LAPORAN PERJALANAN

Melongok Makam Imam Syafii dan Husein bin Abi Thalib

Nur Hidayat di toko souvenir Papirus ( foto-foto: Nur Hidayat) 

Pada 7-19 Febuari 2019, Wartawan Senior  Nur Hidayat melakukan perjalanan wisata bersama keluarga besarnya mengikuti  tour wisata religi ke Mesir, Palestina, Israel, Jordan, Oman. Berikut tulisan ketiganya;

KAIRO, Mesir, bisniswisata.co.id:  Imam Syafii, pendiri madzhab Syafii yang dianut mayoritas muslim Sunni, sepanjang hidupnya mengembara ke berbagai wilayah di Timur Tengah untuk menuntut ilmu.

Beliau wafat dan dimakamkan di kota Al-Qarafah Ash-Shugra, Mesir, pada 820 M. Makam tersebut ber-kali2 dipugar. Pada masa Dinasti Ayyubiyah, pada 1212 M, makam dipugar besar-esaran, dilengkapi dengan masjid berkubah indah.

Sultan Barquq melanjutkan renovasi makam dan masjid itu pada 1410 M, menambahnya dengan madrasah, tempat untuk sultan dan ruang pertemuan para penguasa, pejabat dan ilmuwan, sehingga berdiri kokoh sampai sekarang. Sungai Nil di sisi barat menambah keindahan pemandangan kompleks tersebut.

Ke sanalah kami berombongan pada hari ketiga di Kairo. Bus kami melewati daerah kumuh, jalan yang sempit, yang kiri kanannya katanya juga kompleks banyak kuburan. Di kuburan itu banyak pengemis dan keluarganya tinggal.

Mendekati kompleks, bus harus putar balik. Kenapa.? Kata pemandu, makam Imam Syafii itu sedang dipugar, ditutup, sehingga kami gagal masuk. Benarkah sedang direnovasi lagi.?

Di masjid Husein bin Ali di kawasan lama Kairo, tak jauh dari Masjid al-Azhar, inilah terletak makam cucu Rasulullah SAW, yang berisi kepala beliau. Beliau tewas dalam perang saudara melawan pasukan Yazid bin Muawiyah yang tidak seimbang di Padang Karbala, Irak, 10 Oktober 680.

Makam Husein bin Ali terletak di belakang mimbar. Dinding berukirnya berbentuk segi empat berwarna keperakan, berhiaskan ayat2 al Qur’an dan bertuliskan nasab beliau dengan banyak kembang. Makam dikelilingi pagar setinggi dada orang dewasa.

Suasana yang tenang di dalam Masjid Husein bin Ali yang datang ke mesjid maupun makamnya serta tanaman papirus
Peziarah berada di makam Husein bin Ali yang dindingnya berukir berwarna keperakan.

Ke masjid dan makam itu kami berziarah di hari yang sama. Makam dipenuhi orang yang datang dari berbagai kota. Di bagian khusus wanita pengunjung lebih banyak lagi. Saking penuhnya, sebagian kaum ibu itu tidak dapat shalat sunah di tempat sembahyang.

Di sekitar makam tersimpan peninggalan Rasulullah SAW; rambut, pedang, jubah, potongan tongkat, sandal dan al Qur’an. Hanya ulama setempat yang boleh masuk ke tempat itu. Peziarah cuma bisa melihatnya melalui foto-foto berwarna yang dipajang di dinding.

Apa jadinya bila dunia sekarang ini tanpa kertas.? Tak mudah membayangkannya. Untunglah ada papirus, cikal bakal kertas yang ditemukan orang Mesir kuno. Papirus itu lalu menyebar ke wilayah Timur Tengah dan Eropa.

Riwayat lain menyebut bahwa penemu kertas adalah Tsai Lun, pegawai di kerajaan Cina di zaman Kaisar Ho Ti. Dia membuat kertas dari bambu yang mudah didapat di seantero Cina.

Papirus dibuat dari tanaman air yang banyak tumbuh di pinggir Sungai Nil hingga Afrika Utara. Batangnya berwarna hijau, berbentuk segi tiga, bisa tumbuh sampai empat meter. Papirus tak mudah robek, tidak tembus air dan tahan lama.

Kami lalu digiring ke toko papirus di situ dan mendapat penjelasan cara pembuatan papirus. Juga dijual hiasan dinding berupa lukisan warna warni dan kaligrafi Arab yang indah dari kertas papirus. Harga lukisan mencapai ratusan dollar AS. Kaligrafi ukuran 25 X 30 cm, misalnya, dijual 20 dollar setelah didiskon. Barang dengan motif, ukuran dan kualitas yang sama hanya dijual 10 dollar di Khan Kholili, pasar pusat suvenir di Kairo.

Perjalanan selanjutnya ikut cruise di Sungai Nil sambil makan malam dan menikmati tarian sufi tentu mengasyikkan. Setelah masuk kapal dan duduk, musik segera dimainkan. Tak lama, muncul wanita cantik, ramping, berkulit putih, dan berpakaian minim menari, meliuk-liuk. Dia lantas mendekati pengunjung, bergantian, dijepret oleh tukang foto yang sigap.

Makan malam buffet disediakan salad, nasi, ikan, ayam goreng dan hidangan penutup yang manis. Ada teman mencari martabak Mesir tapi tak jumpa menu itu.   Cruise berakhir sekitar 1 jam dan saya bersama rombongan bertanya-tanta, mana tarian sufi seperti yang tertulis di itinerary.? Ternyata tak ada.

Akhirnya mengakhiri malam sebelum kembali ke hotel kami ditawarkan membeli foto -foto bersama penari tadi dijual  5 dollar selembar, ukuran 10 R. Ada yang membeli, banyak yang tidak. Sebagian teman terlihat lesu saat pulang ke Hotel Grand Nile untuk istirahat.

Kami tinggal di hotel mewah yang memiliki 716 kamar dan 41 lanta di pusat kota Kairo. Tapi aroma ketidakpuasan sudah terasa sejak gagal masuk ke makam Imam Syafeii dan jadwal acara yang tidak sesuai janji seperti tak ada tarian Sufi . Entah apakah malam ini teman-teman seperjalanan bisa tidur nyenyak ?.

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)