dampak penurunan pariwisata di Lombok jika ditetapkan status bencana nasional.
Jika bencana tersebut ditetapkan sebagai bencana nasional, lanjut Pramono, Pulau Lombok tertutup dari wisatawan sehingga menimbulkan kerugian lebih banyak. Bahkan, dampak dari status bencana nasional bukan hanya merugikan pariwisata Lombok, namun juga pariwisata sekitarnya seperti Bali.
“Kalau kita nyatakan bencana nasional berarti bencana itu adalah seluruh nasional RI dan menjadikan travel warning negara-negara bukan hanya ke Lombok tapi bisa ke Bali dampaknya luar biasa yang biasanya tidak diketahui oleh publik,” jelas Pramono di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (20/8).
Kendati demikian, pemerintah pusat akan memberikan bantuan penanganan secara penuh terhadap para korban bencana. Penanganan dampak bencana secara khusus akan ditangani oleh Kementerian PU-PR, BNPB, dan juga TNI-Polri dengan memperbaiki kerusakan baik pada pemukiman, tempat ibadah, maupun fasilitas umum lainnya. “Jadi penanganannya sudah seperti bencana nasional,” tambahnya.
Karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) terkait penanganan gempa Lombok yang sama dengan penanganan bencana nasional. Pramono mengatakan, dalam Inpres tersebut diatur kewenangan MenPU-PR dan juga BNPB untuk melakukan penanganan.
Inpres penanganan dampak bencana Lombok itupun saat ini telah memasuki tahap finalisasi. Sehingga diharapkan Inpres tersebut akan diteken oleh Presiden pada esok hari. “Hari ini finalisasi mudah-mudahan besok naik ke Presiden,” kata dia.
Usai pertemuan dengan PM Korea Selatan pada siang ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menyampaikan, instruksi presiden tentang penanggulangan dampak bencana gempa masih disiapkan. “Ini baru disiapkan Inpres,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta.
Terkait status bencana nasional, menurut Jokowi, yang terpenting bukanlah status ditetapkan bencana nasional atau bukan. Namun, bagaimana upaya penanganan langsung di lapangan untuk membantu para korban terdampak gempa.
Jokowi mengaku terus memantau perkembangan yang terjadi di Lombok dan sekitarnya. Ia juga tak menutup kemungkinan untuk kembali mengunjungi Lombok.
Pemerintah memiliki anggaran Rp 4 triliun untuk membangun kembali Nusa Tenggara Barat (NTB) usai diguncang gempa sejak pekan lalu. Untuk tahap pertama ini pemerintah telah menggelontorkan sekitar Rp 38 miliar. Sehingga, menurut Jokowi, status bencana nasional tidak lagi menjadi penting.
“Yang paling penting menurut saya bukan ditetapkan atau tidak ditetapkan status tersebut, namun yang paling penting adalah penanganan langsung di lapangan,” jelas dia. (NDY)