Ilustrasi: news.unair.ac.id
Oleh : Nur Hidayat
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Menjadi orang bodoh = selamat. Kita tidak ingin nyawa kita pergi sedetikpun. Mau diberi berapa pun uang misalnya, Rp 200 miliar, US$ 2 million, kita tidak mau karena tak ada nyawa cadangan. Penjualnya seorangpun tidak ada.
Al Qur’an dalam Surat Al-A’raf ayat 199 menyinggung soal bagaimana menghadapi orang bodoh. Lantas siapakah yang disebut orang-orang bodoh (al-Jahil) dalam Islam?
Bodoh adalah seseorang yang gemar mengganggu orang lain dengan ucapannya yang menghina, mengejek, dan memfitnah. Orang-orang bodoh semacam ini tidak perlu ditanggapi atau dipedulikan. Jangan biarkan mereka mengisi ruang kehidupan dan pikiran kita.
Dunia terlalu mudah untuk diduduki dengan menanggapi hal-hal semacam itu. Hidup terlalu singkat untuk disia-siakan jika menangani orang bodoh. Misalnya,membalas keburukan dengan keburukan, atau hal-hal lain yang sejenis.
Orang bodoh bukan berarti orang yang tidak berpendidikan. Yang “bergelar doktor pun” bisa menjadi bodoh. Kebodohan tidak berkaitan dengan ijazah. Kaitannya dengan akhlak.
Jika seseorang menuruti hawa nafsunya dan “tidak mengendalikan pikirannya” (kemudian terwujud ke dalam perilaku yang buruk), maka dia lah orang bodoh, meski sudah mengantongi banyak ijazah.
Al Qur’an menunjukkan siapa orang bodoh. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya bertobat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang melakukan kejahatan karena tidak mengerti, kemudian segera bertobat. Tobat mereka itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS An-Nisa ayat 17).
Karena itu, orang bodoh adalah orang yang tidak taat dalam menjalankan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Selama melakukan maksiat, dia bodoh. Kebodohan tentang akhirat, dan kebodohan tentang surga dan neraka, ‘membuatnya jatuh ke dalam maksiat’.
Allah SWT berfirman, “Kemudian, sesungguhnya Tuhan-mu (mengampuni) orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya kemudian mereka bertobat setelah itu dan memperbaiki (dirinya), sungguh, Tuhan-mu setelah itu benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS An-Nahl ayat 119).
Cara hilangkan kebodohan
Syekh Burhanuddin Ibrahim Az-Zarnuji Al-Hanafi menjelaskan, seseorang yang menuntut ilmu harus “bertujuan mengharap ridha Allah”, mencari kebahagiaan di akhirat, menghilangkan kebodohan (dari dirinya sendiri maupun orang lain), menghidupkan agama, melestarikan Islam. “Karena *Islam dapat lestari* kalau pemeluknya berilmu. zuhud dan takwa tidak sah tanpa disertai ilmu,” kata dia.
Syekh Az-Zarnuji menukil perkataan ulama dalam sebuah syair, “Orang alim yang durhaka bahayanya besar, tetapi *orang bodoh yang tekun beribadah* justru lebih besar bahayanya dibandingkan orang alim tadi. Keduanya penyebab fitnah di kalangan umat dan tidak layak dijadikan panutan.”
Saat terlalu sibuk memikirkan hal-hal besar, kita melupakan hal kecil yang sebenarnya dapat memberikan dampak besar. Misalnya menjaga kebugaran agar otak dapat berfungsi secara maksimal.
Mungkin Anda pintar, punya nilai akademik di atas rata-rata. Namun terkadang Anda bisa tampak bodoh. Menghilangkan kebiasaan yang menyebabkan kebodohan tersebut akan lebih bermanfaat untuk meningkatkan kecerdasan. Alih-alih mengikuti kursus matematika atau membuat daftar 100 buku yang akan dibaca tahun ini.
Kiat menghindari kebodohan
Berikut beberapa hal yang tanpa disadari, bisa jadi menjadi penyebab Anda tampak bodoh, atau bahkan bertindak bodoh yang membahayakan diri sendiri dan orang lain. Menghindarinya, akan lebih bijak;
1.Kurang tidur. Jika Anda sering menunda waktu tidur karena menonton film favorit atau membalas beberapa pesan masuk (yang akhirnya sering berakhir dengan berselancar di internet), sebaiknya hentikan segera.
