CANGGU, Bali, bisniswisata.co.id: Masih ingat Agustus tahun lalu Ketua Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Denon Prawiraatmadja di lini masa membeberkan strategi pemulihan industri penerbangan di masa pandemi COVID-19.
Dia menjelaskan bahwa bersama stakeholder industri penerbangan melakukan satu konsep kegiatan campaign agar masyarakat kembali terbang, percaya dalam menggunakan transportasi udara nasional.
Denon mengungkapkan, ada hal penting yang harus dilihat dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk terbang yaitu dengan melihat bagaimana pemerintah mengendalikan angka penyebaran COVID-19 sehingga protokol kesehatan bisa dilakukan dengan benar.
Dalam menjalankan campaign ini, INACA bekerja sama dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang memberikan pelayanan bahwa kegiatan penerbangan ini cukup aman bagi kesehatan masyarakat.
Selain itu, mereka juga bekerja sama dengan 20 media untuk dipublikasikan kepada masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan yang ada di bandara, dalam pesawat, hotel, dan semua industri.
Dennon kembali terlibat acara Deklarasi Industri Pariwisata Bergerak yang diinisiasi oleh Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) disaksikan Mas Menteri Parekraf Sandiaga Uno dan wakilnya Mbak Angela Tanoesoedibjo di Balairung Soesilo Soedarman Gedung Sapta Pesona Kemenparekraf / Baparekraf.
Isi dari Deklarasi a.l sejumlah pernyataan bahwa Pariwisata indonesia telah mulai bangkit, setelah dibuat tiarap oleh pandemi Corona dan berbagai disrupsi. Industri pariwisata indonesia yang terdiri dari seluruh asosiasi pariwisata di indonesia lalu menyatakan sebuah deklarasi bersama.
Industri Pariwisata bertekad untuk segera menggerakkan kembali Pariwisata Indonesia, memperkuat perang terhadap COVID -19 yaitu memutus mata rantai penyebaran dengan menerapkan protokol kesehatan dan CHSE.
Tentunya secara konsisten dan bertanggung jawab, mengingat Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai penggerak roda kegiatan perekonomian masyarakat.
Tekad Industri
Industri bertekad menyusun secara komprehensif Tata Niaga Pariwisata Domestik dan Pariwisata Ekonomi Kreatif yang berkualitas dan kolaborasi Industri dengan Kementerian Pariwisata.
Deklarasi ini dikeluarkan di Jakarta, Senin tanggal 19 April 2021 ditandatangani Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia ( GIPI) oleh Didien Junaedy dan 37 Ketua Umum Asosiasi anggota GIPI
Setelah pembacaan Deklarasi, dalam kesempatan yang sama Menteri Sandiaga Salahuddin Uno menyampaikan dukungannya dan berpesan agar disiplin terhadap protokol kesehatan dan CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability) harus diterapkan.
Waktu berlalu dengan cepat, sosialisasi terbang aman efektifkah ?. Seruan Menko Marinves, Luhut Binsar Panjaitan agar Aparatur Sipil Negara ( ASN) kementrian dibawahnya melakukan Work from Bali nampaknya efektif.
Saat terbang ke Bali ( 10/ 6/ 2021 saya yang sudah standby tiga jam sebelum keberangkatan. Habis waktu dua jam di luar gate karena harus antri validasi swab antigent dan melakukan check-in di counter penerbangan.
Pas satu jam sebelum keberangkatan baru bisa duduk manis di Gate 18 Terminal 3 Soetta dan menemukan lebih banyak grup keluarga yang sudah bepergian ke Bali bahkan bersama balita.
Sepintas rute Bali yang mulai pulih dengan aktivitas domestik disamping grup karyawan yang saya temui dari berbagai kementrian BUMN termasuk Telkomsel.
” Berapa persen yang berani terbang ?. Orang seperti bu Hilda yang di era COVID-19 masih terus terbang masih segelintir. Teman-teman saya tetap pilih jalan darat karena COVID-19 itu virus dan belum ada obatnya,” kata Jefrry Budiman, pendiri Bali Mega Wisata ( BMW), biro perjalanan wisara terbesar yang sejak 1988 sudah membangun usaha di Bali.
Keluarganya juga terpapar virus dua orang. Alhamdulilah sekarang mereka sudah sehat. Padahal jaga prokesnya juga bagus, Jeffry yang mengaku kini memilih menjadi petani buah mengatakan sosialisasi terbang tidak cukup.
Semua bisnis terutama pariwisata mengandalkan team work, nerworking, dan jalankan sistem dengan baik. Siklusnya juga mencakup apakah sudah melakukan development ( kreatif/inovatif) dan selalu ada time management yang baik.
