NASIONAL

BI: Pariwisata Bisa Tumbuh Tanpa Nunggu Depresiasi Rupiah

JAKARTA, bisniswisata.co.id: ‎Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia (BI), Aida Budiman menegaskan ‎ukuran mahal atau murah untuk sebuah biaya wisata menjadi suatu hal yang relatif bagi masing-masing wisatawan. Namun yang lebih ditekankan oleh BI dan pemerintah yaitu bagaimana membangun sektor pariwisata yang berkelanjutan.

“Sebetulnya kalau bicara nilai tukar, kita bicara harga itu relatif sehingga short term. Jadi yang kami lakukan meningkatkan daya saing. Sehingga kita enggak bergantung ke nilai tukar. Kalau lagi depresiasi, kita hanya fokus dorong pariwisata, tidak seperti itu,” kata Budiman seperti dilansir laman Liputan6, Selasa (28/08/2018).

Budiman mengemukakan hal itu seiring dengan pernyataan Ketua Tim Pokja Percepatan Pembangunan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Kementerian Pariwisata, Hiramsyah Thaib yang memanfaatkan pelemahan nilai tukar rupiah untuk menggenjot sektor pariwisata di Indonesia. Pasalnya, dengan nilai tukar rupiah seperti saat ini, biaya berwisata di Indonesia bagi wisatawan mancanegara (wisman) menjadi lebih murah.

“Pelemahan rupiah yang terjadi sebenarnya bisa menjadi hal yang positif bagi pariwisata, khususnya untuk menarik wisman untuk datang ke Indonesia. Jadi soal depresiasi rupiah, ini bisa dimanfaatkan sektor pariwisata. Ini kami genjot promosi karena dengan ini biaya wisata ke Indonesia menjadi lebih murah,” ujar dia di Yogyakarta, Selasa (28/8/2018).

Budiman melanjutkan, Bank Indonesia sangat mendukung penguatan tiga aspek yang dilakukan pemerintah yaitu atraksi, aksesibilitas dan amenitas (3A). Dengan demikian, sektor pariwisata bisa tumbuh tanpa harus menunggu depresiasi rupiah.

“Makanya yang kita lakukan adalah tingkatkan daya saing pariwisata supaya kita tidak tergantung pada nilai tukar. Kita ingin tingkatkan daya saing pariwisata yang lebih bagus lagi. Kita punya Borobudur, bagaimana caranya jual ini seperti Angkor Wat (Kamboja). Bagaimana tingkatkan aksesibilitas, sehinga orang kenal dan senang datang ke Indonesia,” tandas dia.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak melemah pada perdagangan Selasa ini. Mengutip Bloomberg, Selasa (28/8/2018), rupiah dibuka di angka 14.607 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.620 per dolar AS. Namun sesaat kemudian, rupiah melemah ke angka 14.614 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang, rupiah bergerak di kisaran 14.607 per dolar AS hingga 14.615 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 7,81 persen. Berdasarkan Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.614 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan pada hari sebelumnya yang ada di angka 14.610 per dolar AS.

Global Head of Currency Strategy & Market Research FXTM Jameel Ahmad menjelaskan, ada sentimen bervariasi terhadap dolar AS pada awal pekan perdagangan ini. Rupiah sempat menguat dan menyebar ke wilayah sekitar, baht Thailand dan ringgit Malaysia juga menguat.

Namun kemudian, dolar AS menguat terhadap Euro, Pound, dan Dolar Australia sehingga kembali menekan mata yang di Asia, termasuk rupiah. “Mata uang AS ini secara umum menguat terhadap mata uang Eropa, Timur Tengah, dan Afrika di saat semua perhatian tertuju pada lira ketika pasar Turki kembali buka pasca libur satu pekan penuh,” jelas dia. (EP)

Endy Poerwanto