Dilansir dari Psyblog, otak yang mengantuk dan lelah harus bekerja lebih keras, sementara ingatan jangka pendek dan jangka panjang memburuk. Kita jadi sulit memusatkan perhatian dan membuat perencanaan. Kurang tidur tidak hanya akan membuat kita menjadi lebih bodoh, tetapi juga “menjadi tidak berwibawa”.
2.Terlalu banyak gula. Menurut jurnal Neurology , orang yang fisik sehat, (tetapi berkadar gula tinggi), memiliki masalah dengan kinerja otak. Daya ingatnya berkurang.
Penelitian menyimpulkan tanpa mengalami diabetes type 2 (atau terganggunya toleransi tubuh terhadap gula), kadar gula tinggi berdampak negatif terhadap *kemampuan kognitif*. Khususnya pada bagian otak (yang relevan dengan proses belajar).
3.Multitasking. Mengerjakan beberapa kegiatan dalam satu waktu dapat mengganggu kinerja otak. Terutama pada pusat emosi dan kognitif. Yang melibatkan empati dan pengambilan keputusan. Menggunakan laptop, telepon dan alat-alat lain, secara bersamaan, atau menyetir sambil sambil menelpon beresiko mengalami kecelakaan
Multitasking juga termasuk kegiatan mendengarkan musik, sambil bermain video game. Juga berbicara di telepon atau membaca koran dengan televisi dalam keadaan menyala. Studi yang perlu pendalaman ini selaras dengan studi-studi sebelumnya, bahwa multitasking berhubungan dengan masalah emosi, seperti gelisah atau depresi.
4.Diet tinggi lemak. Fleksibilitas kognitif merupakan kemampuan menyesuaikan dan beradaptasi dengan perubahan situasi. Kita tidak dapat segera menemukan jalan alternatif untuk menuju rumah atau kantor, ketika jalan yang biasa kita lalui ditutup karena terjadi sesuatu.
Diet yang terlalu ketat untuk konsumsi lemak dapat mengganggu kemampuan berpikir secara fleksibel, atau fleksibilitas kognitif pada otak.
5.Bergantung pada mesin pencari di internet. Menurut riset yang dilakukan Matthew Fisher, ketergantungan pada mesin pencari membuat kita merasa lebih tahu banyak daripada keadaan sebenarnya. Membuat kita merasa lebih pintar, sekalipun hasil pencarian tidak sepenuhnya menjelaskan apa yang kita cari.
Karena itu, ketika kita tidak dapat mengakses mesin pencari, apa yang kita ketahui tentang sesuatu itu menjadi tidak akurat, dan menunjukkan betapa besar ketergantungan kita pada internet. Kita jadi melupakan sumber informasi lain yang juga tak kalah penting.
6.Sok tahu. Seringkali, orang yang mengklaim tahu banyak, ternyata tidak tahu apa-apa, atau pengetahuannya tidak sebanyak yang digembar-gemborkan.
Peneliti tentang hal ini memberi contoh, “Semakin percaya seseorang tentang isu keuangan secara umum, mereka akan semakin mudah terjebak istilah dalam keuangan yang belum tentu benar”.
Pola yang sama ditemukan di bidang biologi, sastra, filsafat dan geografi. Dilansir di jurnal Psychological Science (2015) menyatakan *tak mudah menebak seberapa dalam* pengetahuan seseorang. Khususnya mereka (yang percaya punya pengetahuan) tentang sesuatu.
Tidak berlaku sebaliknya. Merasa tidak tahu apa-apa tidak berarti dia ahli bidang tertentu. Paling tidak, belum ditemukan hasil penelitian yang menjawab hipotesis tersebut.
7.Kelelahan. Menurut riset Dr. Ranjana Mehta, fatigue disebabkan stres mental dan fisik: menyebabkan penurunan fungsi area otak yang digunakan *untuk perencanaan dan kontrol*.
Penulis adalah: Senior journalist, pemerhati pariwisata & Free Individual traveler