ART & CULTURE

Gamelan Peninggalan Sunan Gunung Jati Ditabuh Usai Sholat Ied

CIREBON, bisniswisata.co.id: Usia sholat Ied atau Idul Fitri, suara alunan gamelan terdengar nyaring dari kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat. Suara itu benar-benar menenteramkan hati, menusuk jiwa dan membangkitkan asa dan gelora. Apalagi Gamelan Sekaten itu berusia tak kurang dari enam abad.

Alat musik tradisional peninggalan Sunan Gunung Jati, sang penyebar Islam di Tanah Jawa dengan gelar Syekh Syarif Hidayatullah. Kini, gamelan tersebut hanya ditabuh dua kali dalam setahun, bertepatan dengan Hari raya Idul Fitri dan Idul

“Gamelan ini ikut berperan dalam penyebaran agama Islam di Cirebon dan sekitarnya pada masa lalu. Sebab, orang-orang yang ingin melihat pertunjukan musik Gamelan Sekaten juga dituntun mengucapkan dua kalimat syahadat,” papar Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Cirebon, PRA Arief Natadiningrat di Langgar Agung Keraton Kasepuhan usai shalat Idul Fitri, Rabu (5/6/2019).

Dilanjutkan, Gamelan Sekaten dulu digunakan Sunan Gunung Jati untuk syiar Islam. Masa itu, syiar Islam dilakukan terutama melalui diplomasi atau pendekatan kebudayaan. Sebelum Islam disampaikan Sunan Gunung Jati, masyarakat setempat sudah memiliki tradisi dan keyakinan lain. Dan penyebaran Islam dikondisikan tidak berhadap-hadapan dengan tradisi yang ada.

Gamelan ini disebut Sekaten, lanjut dia seperti dilansir laman Republika, karena dibunyikan di tempat umum, kemudian didengarkan oleh masyarakat umum. Dan yang ingin menonton dan mendengarkan Gamelan Sekaten harus “membayar.” Uniknya metode pembayarannya tidak memakai uang, tetapi dengan mengucapkan syahadatain atau dua kalimat syahadat. Itulah mengapa gamelan tersebut dinamakan Sekaten, yang asal katanya dari syahadat atau syahadatain (dua kalimat syahadat).

Perlengkapan gamelan milik Sunan Gunung Jati berisi tiga gong, bonang, saron, dan lainnya itu disimpan rapi di Museum Pusaka Keraton Kasepuhan Cirebon. Gamelan ini merupakan hadiah dari Sultan Trenggono Demak pada abad ke-15

Hingga saat ini, pihak keraton masih memainkan gamelan pada moment dua kali setahun, dan pertunjukan gamelan ditonton langsung Sultan Kasepuhan Cirebon. “Kita pentaskan di bangunan Mande Karasemen kompleks Siti Hinggil Keraton Kasepuhan setelah salat Idul Fitri dan Idul Adha. Selain itu, gamelan ini difungsikan juga saat menyambut tamu kehormatan,” katanya.

Saat Lebaran, Rabu (5/6), Sultan Cirebon melaksanakan shalat Idul Fitri di Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Area itu dibangun pada abad ke-15 dan termasuk kompleks Keraton Kasepuhan. Dalam perjalanan kembali ke dalam keraton, sultan mampir ke Sitinggil menonton Gamelan Sekaten. Kemudian sultan kembali ke kediamannya. Gamelan dibunyikan dari pagi sampai siang sebagai tradisi.

Keluarga Keraton Kasepuhan Cirebon rutin membersihkan gamelan milik Sunan Gunung Jati setiap bulannya. Proses pencuciannya harus melalui ritual khusus, yakni Tradisi Siraman. “Kita mandikan gamelan ini dengan air kembang. Airnya kita ambil dari Sumur Bandung Dalem Agung Pakungwati. Tujuannya agar gamelan ini bersih dan harum. Tradisi Siraman ini selalu kita lakukan,” katanya. (NDY)

Endy Poerwanto