SEMARANG, bisniswisata.co.id: Sejak Jumat (18/05/2018) hingga kini, erupsi Merapi masih terjadi. Letusan freatik mengakibatkan hujan abu vulkanik, membawa debu material ke arah barat dan sekitarnya, sehingga membuat beberapa daerah di Jawa Tengah (Jateng), seperti Kabupaten Magelang dan Boyolali terkena abu Gunung api teraktif di Indonesia.
Untungnya, letusan Merapi tidak terimbas secara signifikan terhadap kunjungan wisatawan ke Jateng. Tercatat jumlah wisatawan masih saja stabil. “Kita melihat jumlah turis masih sama. Dalam artian memang tidak tinggi seperti biasanya karena ini juga lagi musim bulan puasa,” ujar Kepala Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Provinsi Jateng Urip Sihabudin, Kamis (24/05/2018).
Seperti dilansir laman Bisnis, Urip menyebut perbedaan jumlah kunjungan baru akan terlihat saat memasuki musim puncak pada libur lebaran nanti. Itu pun kalau masih terjadi erupsi yang menyebabkan hujan abu vulkanik.
Selain itu, lanjut dia, turis mancanegara sering terlihat berkunjung ke obyek wisata di Jateng selama serangkaian erupsi ini. Utamanya bangunan cagar budaya Candi Borobudur. “Jumlah kunjungan ke Candi Borobudur masih normal seperti biasa meskipun adanya sedikit abu vulkanik dari Gunung Merapi. Wisatawan lokal maupun mancanegara tidak terpengaruh adanya abu dari Gunung Merapi,” tuturnya.
Terkait dengan perayaan hari raya umat Budha, Waisak yang diselenggarakan di Candi Borobudur dan kerap kali menarik minat wisatawan secara masif, Urip mengaku optimistis. Meski mengaku detail pelaksanaan bukan pada pihaknya, dia yakin acara dapat berlangsung sebagaimana mestinya. “Kami sudah terlibat sejak pengambilan Api Mrapen. Acara itu setahu saya tetap dilaksanakan dan tidak ada kendala,” katanya.
Sementara itu, Balai Konservasi Borobudur menyebutkan abu Merapi mulai merata mengenai permukaan Candi Borobudur di Magelang. “Terpaan abu pada candi tipis di bagian atas atau stupa. Hampir merata di seluruh permukaan candi,” kata anggota staf Unit Borobudur Balai Konservasi Borobudur, Hari Setyawan.
Tim Balai Konservasi Borobudur kini terus mengamati situasi untuk mengantisipasi letusan susulan Gunung Merapi. Mereka saat ini pada tahapan mengkaji abu vulkanis yang mengenai candi. Sampel abu Merapi telah diteliti di laboratorium Balai Konservasi Borobudur.
Selain menguji sampel abu, Balai Konservasi sudah menyiapkan mantel atau penutup untuk bagian stupa dan lantai. “Kami mengikuti prosedur tanggap bencana dan terus memantau perkembangan kondisi Merapi,” ucap Hari.
Bahkan kini monyet-monyet di perbukitan lereng Gunung Merapi mulai turun setelah letusan freatik pada Kamis dinihari, 24 Mei 2018. Beberapa ekor monyet terpantau berada di sekitar kantor Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) di Jalan Kaliurang Km 22, Hargobinangun, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merapi, Ammy Nurwati menilai beberapa monyet ekor panjang itu mencari makanan seperti pepaya dan bunga pohon turi yang ada di sekitar kantor dan rumah penduduk. Monyet-monyet itu juga banyak berkeliaran di jalanan aspal di sekitar wilayah taman nasional.
Menurutnya, ada dua kemungkinan penyebab turunnya monyet-monyet tersebut. Pertama, monyet-monyet turun karena lapar. Kedua, monyet-monyet turun karena mulai merasa tidak nyaman dengan erupsi Gunung Merapi. “Diperkirakan sumber makanan banyak terkena abu,” ujar dia.
Dihimbau kepada masyarakat agar menanggapi fenomena turunnya monyet itu secara bijak. Ia meminta masyarakat tidak menyiksa monyet yang berkeliaran. Masyarakat, kata dia, juga harus hati-hati terhadap hewan itu jika sewaktu-waktu mengganggu. “Jangan diganggu, jangan dimatikan, mereka butuh ruang,” kata Ammy. (NDY)