SOSOK

Raysoeli Moeloek: Yuk Berlomba-lomba Berbuat Kebaikan

      Raysoeli Moeloek ( Foto ; Jasa Ferrie Pratama)

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Apa yang istimewa dari perusahaan berumur panjang atau disebut The living Company), tanya Raysoeli Moeloek, Founder PT Jasa Ferrie Pratama ( JFP),  perusahaan jasa arsitektur yang tahun 2019 lalu genap berusia 50 tahun.

Semua karyawannya bekerja dalam tim dan bahagia melakukan tugasnya. ” Perusahaan yang hidup terus karena sejak awal berdiri,  saya sebagai pendiri percaya penuh dengan tugas-tugas yang saya berikan pada tim kerja yang membangun usaha ini,”  ungkapnya.

Menanamkan rasa memiliki dan memberikan kepercayaan penuh memang tidak mudah namun akan terlihat di setiap angkatan atau generasi siapa yang mampu menjadi bintang dan membuat klien puas dengan hasil kerja tim Jasa Ferrie Pratama, tambahnya.

Terbukti dari tahun ke tahun kepuasan klien membawa kembali JFP mendapatkan kepercayaan untuk mengerjakan proyek-proyek pembangunan gedung-gedung industri dan pendudikan di Jakarta hingga berbagai daerah.

Berlomba-lomba menanamkan kebaikan atau do your best dalam setiap pekerjaan yang ditangani adalah kunci terbaik dalam menjalankan jasa firma arsitektur ini sehingga membentuk reputasi dan citra diri, ungkapnya saat berjumpa di Pacific Place beberapa waktu lalu.

Berlomba-lomba dalam kebaikan atau Fastabiqul Khoirot, Alquran: Surat Al Baqarah ayat 148 menjadi panduan hidup yang dicontohkan ayahanda tercinta Abdul Moeloek,”

Ayahnya, Abdul Moeloek, pria asal Padang Panjang, Sumatra Barat adalah Tokoh Kesehatan Masyarakat Lampung. Namanya diabadikan menjadi nama sebuah rumah sakit di kota Bandar Lampung, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Abdul Moeloek, lulusan Stovia yang mendapatkan gelar dokter dari perguruan tinggi tersebut pada tahun 1932. 

” Pada masa pendudukan Jepang, keluarga kami berpindah-pindah tempat dari Semarang ke Desa Winong, kota Liwa,  Lampung untuk menghindari misi pembunuhan para intelektual Indonesia yang dilakukan pemerintahan pendudukan Jepang,” kata Raysoeli mengenang masa kecilnya.

Masih lekat dalam ingatan, kalimat Fastabiqul Khoirot atau berlomba-lomba berbuat kebaikan itu kerap dipraktekan ayahnya dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu  masyarakat di desa-desa.

“Naik turun gerobak sapi menjadi dokter keliling desa di Liwa, mengobati masyarakat yang sakit dikerjakan oleh ayah saya dengan senang hati. Saya sering mendampingi ayah mengobati pasien, berkunjung dari rumah ke rumah tanpa meminta imbalan,” ujarnya.

Sementara dari sang ibu, Poeti Alam Naisjah, wanita asal Solok, Sumatra Barat, Raysoeli melihat kesungguhan sang ibu untuk menjadi guru bagi lima anaknya dan masyarakat sekitar. Memberantas buta huruf dan mencerdaskan anak-anak untuk mendapat pendidikan yang layak menjadi perjuangan tersendiri yang dilakukan sang ibu di tanah perantauan.

Seperti sang ayah, ibunya juga menjadi wanita aktif di berbagai organisasi masyarakat, menggagas pendirian sekolah-sekolah, menjadi anggota DPRD Lampung, namun tetap sukses mencetak anak-anak cerdas karena dua adiknya adalah Faried Anfasa Moeloek yang pernah menjadi menteri kesehatan Indonesia dan Nukman Moeloek, adalah seorang pakar andrologi dan guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

” Saya dan saudara-saudara bisa terus mendapat pendidikan sejak kecil karena kegigihan beliau agar kami tetap belajar di tengah pengungsian dan uberan tentara Jepang karena kedua orangtua saya adalah kaum intelektual yang paling dicari musuh,”

Kondisi demikian tidak menggoyahkan ayah bundanya untuk berhenti membantu umat. Di sadari atau tidak Raysoeli banyak belajar dari sikap mulia orangtuanya. Kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal saleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku di mana pun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. 

Tak heran, sejak kecil sudah tertanam dalam diri Raysoeli bahwa semakin banyak perbuatan baik yang dilakukannya maka akan semakin mulia harkat dan martabat seseorang di hadapan Allah SWT. 

Itulah sebabnya setelah masa Kemerdekaan RI dan meneruskan sekolah di Jakarta hingga ke ITB, Raysoeli mengaku orientasinya adalah melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat untuk kesejahteraan umat manusia.

