Oleh: Yudarwita Maharajo
CIPANAS, Puncak, bisniswisata.co.id: Kemana kita akan pergi setelah pandemi ini berlalu? Apakah atraksi itu sudah buka? Apakah akomodasi langganan kita sudah boleh menerima tamu? Apakah kita sudah bisa bepergian antar kota? Kira-kira seperti itu pertanyaan banyak orang yang sudah tidak sabar ingin keluar rumah, ingin bepergian lagi.
Mungkin short getaway kami pertengahan Juli lalu bisa memberikan ide-ide bepergian yang simple dan singkat, sebagai awal. Berangkat sekitar jam 9 pagi dari Jakarta kami tidak mengalami kesulitan di jalan, tidak ada pemeriksaan dan nyaris tak mengalami kemacetan lalu lintas.
Oh ya, tujuan kami adalah sebuah resort & convention di Cipanas, dari Jakarta tidak terlalu jauh dari belokan ke Kebun Raya Cibodas. Sebelum jam makan siang si roda empat sudah tiba dan kami masih sempat beristirahat sejanak di hotel.
Bungalow kami terletak di lantai dua, dilengkapi dengan ruang keluarga yang cukup luas dan sebuah pantry mini – cukup bagi kami, 3 orang dewasa, 2 anak-anak dan seorang bayi. Udara sejuk tetapi belum termasuk dingin. Usai sholat zuhur kami meluncur mencari tempat makan siang.
Beberapa pilihan muncul, restoran sate, ayam goreng cepat saji lokal atau restoran Sunda. Pilihan jatuh kepada restoran Sate dan Sop Hanjawar yang terletak di tepi Jalan Raya Hanjawar. Warung berukuran kecil, tidak ada tempat parkir khusus maupun ruang ber-AC dan di bagian luarnya tampak karyawan restoran sibuk membakar sate.
Ternyata warung mempunyai tempat duduk yang lebih besar, di belakang warung kecil tersebut. Tersedia banyak tempat duduk walaupun jarak antara satu dan lain meja sangat berdekatan. Kami memesan sate, sop dan tongseng. Restoran yang sudah punya nama ini ternyata tidak mengecewakan sama sekali kelezatannya masakannya.
Satenya enak, potongan dagingnya besar-besar dan empuk. Sop kambingnya juga enak dan porsinya lumayan besar. Tongseng terasa agak manis, enak dan porsinya juga memadai. Selain menu daging kambing ada juga kok menu-menu lain yang non-kambing…Kami menghabiskan sekitar Rp. 60.000 per orang, sudah termasuk es jeruk.
Kembali ke hotel dengan rasa puas, kami sempat meng-explore resort yang terletak di lembah sempit, dikelilingi hutan bambu yang tinggi dan cukup rapat. Sedih juga melihat restauran besar milik hotel yang lampunya digelapkan karena tidak ada tamu yang masuk, padahal mereka sudah buka menerima tamu.
Camping ground juga tampak sepi, tetapi beberapa karyawan tetap bekerja, merapikan tunas-tunas bunga matahari.Malam hari kami “pesta barbeque” di taman hotel. Bahan makanan kami bawa sendiri dan semuanya sudah setengah matang sehingga kami sebenarnya tinggal membolak-balik makanan sebentar supaya terasa bakarannya. Panggangan sate kecil, tusuk sate, arang, kipas siap tetapi bagaimana menyelakan arangnya?.
Kami tidak ada yang membawa korek api maupun minyak tanah. Aha, rupanya saat mengisi bensin tadi sebelum makan siang, anak lanang sudah siap membawa botol kosong dari hotel untuk membeli bensin sedikit untuk membakar arang… Malam barbeque pun berjalan lancar di keremangan taman.
Esok paginya, usai sarapan yang diantar ke kamar, anak-anak kecil dan yang dewasa pergi berenang ke kolam renang hotel. Saya pun beranjak untuk leyeh-leyeh di kamar tidur. Tanpa sadar, pintu bungalow dibiarkan terbuka. Entah berapa lama, antara tidur dan tidak, saya mendengar suara-suara aneh dari ruang tamu.
Semakin lama semakin seru, lalu seperti ada suara benda-benda berjatuhan. Setengah mengantuk, saya membuka pintu kamar… Astaga, ada 2 ekor monyet sedang berpesta pora di ruang keluarga!
