Kushariadi, 73 tahun, gemar melakukan budidaya Anggrek ( foto: dok. pribadi)
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Jika situasi sudah normal dan dunia terbebas dari wabah virus Corona, masyarakat Indonesia tetap ingin berwisata. Kemana tujuan wisatanya kala melakukan wisata domestik ?. Ternyata mereka yang berusia 55 tahun ke atas atau disebut warga senior memilih desa wisata sebagai tujuan wisatanya.
Hasi survey cepat yang diselenggarakan oleh MarkPlus sebelum menyelenggarakan Webinar MarkPlus Industry Roundtable Tourism and Hospitality Perspective, April lalu, yang diikuti 620 peserta menunjukkan 38% responden usia 55 tahun setelah pandemi global berakhir pilih wisata ke desa dan tinggal di homestay desa wisata.
Kushariadi, 73 tahun, misalnya memilih ingin ke desa wisata dan tinggal di homestay setempat karena hobinya bercocok tanam dan melakukan budidaya tanaman anggrek dan desa wisata tempat yang cocok untuk melakukan aktivitasnya.
Oleh karena itu pihaknya berharap bisa ke Desa Wisata Pentingsari, Yogyakarta misalnya, yang memiliki tempat pelatihan budidaya tanaman bahan jamu untuk di budidayakan di halaman rumah. Dia juga senang melihat video-video budidaya ketahanan pangan yang cocok untuk situasi hidup di tengah pandemi Corona ( COVID-19).
“Ke desa wisata pergi sama istri atau sama komunitas juga asyik. Saya punya komunitas namanya Pemangku singkatan dari Penggemar Angkutan Umum jadi jika kami kumpul-kumpul di obyek wisata datangnya pakai kendaraan umum saja,” kata Kushariadi, kakek tiga cucu ini.
Tinggal di homestay yang ada di desa wisata, menikmati alam pedesaan bersama teman komunitas bisa tinggal sampai 7 hari lamanya karena kegiatannya saling bertukar pikiran, minum wedang kopi, teh tubruk ditemani makanan kecil khas pedesaan yang menyehatkan dan banyak yang serba rebus sambil latihan budidaya tanaman.
Kebetulan komunitas alumni SMAN 6 Jakarta angkatan tahun 1966 ini pernah kursus pertamanan sehingga mahir melakukan budidaya buah dan bunga. Di rumahnya di kawasan Sektor 4 Bintaro Jaya banyak ditanami pohon anggrek dan tanaman hias lainnya.
“Kalau tanaman hias agak sulit berkembang apalagi dijadikan bisnis. Tapi kalau pohon mpon-mpon seperti kunyit, jahe, temulawak untuk bahan jamu justru bisa jadi produk unggulan desa wisata. Kita bisa belajar mulai dari cara tanam serta olahannya karena saat pandemi dibutuhkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh,” kata Kushariadi yang kini berusia 73 tahun.
Menyinggung soal balai latihan pertamanan, di Lembang, Jawa Barat, Kushariadi mengatakan ada kursus gratis termasuk pemondokannya di Cikole. Namun untuk usia 70 tahun ke atas harus ada surat sehat dari dokter. Kushariadi menilai bagi warga senior yang suka tanaman, keberadaan balai latihan perlu diperbanyak.
“Kegiatan teori 30 % dan praktek 70%, saya sangat berminat untuk ikut namun karena ada wabah program itu ditangguhkan dulu sampai keadaan aman. Pelatihan ini akan sangat baik bahkan untuk pemasukan uang disaat usia pensiun,” ungkapnya.
Pemerintah harusnya memperbanyak tempat pelatihan budidaya tanaman ini karena dari 5000 pendaftar yang bisa difasilitasi hanya 100 orang. Konon, ujarnya, ada juga budidaya ikan, unggas ternak sapi & kambing serta bimbingan rohani.
Bagi warga senior, jika pelatihan-pelatihan dilakukan di desa-desa wisata yang ada juga akan sangat bernuansa pemberdayaan yang kuat. Memberdayakan petani desa sebagai trainer, memberdayakan warga senior juga menggerakkan ekonomi desa.
Soal penyandang dana bisa pemerintah dari berbagai instansi, berbagai perusahaan melalui program CSR dan juga perbankan terutama bank BTPN yang mengelola dana pensiun maupun Yayasan Dana Pensiun dari berbagai perusahaan di tanah air.
Desa dongkrak popularitas negara
Evy Indahwaty, CEO Radana Finance juga termasuk yang merindukan untuk bisa berwisata pasca pandemi global ini. Selain aktif bekerja, wanita kelahiran Jember, Jawa Timur ini menjadikan wisata salah satu cara untuk refreshing bersama keluarga.
Saat melakukan perjalanan dinas di dalam dan luar negri, dia juga enjoy dan menikmati tempat-tempat wisata yang ada ternasuk ke desa wisata. Oleh karena itu saat di luar negri seperti ke Belanda dia sangat menikmati alam pedesaannya seperti di Volendam. Desa nelayan inilah yang justru mendongkrak popularitas negara Belanda.
