Renny Djajoesman ( Foto: Tribunnews.com)
Teater Bulungan bangkit lagi setelah 41 tahun mati suri. Lady Rocker Renny Djajoesman tampil sebagai sutradara drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail.
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Usmar Ismail dikenal sebagai Bapak Perfilman Indonesia. Banyak hal ihwal dunia perfilman Indonesia, dikaitkan dengan nama besar Usmar Ismail; Sebut misalnya Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI) di Jakarta.
Hari pertama saat Usmar Ismail muda (sebagai sutradara pertama ber’darah’ Indonesia) memulai syuting film Long March, itulah ihwal hijrahnya pasukan TNI Divisi Siliwangi di awal Revolusi Indonesia, dari Jawa Barat menuju Jogya, yang kini dijadikan Hari Perfilman Nasional (HPN) Indonesia.
Film-film karya Usmar Ismail memang selalu menggetarkan rasa. Namun demikian, mantan perwira TNI AD dan wartawan nasional ini tak cuma meninggalkan jejak karya di dunia film. Selain sebagai penulis skenario film, Usmar Ismail juga dikenal sebagai penulis naskah drama panggung yang tangguh. Satu naskah panggung karya Usmar Ismail adalah drama bertajuk Ayahku Pulang.
Ini naskah realis, drama tragedi satu babak berdurasi sekitar 45 menit. Berkisah ihwal seorang Ibu dengan tiga anak, yang ditinggal minggat suaminya. Duapuluh tahun kemudian, sang suami kembali pulang dalam keadaan tua, papa dan renta. Konflik terjadi. Diantara rindu yang bertalu-talu, ada dendam membakar. Seorang anak menolak kahadiran Sang Ayah.
“Sebuah drama yang pedih. Banyak pesan moral disampaikan Usmar Ismail. Pengalaman berharga yang patut dimiliki keluarga Indonesia,” ungkap Sutradara Renny Djajoesman yang hendak menggelar drama legendaris ini, pada Sabtu sore tanggal 29 Februari 2020, di Auditorium Gelanggang Remaja Jakarta Selatan (GRJS) di Jalan Bulungan, Kebayoran Baru.
“Lho, Mbak Renny Djajoesman jadi sutradara drama panggung? Bukankah ia cuma…Lady Rocker?” tanya heran seorang muda, aktivis kesenian, saat ke telinganya sampai berita bahwa di Warung-nya…Renny sibuk melatih dan men-direct sohib-sohib lamanya main drama.
Benar, Renny Djajoesman adalah penyanyi rock. Bahkan di dekade tahun duaribuan, bersama Achmad Albar, Renny sempat ditabalkan kalangan pers sebagai Raja & Ratu Penyanyi Rock Indonesia. Sejak itu, dunia musik rock seakan identik dengan kiprah Renny di bidang kesenian. Padahal…Renny lebih dari sekadar predikat itu.
Tak banyak yang ‘ngeh, atau barangkali…lupa, bahwa jauh sebelum zaman medsos dan media-online, jauh sebelum namanya ditabalkan sebagai Lady Rocker, Renny adalah seorang pemain drama panggung dan pembaca puisi yang tangguh, yang bahkan oleh almarhum Rendra dan Sutardji Calzoum Bachri pernah disebut sebagai aktris panggung dengan energi dinamit.
Renny memang memulai kiprahnya di dunia kesenian lewat panggung drama. Tahun 1972, saat ia mulai duduk di bangku SMP, ia memilih aktivitas kulikuler di luar jam sekolah dengan menjadi anggota Teater Bulungan yang bermarkas di GR Bulungan.
Renny Djajoesman juga belum lulus SMP ketika menerima penghargaan sebagai Aktris (Muda) Terbaik pada Festival Teater Remaja (FTR) 1974 yang digelar Dewan Kesenian Jakarta. Prestasi ini antara lain berkat aktingnya yang gemilang saat memerankan tokoh Nenek dalam drama Les Chaises karya Eugene Ionesco, yang diterjemahkan WS Rendra sebagai Kereta Kencana.
Kereta Kencana merupakan drama surealis berdurasi 60 menit, berkisah tentang Nenek dan Kakek/Henry (diperankan oleh Mamok Pratomo), masing-masing berusia sekitar 2 abad, dan keduanya saling menyinta. Renny berhasil memerankan sosok Nenek, dan menabalkannya sebagai Akrtis (Muda) Terbaik FTR 1974/1975.
“Saya berlatih dan bermain di panggung GR Bulungan ini bersama Teater Bulungan,” ungkap Renny. Tak cuma di Teater Bulungan, ia pun melebarkan sayap dengan bermain drama bersama Teater Mandiri pimpinan Putu Wijaya, dan bahkan kemudian (bersama Yos Marutha Effendi dan Jose Rizal Manua) tercatat sebagai pendiri Teater Adinda, grup teater untuk anak berusia 7 – 14 tahun,” ungkapnya.
