DALAM situasi dan kondisi perekonomian gemerlap mau pun saat krisis, mata kepariwisataan dunia masih tetap mengarah ke Bali. Saat bulan lalu diumumkan pembukaan border, — jika sukses menyusul Riau –, pasar berancang- ancang segera mabur ke Bali.
Sayangnya sampai memasuki bulan November, bersamaan dengan perayaan Galungan dan Kuningan di Bali, belum ada “jembatan penghubung” yang bisa digunakan. Perayaan Galungan dan Kuningan bagi sejumlah pasar adalah festival budaya khas Hindu Bali yang tidak ada di belahan bumi lainnya.
“Negara kami sudah terbuka, kami sudah bisa melakukan perjalanan ke luar negeri. Sangat rindu Bali saat Galungan dan Kuningan, pesta makanan khas yang hanya ada di Bali. Namun sampai saat ini kami belum menemukan airlines dari 19 negara yang telah dibuka itu yang bisa mengantar kami ke Bali. Dan sekarang sudah sangat terlambat, jika kami terbang dari Doha atau negara lain. Dan apakah diperkenan kan? “
Ungkap seorang pembaca dalam e-letter nya ke Redaksi.
Ya, hari ini Rabu 10 November adalah perayaan Galungan bagi umat Hindu dan 10 hari kemudian perayaan Kuningan. Bagi wisatawan minat khusus tradisi dan kebudayaan periode Galungan dan Kuningan memberikan pencerahan istimewa bagi mereka. Dalam situasi normal repeater guest dimasa Galungan dan Kuningan mencapai angka 70 persen. Ungkap General Manager sebuah resort di Pemuteran, Bali Ura yang sekarang di rumahkan akibat pandemic.
Pada perayaan Galungan dan Kuningan masa pandemic ini, pihak Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali bersama Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali meminta umat Hindu yang ada di desa adat seluruh Bali untuk mengimplementasikan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali. Dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dengan tujuan untuk mensejahterakan ekonomi masyarakat Bali hingga mewujudkan alam Bali bersih dari ancaman sampah plastik.
Petajuh MDA Bidang Agama, Seni, Budaya, Tradisi dan Kearifan Lokal, Gusti Made Ngurah mengatakan hari suci Galungan dan Kuningan menjadi momentum untuk memanfaatkan buah hingga hasil pertanian lokal Bali sebagai sarana persembahan. Dan, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, dimulai dari tidak menggunakan plastik saat ‘nunas tirta’ dan sebagai tempat canang, hingga banten di Pura.
“Masyarakat dimohonkan mulai sadar akan dampak negatif bagi penggunaan plastik, baik berdampak terhadap pencemaran lingkungan atau pun lainnya. Hari suci Galungan dan Kuningan kali ini, ada perubahan perilaku masyarakat kearah yang lebih baik khususnya dalam penerapan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai,” jelasnya.
Harapan senada juga disampaikan Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si , implementasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali, tidak saja bisa membantu perekonomian para petani Bali dan uangnya juga beredar untuk umat Hindu di Bali.
“Lebih dari itu, tanaman yang menghasilkan buah lokal Bali telah melalui serangkaian upacara pada saat hari raya Tumpek Pengatag ( Tumpek Uduh), sehingga buah lokal Bali sebelum dimanfaatkan, secara tradisi dan keagaaman Hindu di Bali sudah menjalani proses penyucian dengan harapan tanaman tersebut subur, dan menghasilkan buah yang berkualitas,” ujar Rektor UHN Bagus Sugriwa.
Hindu di Bali diakui memang unik, contoh dari sebulir benih padi menjadi hamparan tanaman padi siap panen menjalani 35 ritual, upakara. Menurut sejumlah penggiat spiritual asal Eropa, perlakuan tersebut memberikan pibrasi positip.
Selamat merayakan Galungan dan Kuningan, damai, sejahtera bagi semua ciptaanNya. *