DAVAO, bisniswisata.co.id: Mindanao adalah pulau terbesar kedua di Filipina dan salah satu dari tiga kelompok pulau utama bersama dengan Luzon dan Bisayak. Mindanao terletak di bagian selatan Filipina, adalah kawasan hunian bersejarah bagi mayoritas kaum Muslim atau suku Moro .
Suku ini terdiri dari etnis Maguindanao, Marano, Iranun, Yakan, Tausug, Kalibugan, Kalagan, Bajau dan Sangir. Islam masuk ke Filipina (khususnya Mindanao dan Sulu) sebelum kedatangan Spanyol pada abad ke-14, dibawa oleh pedagang dan ulama dari Timur Tengah dan Asia Tenggara.
Melalui pedagang dan ulama dari Arab, India, dan Kesultanan Melayu,Kesultanan Sulu dan Kesultanan Maguindanao menjadi pusat pemerintahan Islam, khususnya di wilayah selatan.
Namun kolonialisasi oleh Spanyol sejak 1565 berusaha memaksakan Kristenisasi secara luas. Komunitas Muslim di Mindanao menolak dominasi ini, yang memunculkan istilah “Moro” (dari “Moors”)—awalnya berkonotasi pejoratif, kini menjadi simbol identitas perlawanan dan kebanggaan.
Penjajahan Spanyol dan Kristenisasi
Selama 300 tahun penjajahan Spanyol (1565–1898), Islam ditekan secara sistematis. Pemerintah kolonial memusatkan kekuasaan di Luzon dan Visayas (yang kini mayoritas Katolik), sementara wilayah Mindanao tetap menjadi basis kuat komunitas Muslim (terutama etnis Moro seperti Maranao, Maguindanao, Tausug).
Konflik dan Diskriminasi
Selama era Filipina modern (setelah kemerdekaan tahun 1946), komunitas Muslim Filipina sering menghadapi marjinalisasi ekonomi, sosial, dan politik. Ini memicu konflik bersenjata panjang antara pemerintah pusat dan kelompok separatis Moro.
Perubahan Politik Terbaru, Otonomi dan Perdamaian: Perubahan besar terjadi dalam 20 tahun terakhir, dengan titik balik utama sebagai berikut:
Perjanjian Damai dengan MILF (2014).
Pemerintah Filipina menandatangani Comprehensive Agreement on the Bangsamoro (CAB) dengan kelompok MILF (Moro Islamic Liberation Front). Ini membuka jalan bagi pembentukan daerah otonomi baru.
Bangsamoro Autonomous Region in Muslim Mindanao (BARMM). Pada tahun 2019, wilayah BARMM resmi terbentuk menggantikan ARMM (Autonomous Region in Muslim Mindanao). Wilayah ini mencakup beberapa provinsi dengan populasi mayoritas Muslim Maguindanao, Lanao del Sur, Sulu, Basilan Tawi-Tawi.
Otonomi Lebih Luas untuk Muslim
BARMM kini memiliki pemerintahan sendiri, dengan kontrol lebih besar terhadap sumber daya, pendidikan, hukum syariah terbatas (untuk urusan keluarga), dan juga strategi pembangunan termasuk pariwisata halal.
Mengapa sekarang Filipina menarik wisatawan Muslim?
Perubahan Citra Wilayah, Pemerintah Filipina dan otoritas BARMM ingin mengubah citra Mindanao yang sebelumnya dikenal sebagai zona konflik menjadi destinasi damai, religius, dan menarik secara budaya.
Potensi Pasar Wisata Halal Global
Wisatawan Muslim dunia (dari Malaysia, Indonesia, Timur Tengah) adalah segmen pasar yang berkembang pesat. Filipina ingin mengambil bagian dari potensi ekonomi ini.
Investasi dan Infrastruktur Baru
Dengan bantuan negara-negara seperti Malaysia, Turki, Arab Saudi, dan organisasi seperti IDB (Islamic Development Bank), infrastruktur pariwisata halal kini sedang dikembangkan.
Ya, ini adalah perubahan politik besar. Dari wilayah yang pernah menolak pengaruh Islam secara institusional dan mengalami konflik panjang.
Kini Filipina—khususnya melalui BARMM—aktif mempromosikan Islam sebagai identitas positif, dan menjadikan nilai-nilai Islam sebagai sumber kekuatan ekonomi dan budaya, termasuk melalui wisata halal.
Dalam satu dekade terakhir, peta politik dan sosial berubah signifikan. Dari wilayah konflik bersenjata, Mindanao kini mulai tampil sebagai kawasan potensial untuk wisata halal dan pengembangan ekonomi syariah.
Pemerintahan Marcos bahkan berupaya menarik investasi senilai P230 miliar di industri halal Filipina sebagai bagian dari rencananya untuk menjadikan negara tersebut sebagai “pusat ramah halal” untuk seluruh kawasan Asia-Pasifik.
Departemen Perdagangan dan Industri (DTI) juga berharap dapat menciptakan hingga 120.000 lapangan kerja dalam empat tahun ke depan di industri halal ini dan Pemerintah telah meluncurkan Rencana Strategis Pengembangan Industri Halal Filipina.
Program ini bertujuan menjadikan Filipina sebagai “tujuan gerbang halal yang kolaboratif, berpusat pada pelanggan, dan kompetitif” dan menjadi pilar industri global senilai US$7,3 triliun yang sedang berkembang pada tahun 2025.