Ke Amerika

Sempat kerja di Caltex Rumbai dan Dumai setelah lulus sebagai Arsitek, panggilan kampus ITB untuk melanjutkan kuliah S2 ke Amerika Serikat langsung disambutnya dengan semangat. Alhasil kuliah yang dipatok selama dua tahun bisa diselesaikan dalam 1,2 tahun saja.

Sisa waktunya digunakan untuk bekerja terutama di proyek-proyek pemerintah AS karena sponsornya dari USAID. Sebagai master di bidang urban design, Raysoeli berpindah-pindah kota dari Washington, Puerto Rico, Virgin Island hingga ke Chicago mengikuti penugasan dari pemerintah AS.

“Selama tiga tahun di Amerika Serikat, saya banyak mengerjakan proyek Urban Development Centre dan mendapat gelar sebagai warga kehormatan di Elk Grove Village, Illionis, Chicago pada tahun 1965,” kata Raysoeli

Dia menjadi satu-satunya orang Indonesia yang mendapat penghargaan itu karena karya-karyanya dalam membangun masterplan urban design kota. Elk Grove Village adalah salah satu dari 29 kota di Cook County, Illinois, AS.

Penghargaan yang diterimanya itu tak lepas dari kepiawaiannya mengasah sisi otak kanannya terutama dalam hal kreativitas, selera seni, imajinasi, intuisi dari profesinya sebagai arsitek yang sehari-hari memadukan teknik, seni keindahan dan fungsi bangunan.

Bidang jasa yang ditekuninya ini juga membuatnya sadar agar selalu menyediakan waktu untuk terus belajar, menyesuaikan diri dengan kemajuan tekhnologi, desain bahkan perkembangan bahan bangunan.

 “Gunakan waktu untuk berfikir kreatif karena yang kita butuhkan bukan sekedar kerja keras tapi kerja pintar dan memberikan solusi bagi klien sehingga seorang arsitek memang dituntut untuk berfikir kreatif,” ungkapnya.

Untuk motivasi diri maupun tim kerja, Raysoeli selalu mengacu pada ekspektasi yang tinggi seperti slogan If Better can be achieve, good is not enough, kalau bisa mencapai yang lebih baik maka kerja baik saja tidak cukup, tambahnya.Motto itu masih sejalan dengan ajaran agama Islam yang dianutnya yaitu Fastabiqul Khoirot. 

Sebagai pendiri PT Jasa Ferrie Pratama ( JFP) yang berusia 50 tahun dan memimpin anak perusahaan PT Inti Karya Persada Tekhnik ( IKPT) selama 28 tahun,  hubungan baik antar manusia ( networking) saja tidak cukup.

” Hubungan dengan sang pencipta Allah SWT harus terus terjaga dengan mengikuti perintah dan mengagumi penciptaan langit dan bumi beserta segala isinya. Selalu bersyukur diberi kesempatan hidup dan mengisi kehidupan dengan lebih baik,” kata Raysoeli.

Suka berwisata

Pria yang dalam kehidupannya sehari-hari baik karena pekerjaan maupun liburan sering berkunjung dari satu kota ke kota lain, dari satu destinasi wisata ke obyek wisata lainnya mengatakan rasa syukur yang selalu diungkapkannya pada tuhan malah membuatnya terus berwisata bersama istri tercinta.

” Saya baru pulang dari Aussi ( Australia) selama dua minggu. Nengok anak, mantu, cucu. Pokoknya sudah setua ini selalu ada jalan untuk berwisata,” katanya sambil tertawa.

Jelajah negrimu, Cintai Negrimu, kata Raysoeli, bukan sekedar ajakan kampanye iklan promosi pariwisata Indonesia. Jika kalangan milenial dan Gen Z  yang menjadi generasi asli digital pertama memperkaya pengalaman berwisatanya di dalam negri maka Indonesia akan menjadi negara tujuan wisata utama di dunia.

Generasi Z merupakan generasi setelah Generasi Y, yang didefenisikan sebagai orang-orang yang lahir dalam rentang tahun kelahiran 1995 sampai 2010 dimana hampir 90 persen anggotanya mendapatkan inspirasi perencanaan perjalanan dari jejaring sosial online seperti Facebook, Instagram, dan Snapchat.

“Mereka berbagi foto dari perjalanan mereka sehingga Gen Z ini sebenarnya adalah duta-duta pariwisata Indonesia,” kata Raysoeli.

Dia percaya, jika generasi milenial ( Gen Y) dan Gen Z ini memiliki akhlak yang baik, suka berwisata dan selalu bersyukur serta memposisikan diri sebagai duta wisata bangsanya maka negri ini akan hebat devisanya.

“Kalau kita makin bersyukur akan banyak nikmat lainnya yang akan Allah berikan pada umatnya. Begitu juga dengan Pariwisata jika dikelola dengan baik juga akan memberikan manfaat berlipat ganda,”

Jadi, kata Raysoeli Moeloek, nasehatnya sederhana saja. ” Jangan tunda untuk berbuat kebaikan dan bersyukur, “. Nah siap mempraktekkan nasehat hidupnya ?.

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)