Di Teater Adinda bakat penyutradaraan Renny terasah. Tercatat, Renny berkali-kali menjadi sutradara Teater Adinda dan berhasil mengantar grup teater anak-anak itu menjadi Juara Festival Teater Anak Se-Jakarta selama tiga tahun berturut-turut, 1975-1978.
Tak cuma berakting dan berkiprah di panggung drama, Renny juga dikenal sebagai pembaca puisi yang tangguh. Popularitas ini juga sempat membawanya melenggang-lenggok sebagai model di catwalk, dan lalu…terkenal sebagai penyanyi cadas alias rocker.
Namun begitu, Renny tak pernah ‘lupa kacang pada kulit’. Di antara kesibukannya manggung sebagai penyanyi rock, Renny trus menekuni hobinya membaca puisi dan main drama panggung. Namanya antara lain selalu tercatat sebagai pelakon ataupun kru dalam pertunjukan-pertunjukan drama musikal yang digelar oleh Remy Sylado. Renny juga tak lupa pada Teater Bulungan, wadah aktivitas yang melahirkannya sebagai seniman.
Teater Bulungan lahir di tahun 1971 dengan nama Teater Gelanggang. Dinamakan Teater Gelanggang karena merupakan Pilot Project DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) tentang pembinaan teater remaja. Teater Gelanggang juga merupakan kelompok teater remaja pertama yang dibina, dan pentas di TIM atau Taman Ismail Marzuki.
Posisi atau domisili di Gelanggang Remaja Jakarta Selatan (GRJS) yang beralamat di Jalan Bulungan, maka saat pernas pertama di Teater Arena TIM, Teater Gelanggang lantas diubah namanya menjadi Teater Bulungan.
Teater Bulungan juga merupakan kelompok kegiatan pertama yang lahir dan ,hadir di lingkar GRJS, yang juga akrab disebut sebagai Gelanggang Remaja (GR) Bulungan. Setelah Teater Bulungan, kelompok-kelompok kegiatan remaja lainnya pun bermunculan di GR Bulungan.
Sebut misalnya Kelompok Sastra Bulungan, Sanggar Lukis Garajas, aktivitas tari-menari (tari Sunda, Tari Jawa, Tari Bali), silat, Bina Vokalia, Badan Kerja Pelajar atau BKP, dan Youth Scient Club (Y.Sc.C) Bulungan yang merupakan cikal bakal hadirnya Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) di sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) seluruh Indonesia.
Sekitar 8 tahun berkiprah di dunia teater, bahkan sempat pentas berkeliling Jawa, tahun 1979 Teater Bulungan matisuri, karena para anggotanya sibuk dengan kehidupannya masing-masing. Namun begitu, Renny terus menjalin silaturahim dengan teman-temannya sealmamaternya di Teater Bulungan.
Renny juga sangat antusias saat Komunitas Seni Bulungan (KSB) – wadah organisasi nirlaba dan non-politik dari para pekerja seni dan wartawan yang jadi aktivis GR Bulungan tahun 1971 – 2010, menggagas bangkitnya Teater Bulungan, antara lain dengan merancang pergelaran (insyaallah akan berkeliling ke berbagai kota) membawakan drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail.
“OK, gue setuju…!” kata Renny Djayoesman saat teman-temannya di KSB mendapuknya sebagai sutradara dari produk bangkitnya Teater Bulungan setelah 41 tahun mati suri. Silakan datang menonton. Kita rayakan lagi persaudaraan kita di dunia teater, ” kata Renny.
Dia juga mengingatkan pada 29 Febuari 2020, pagi harinya sebelum pentas Ayahku Pulang, KSB juga menggelar Workshop Jurnalistik Bagi Pegiat Medsos dan Media Online. Ada Yudhistira ANM Masardi (mantan wartawan Majalah Tempo dan Majalah Gatra, Sastrawan, Pendiri dan Pengelola Sekolah Batutis Al Ilmi) yang akan kasih kiat “Bagaimana Menulis Features”.
Hilda Ansariah Sabri (Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat, mantan wartawan Harian Bisnis Indonesia, pendiri dan pengelola media online www. bisniswisata.co.id) akan memberikan info ihwal perlunya faham “Rumus 5W+1H.
Sementara Cakti Prawirabishma (pemuda milenial alumni Fakultas Film Institut Kesenian Jakarta, fotografer lepas untuk music personalities a.l The Adams dan Erwin Gautawa, CEO Rumah Produksi Djagoeng Manis) yang akan kasih tip “Maksimalkan HP-mu!” serta ada Heryus Saputro akan kasih trik “Bagaimana Menjangkau Obyek”. Seru pokoknya…!” kata Renny.
Kegiatan edukasi yang dilakukan oleh KSB maupun pementasan teater diharapkan mengundang penonton dari berbagai wilayah Jabodetabek. ” Nantinya seperti Singapura, bisnis pertunjukkannya mendatangkan penonton dari Indonesia dan negri jiran lainnya. Ke depan pertunjukkan teater juga harus bisa menjaring wisatawan lokal maupun mancanegara,” tambahnya.