LOMBOK, bisniswisata.co.id: Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menegaskan kesiapannya untuk menerapkan Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK) Daerah. Sebagaimana diketahui, NTB menjadi satu dari tiga provinsi yang menjadi pilot project penerapan MKK yang disusun oleh Kementerian Pariwisata.
Kepala Dinas Pariwisata NTB, Lalu M. Faozal mengatakan, NTB mulai membentuk MKK sesuai dengan pedoman dari pemerintah pusat. “Beberapa langkah yang akan segera diambil oleh Pemprov NTB adalah pemetaan personel, pembentukan jejaring, inventarisasi potensi krisis, dan penyusunan dokumen rencana aksi,” kata Lalu dalam Siaran Pers diterima Republika.co.id, Jumat (20/9).
Ia mengatakan, NTB memiliki kisah sukses penanganan bencana pada 2018. Berbekal pengalaman tersebut, Dinas Pariwisata NTB bersama seluruh pihak terkait melakukan berbagai upaya untuk memberikan layanan untuk sektor pariwisata.
Lalu menjelaskan, dari pengalaman itu, pemerintah dan masyarakat telah belajar ihwal langkah penanganan apa yang dibutuhkan paling pertama. Dimulai dari kebutuhan evakuasi, penyediaan transportasi dan akomodasi, serta penyediaan informasi kepariwisataan secara cepat dan akurat. “Di sinilah MKK tingkat kabupaten maupun kota berperan vital,” kata Lalu.
Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Lilik Kurniawan, mengatakan, perlu ada peningkatan pemahaman pengelola objek dan daya tarik wisata (ODTW) tentang perencanaan dan pengelolaan ODTW dan industri pariwisata yang menjamin keselamatan wisatawan.
Selain itu, Lilik juga menekankan agar para penyedia jasa taman rekreasi menyiapkan SOP penanganan khusus. Dicontohkan kasus, ada sebuah lokasi wisata yang berkeberatan jika lokasi wisatanya diberi tanda bahaya sebagai peringatan waspada bagi para pengunjung.
“Papan pengumuman justru dianggap mengurangi kunjungan wisatawan serta menakut-nakuti. Jika ditelusuri, papan pengumuman tersebut bermaksud memberi pesan agar pengunjung berhati-hati saat melakukan kegiatan wisata” lontarnya.
Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK) untuk memperbaiki pengelolaan kawasan pariwisata saat menghadapi bencana. Payung hukum manajemen krisis telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Pariwisata (Permenpar) Nomor 10 Tahun 2019 dan menjadi pedoman bagi pemerintah pusat dan daerah.
Pemerintah pusat memprediksi kunjungan wisatawan mancanegara hingga akhir tahun ini hanya mencapai 16 juta kunjungan atau lebih rendah 2 juta wisman dari target 18 juta. Penurunan itu diakibatkan oleh banyaknya rentetan bencana alam yang terjadi sepanjang tahun.
Perkiraan realisasi kunjungan yang turun 2 juta orang berdampak pada penurunan devisa pariwisata sekitar 2 miliar dolar AS. Dengan kata lain, target devisa pariwisata 2019 sebesar 20 miliar dolar AS bisa tak tercapai.
Untuk diketahui, devisa pariwisata dari wisatawan mancanengara per orang sekitar 1.000 dolar per AS. Jika diakumulasikan, potensi kehilangan devisa pariwisata dari 2 juta kunjungan sekitar 2 miliar dolar AS.
Tahun 2018 ini, total kunjungan wisman selama setahun penuh mencapai 15,8 juta dengan peroleh devisa sebesar 19,29 miliar dolar AS. Sektor pariwisata hingga menjelang penghujung tahun 2019 kemungkinan masih dalam tahap pemulihan. (redaksi@bisniswisata.co.id)