“Sekitar 30 menit dari Amsterdam di tepi danau IJsselmeer, ada desa kecil namanya Volendam. Desa nelayan ini terkenal dengan pelabuhannya yang indah, pasar ikan dan pakaian traditional Belanda. Desa ini terkenal sekali sampai-sampai ada anggapan belum sah ke Belanda kalau tidak berfoto mengenakan kostum ala nelayan itu,” kata Evy membuka percakapan.
Di Indonesia, desa wisata yang tersebar di berbagai provinsi, terutama kabupaten kota punya potensi untuk menjadi desa wisata dimana turis yang datang bisa mengenakan kostum setempat, kuliner maupun membawa souvenir khas daerah itu.
Belajar dari popularitas desa,Volendam yang sangat terkenal itu maka potensi desa wisata di tanah air juga sangat besar untuk dikembangkan ditiap daerah sesuai karakternya masing-masing sehingga tidak melupakan jati diri sebagai desa yang lebih kuat , sebagai komunitas sosial dan budayanya.
Wanita yang setiap tahun dibanjiri berbagai macam penghargaan atas prestasi kerja maupun perusahaan yang dipimpinnya ini mengaku suka mengunjungi desa wisata di Tanah Air terutama di P. Jawa disamping Bali. Untuk di luar negri dia juga suka dengan desa-desa wisata di Eropa dan terutama Jepang yang melestarikan budayanya dengan baik.
Evy yang kerap berwisata ke negara-negara Asia, Eropa Barat, Eropa Timur hingga Amerika bukan hanya menikmati keindahan alam tapi juga banyak menyerap cara-cara desa wisata menerima tamu, menjamu tamu dengan wisata kuliner secara tradisional serta menyediakan souvenir khasnya.
” Biasanya saya pergi bersama keluarga dan jika bersama komunitas untuk reuni, kangen-kangenan sambil berwisata,” kata Evy bersemangat.
Kelar COVID-19, dia berharap pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lebih siap dengan infrastruktur ke obyek wisata dan terintegrasi dengan baik sehingga obyek wisata mudah dicapainya.
” Jangan lupa untuk fokus pada SDM setempat jadi saat turis datang ke obyek wisata termasuk kunjungan ke desa wisata maka pihak pengelola sudah ada standard operational procedure ( SOP) menerima tamunya bagaimana karena ke depan faktor kebersihan paling utama,”
Bruriadi Kusuma yang akrab disapa Broer, kelahiran Jakarta tahun 1935 yang kini sudah berusia 85 tahun setuju sekali untuk menggalakkan wisata domestik pasca pandemi virus Corona dan untuk traveler seusianya memang desa wisata menjadi tujuan menarik.
“Karena sudah sepuh saya mau ke desa wisata di Jawa Barat, Bali dan Sumatra Barat saja. Pokoknya yang aksesnya mudah terjangkau karena faktor usia nih. Waktu masih muda blusukan ke pedalaman Kalimantan Timur, Barat dan pelosok negri lainnya juga saya datangi,” katanya tergelak.
Broer dan istri dikenal sebagai seorang pengelana karena sudah mendatangi 176 negara merdeka ditambah puluhan daerah teritori dan koloni di seluruh dunia. Selain memang hobi traveling, pria yang juga pendiri PT Pakubumi Semesta ini selama 25 tahun terakhir banyak membukukan laporan perjalanannya ini.
” Kami berpengalaman tinggal di homestay desa wisata di Islandia, sebuah negara Nordik yang terletak di sebelah barat laut Eropa dan sebelah utara Samudera Atlantik. Kami juga pernah tinggal di homestay di Afrika Selatan dan di Jepang, ” katanya
Pengalaman tinggal di homestay benar-benar pengalaman yang mengesankan karena tamu menyatu dan berinteraksi dengan masyarakat lokal, belajar budaya mereka secara langsung dan mencicipi makanan tradisionalnya.
Selama berkelana di luar negri, B. Kusuma banyak ditemani istrinya, sedangkan untuk berwisata bersama komunitasnya seperti Indonesia Tourism Senior Club ( ITSC) dan komunitas Dharma Wulan yang didirikan bersama rekan-rekannya dia selalu berpartisipasi aktif pula.
Komunitas Wulan adalah singkatan dari Warga Lanjut Usia sehingga Dharma Wulan adalah komunitas yang memperjuangkan warga usia lanjut Indonesia agar lebih mandiri, terhormat dan bermakna.
Menurut Broer Kusuma, desa wisata di Indonesia sebaiknya dikembangkan supaya bersih terutama memiliki sanitasi yang baik. Keberadaan desa wisata selain untuk mempertahankan tradisi, budaya dan gaya hidup warga setempat juga untuk menikmati pemandangan yang asri sehingga sudah sepantasnya desa wisata menjadi tujuan wisata semua umur bukan hanya warga senior.
” Desa wisata justru menjadi kekuatan daya saing pariwisata Indonesia karena kekayaan negara kepulauan dengan beragam suku bangsa menjadi keunikan tersendiri yang menarik kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara,” katanya menutup pembicaraan.