HILDA'S NOTE

Wabah Penyakit dalam Sejarah Islam &  Social Distancing Ajaran Rasullulah SAW

Warga China menerapkan social distancing, menikmati  semangkuk mie dengan berjauhan, tanpa interaksi dengan warga lain. 

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Akhir Pekan lalu muncul foto di Whatsapp Messenger ( WA) Group foto kemacetan panjang kawasan Puncak, Bogor akibat membludaknya wisatawan yang ingin berlibur imbas dari penutupan sejumlah lokasi wisata di Jakarta yang ternyata tidak benar alias hoax.

“Jalur puncak tidak ada peningkatan yang berarti, berita yang beredar tentang Jalur Puncak diserbu adalah tidak benar,” kata Kasatlantas Polres Bogor AKP Fadli Amri, dikonfirmasi, Minggu.

Arus lalu lintas normal saja dan masih kondusif dan untuk informasi resmi arus lalu lintas di Kabupaten Bogor khususnya Jalur Puncak, masyarakat bisa melihatnya di akun Instagram @tmcpolresbogor supaya tidak terkecoh berita hoax, pesannya.

Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menutup sejumlah lokasi wisata yang dikelola Pemprov seperti Ancol, Ragunan dan museum di wilayahnya mulai Sabtu, 14 Maret 2020. Bagi para buzzer politik, rupanya kebijakan Anies jadi momen untuk menyudutkannya.

Selain memojokkan Anies, ulah para buzzer itu juga mencoreng wajah warga Indonesia yang seolah tidak patuh dan menganggap sepele himbauan pemerintah yang mulai hari ini 16 Maret 2020  meliburkan anak sekolah, kampus bahkan kantor-kantor untuk belajar dan bekerja secara online guna pencegahan masif virus Covid-19.

Masih dari medsos, beredar pula foto-foto mulai pulihnya ekonomi di China, dimana warga tengah menikmati mangkuk mie dan teko minumannya dengan duduk berjejer rapi tapi berjauhan satu sama lainnya mencegah interaksi di keramaian yang sibuk diulas di WA sebagai social distancing.

Hari-hari belakangan pemerintah DKI Jakarta memang meminta warganya melakukan jaga jarak dengan orang lain karena penularan terjadi akibat interaksi orang ke orang. Oleh karena itu warga harus melakukan social distancing measure pada hari-hari ke depan agar tak terinveksi melalui interaksi sosial.

Warga Jakarta harus mengurangi aktivitas di luar rumah, menghindar tempat-tempat keramaian dan kontak fisik dengan orang lain hingga pergi ke luar kota mencegah penyebaran virus Covid-19.

Pandemi global ini per 15 Maret 2020, jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia mencapai 117 orang. Dari jumlah itu, lima kasus di antaranya meninggal dan 8 lainnya dinyatakan negatif atau sembuh.

Jika dihitung tingkat kematiannya (death rate) maka Indonesia berada di angka 4,27 persen atau berada di atas tingkat kematian global sebesar 3,72 persen per 15 Maret 2020. Sementara tingkat kesembuhan berada di angka 6,83 persen. Cukup jauh di bawah tingkat kesembuhan global yang berada di angka 46,48 persen.

Secara statistik, Indonesia menempati urutan ketiga dengan tingkat kematian tertinggi. Di peringkat pertama ada Italia dengan 6,81 persen, lalu disusul Iran sebesar 5,19 persen. Cina menempati urutan keempat yakni 3,8 persen. Kendati demikian, jumlah kasus positif di ketiga negara adalah yang tertinggi.

Untunglah Week-end kemarin juga banyak ulasan-ulasan menyejukkan rohani, membeberkan hikmah dibalik musibah yang melanda dunia ini. Seorang teman di Eropa mengajak untuk membuka Alquran dan membahas bagaimana hari ini umat manusia dihadapkan pada masalah bumi ini, sebuah virus/wabah yg tak terlihat. Tapi membuat seisi bumi takut.

Yang membuat semua kekuatan, senjata, dan kesombongan bertekuk lutut, lumpuh, dihadapan kekuasaan Allah SWT. Memang begitulah sunatullahnya, Allah SWT menghancurkan tingginya kesombongan dunia dengan sesuatu yang kecil yaitu virus agar runtuh dengan sehina-hinanya, seperti kisah Raja  Namrud yang mati dengan hina karena seekor lalat. 

Sifat sombong menjadi salah satu sifat yang dibenci oleh Allah SWT. Bahkan, karena sifat itu, seorang raja yang hidup di masa Nabi Ibrahim, yakni Raja Namrud diazab oleh Allah dimuka bumi ini.

Indahnya agama Islam adalah karena semua masalah sudah ada solusinya dan Rasulullah SAW bersama para sahabatnya adalah orang-orang paling berjasa dalam hidup kita. Dalam kebingungan kita hari ini pun akibat Covid-19, mereka semua hadir dengan petunjuknya. Bukan hanya itu, tapi mereka juga hadir membawa kabar gembira untuk kita.

Kisah ini detail diceritakan dalam buku tentang khalifah Umar bin Khattab ra karya Syaikh Ali Ash Shalabi.

Hari itu Khalifah Umar bin Khattab ra bersama para sahabatnya berjalan dari Madinah menuju negeri Syam. Mereka berhenti didaerah perbatasan sebelum memasuki Syam karena mendengar ada wabah Tha’un Amwas yang melanda negeri tersebut. 