” Jadi semua industri yang sudah deklarasi cek apa semua sudah disiapkan dengan baik ?. Jaman COVID -19 begini, CHSE apa semua Kementrian dan lembaga terkait termasuk industri wisatanya sudah menjalankan dengan baik prokes ?,” kata Jeffry balik bertanya.
CHSE adalah singkatan dari Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment (Ramah lingkungan). CHSE mulai diterapkan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia sejak September 2020.
Jleb ! pertanyaan menusuk karena kemarin naik Citilink tidak ada lagi prokes. Satu baris kursi tidak ada lagi yang dikosongkan, semua terisi penuh. Teman yang naik penerbangan plat merah lainnya juga cerita kapasitas kursi yang terisi tidak lagi 50% sudah 70% lebih. Apalagi low cost carrier….hmm buah simalakama banget ya.
Persoalan complex
Wuryastuti Sunario, mantan Managing Director Badan Promosi Pariwisata Indonesia mengatakan saat ini beberapa negara Asia lockdown sedangkan Eropa dan Amerika justru membuka pariwisata dan sekarang lagi menggeliat cepat.
“Saat ini airlines dan airports Amerika bingung, wisatawan membludak tidak bisa ditangani karena musim “mudik”,” ungkapnya.
Menurut Tuti Sunario–sapaannya– masalah yang dihadapi airlines tidak berdiri sendiri. Tentu diperlukan management perusahaan yang baik. Tapi management baikpun tidak bisa hadapi dampak pandemi global terhadap kegiatan bisnis.
” Pariwisata global mendadak berhenti total selama lebih dari setahun. Singapore Airlines boleh dikatakan kurang apa, terpaksa parkirkan 95% dari armadanya. Mungkin sebulan tidak ada aktivitas masih tahan, tapi 1,5 tahun mana tahan?,” tambahnya.
Masalah berikut adalah peraturan prokes baik untuk in flight maupun pre dan post flight. Tidak saja terhadap crew dan pesawat tapi justru pada penumpang yang harus test pcr, vaksin, dan paling parah lamanya karantina di destinasi dan sekembali ke negara asal.
“Karantina dua minggu di destinasi plus dua minggu karantina mandiri masing-masing di hotel atau begitu sampai dirumah. Satu bulan hilang untuk penerbangan 2 jam? Belum biaya ekstra. Siapa tahan ?,” kata Tuti.
Indonesia negara yang luas dan indah jadi bagi industri penerbangan masih ada peluang untuk menggerakkan wisata domestik karena di Singapura tidak ada penerbangan domestik.
“Jadi masalah sangat komplex, masalah yang satu terajut ke sektor yang lain. Oleh karena itu pariwisata setidaknya libatkan 15 instansi terkait, bukan tanggungjawab Kemenparekraf semata,” tegas Tuti.
Pakar komunikasi Hj. Aselina Endang Trihastuti S. I. Kom., MBA – Pendiri PT Widi Wasa Wisesa, Konsultan Hubungan Masyarakat (Public Relations) juga mengatakan hal senada.
“Persoalannya complex, bukan hanya sosialisasi terbangnya, destinasinya yang sudah ditinggalkan sedikitnya 15 bulan juga mesti dipersiapkan dengan baik,” kata Ketua Program Studi Ekonomi Syariah STAIMI (Sekolah Tinggi Agama Islam Minhaajurroosyidiin) Jakarta Timur ini.
Pakar komunikasi yang aktif sebagai anggota International Public Relations ( IPRA) ini mengatakan perusahaan penerbangan harus kerja sama dengan Pemda untuk pengawasan melekat. ( Waskat) CHSE mulai dari pintu masuk bandara Ngurah Rai.
Begitu pula dengan obyek-obyek wisata andalan di Bali terutama tempat kuliner dan tujuan wisata domestik yang di sukai wisatawan nusantara atau domestik.
” Paket wisnus seperti di Singapura, Thailand, Jepang realisasinya sudah ada belum ? Bali kondisi ekonominya parah dan harus sudah dibuka awal Juli 2021 untuk menyelamatkan mata pencarian rakyat,” tandasnya.
Menurut Aselina, Pemda dan industri pariwisata Bali harus kompak. Sosialisasi terbang itu aman harus buat team terpadu satu atap termasuk mengawasi prokes di bandara Ngurah Rai.
Dia berharap pembukaan perbatasan diawali dengan Bali agar gunakan Strategic Marketing Mix. ” Sudahlah fokuskan dulu ke Bali, nanti jaman sudah normal baru ngomong lima destinasi super prioritas. Jangan dibalik, faktanya Bali adalah penyumbang 40% devisa pariwisata kok,”