Sebuah penyakit menular, benjolan diseluruh tubuh yg akhirnya pecah dan mengakibatkan pendarahan. Abu Ubaidah bin Al Jarrah, seorang yang dikagumi Umar ra, sang Gubernur Syam ketika itu datang ke perbatasan untuk menemui rombongan.

Dialog yang hangat antar para sahabat, apakah mereka masuk atau pulang ke Madinah. Umar yang cerdas meminta saran muhajirin, anshar, dan orang-orang  yang ikut Fathu Makkah. Mereka semua berbeda pendapat.

Bahkan Abu Ubaidah ra menginginkan mereka masuk, dan berkata mengapa engkau lari dari takdir Allah SWT?

Lalu Umar ra menyanggahnya dan bertanya. Jika kamu punya kambing dan ada 2 lahan yang subur maupun kering, kemana akan engkau arahkan kambingmu? Jika ke lahan kering itu adalah takdir Allah, dan jika ke lahan subur itu juga takdir Allah ?

Sesungguhnya dengan kami pulang, kita hanya berpindah dari takdir satu ke takdir yg lain. Akhirnya perbedaan itu berakhir ketika Abdurrahman bin Auf ra mengucapkan hadist Rasulullah SAW.

*Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya* (HR. Bukhari & Muslim)

Akhirnya mereka pun pulang ke Madinah. Umar ra merasa tidak kuasa meninggalkan sahabat yang dikaguminya, Abu Ubaidah ra.. Beliau pun menulis surat untuk mengajaknya ke Madinah. 

Namun  Abu Ubaidah ra memilih hidup bersama rakyatnya dan mati bersama rakyatnya.Umar ra pun menangis membaca surat balasan itu..Dan bertambah tangisnya ketika mendengar Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, Suhail bin Amr, dan sahabat-sagabat mulia lainnya radiyallahuanhum wafat karena wabah Tha’un dinegeri Syam.

Total sekitar 20 ribu orang wafat, hampir separuh penduduk Syam ketika itu. Pada akhirnya, wabah tersebut berhenti ketika sahabat Amr bin Ash ra memimpin Syam.

Kecerdasan beliaulah yang menyelamatkan Syam.Hasil tadabbur beliau dan kedekatan dengan alam ini.Amr bin Ash berkata:

*Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jaga jaraklah dan berpencarlah kalian dengan menempatkan diri di gunung-gunung..* 

Mereka pun berpencar dan menempati gunung-gunung. Wabah pun berhenti layaknya api yang padam karena tidak bisa lagi menemukan bahan yang dibakar. Lalu, belajar dari bagaimana orang-orang terbaik itu bersikap. Maka inilah panduan dan kabar gembira ditengah kesedihan ini untuk kita semua

*Pertama, karantina*

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW diatas,  Maka itulah konsep karantina yang hari ini kita kenal. Mengisolasi daerah yang terkena wabah. Seluruh negara menjalaninya, namun ada negara yang entah darimana mengambil petunjuknya, malah menyuruh orang2 masuk karena dalih ekonomi.

*Kedua, bersabar.* 

Karena Rasulullah SAW bersabda: *Tha’un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum mukminin.* 

Maka, tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah lalu ia menetap dikampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah SWT tetapkan, baginya pahala orang yang mati syahid* (HR. Bukhari dan Ahmad)

Masya Allah, ternyata mati syahid lah balasan itu. sesuatu yang didambakan kaum muslimin. Maka, sabar dan tanamkanlah keyakinan itu. Jika takdir Allah menyapa kita, berharaplah syahid.

*Ketiga, berbaik sangka dan berikhtiarlah.*

Karena Rasulullah SAW bersabda: *Tidaklah Allah SWT menurunkan suatu penyakit kecuali Dia juga yang menurunkan penawarnya* (HR. Bukhari)Umar bin Khattab berikhtiar menghindarinya serta Amr bin Ash berikhtiar menghapusnya.

*Yang keempat, banyak berdoalah.

Dan doa-doa keselamatan itu sudah kita lafadzkan di setiap pagi dan sore: *Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi, say’un fil ardhi walafissamaai wahuwa samiul’alim* (Dengan nama Allah yang apabila disebut, segala sesuatu dibumi dan langit tidak berbahaya. Dialah maha mendengar dan maha mengetahui)

*Barang siapa yang membaca dzikir tersebut tiga kali sehari dipagi dan petang. Maka tidak akan ada bahaya yg memudharatkannya* (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Yang terakhir, sebagaimana solusi dari Amr bin Ash untuk berpencar. Menjaga jarak dari keramaian dan menahan diri untuk tetap di rumah. Cara inilah yang banyak ditiru dunia luar, mereka menyebutnya social distancing. 

Semua solusi itu sudah ada, solusi langit dan bumi. Solusi pertama dan terakhiri adalah dengan ikhtiar  karantina & menjaga diri dari keramaian atau social distancing.

Selama ini social distancing sudah dilakukan bahkan oleh orang-orang didunia barat. Namun sayangnya, mereka tak semua punya solusi langit. Yaitu dengan bersabar, berkeyakinan dan berbaik sangka akan ketetapan Allah.

Akibatnya chaos dan terlambat setelah banyak korban terinveksi. Virus mengingatkan kita bahwa ada yang MAHA  KUASA dan manusia hanyalah mahlukNya yang lemah.Mari kita sikapi datangnya Pandemi Convid-19 ini secara rasional dan terukur, tidak abai tapi juga tidak lebay.

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)