Menyantap sisa-sisa sarapan bahkan membukai kotak-kotak bekal makanan. “Hush, hush” kata saya coba mengusir namun kedua monyet sama sekali tidak menggubris. Mereka terus melompat kesana-kemari membukai kotak-kotak perbekalan. Apa akal? Saya melihat ke sekeliling kamar, hanya ada beberapa buku yang bisa dijadikan senjata. Saya ambil 1 dan lempar ke arah monyet-monyet itu sambil berteriak-teriak.
Apa yang terjadi? Alih-alih takut, monyet yang besar menyeringai, menunjukkan giginya dan berlari ke arah saya! Monyet ini ukuran badannya lebih besar dari anak umur 1 tahun! Cepat saya balik badan kembali ke kamar, membanting pintu sekaligus mengunci diri di sana.
Akhirnya saya pun menelepon anak yang sedang di kolam renang untuk meminta pihak hotel mengusir duo kelabu itu dan membereskan kekacauan di ruang tamu gelas-gelas pecah dan jatuh di lantai, begitupun roti tawar milik si bayi dan kue-kue, diganyang habis, tinggal sisa-sisanya berserakan dimana-mana.
Insiden ini tidak merubah rencana kami untuk mengunjungi Kebun Raya Cibodas. Kebun Raya hanya berjarak 4 km dari hotel. Berhenti sebentar di sebuah restoran dekat Kebun Raya, kami membeli makan siang.
Nasi tutug oncom dengan ayam goreng potongan besar, tahu dan tempe, ikan asin, sambal dan lalapan segar ditukar dengan Rp. 20.000 saja per paket. Restoran Rafi, begitu namanya, menyediakan menu-menu lain yang cukup bervariasi.
Kebun Raya Cibodas sangat hijau, sepi dan bersih terawat. Kontur tanahnya yang berbukit-bukit ditumbuhi rumput yang hijau subur sungguh menyenangkan dipandang, pohon-pohon yang tinggi membuat kami merasa seakan seluruh bukit dan taman raya ini adalah hutan milik pribadi.
Tampak sudah ada pengunjung di Jalan Air, dekat Taman Sakura, air terjun mini atau tepatnya jeram-jeram dan sungai kecil mengalir bersih, sungguh menggoda hati untuk ikut bermain di kecipak air. Namun kami memilih untuk “parkir” di depan wisma tamu untuk alasan nostalgik.
Dua buah guesthouse besar bergaya kabin itu sudah lama berada di Cibodas dan bisa disewakan kepada umum. Namun di pertengahan bulan Juli itu guesthouse belum dibuka kembali. Karpet piknik pun digelar, bekal makanan di buka dan kami piknik sambil makan siang di kebun raya yang berada di kaki gunung Pangrango ini.
Rumah kaca yang berisi anggrek, kaktus dan ribuan tanaman lain, hanya seratusan meter dari guesthouse, sayang saat itu rumah konservasi ini masih tutup. Ada spot-spot lain yang menarik seperti kolam besar dengan air mancur, Taman Rhododendron yang berisi tanaman dari berbagai negara.
Bersihnya udara, banyaknya tanaman dan pepohonan, siluet biru gunung di kejauhan, sungguh memanjakan seluruh indera, peralihan yang signifikan dari kehidupan sehari-hari di kota besar yang padat dan sibuk.
Berbeda dengan Kebun Raya Bogor yang terletak di tengah kota, lokasi Cibodas yang juga berdekatan dengan Gunung Halimun, berada di ketinggian sekitar 1.300-1.425 mdpl, jauh dari hiruk pikuk dan polusi kendaraan bermotor serta aktifitas manusia.
Hal ni membuat suhu udara di kawasan ini berkisar antara 17-27 derajat Celcius saja. Sejuk dan menenangkan. Kebun Raya Cibodas buka setiap hari dari jam 8 hingga jam 16 dengan harga karcis Rp. 16.500 per orang. Sebelum masuk, petugas mengecek temperatur tubuh setiap peserta.
Jelang sholat ashar kami meninggalkan Kebun Raya Cibodas, menuju satu destinasi lagi sebelum melanjutkan perjalanan pulang Nicole’s Kitchen di Jl. Raya Cipanas.Lokasinya tak jauh dari RS Cimacan dan belokan menuju KR Cibodas. Terletak persis di tepi jalan Raya Cipanas, satu halaman dengan sebuah factory outlet besar.
Tiba di lantai 3 kami disambut dengan suasana serba putih dan hijau dari dedaunan imitasi hampir di seluruh ruangan. Walaupun tidak natural tetapi berhasil menciptakan suasana dengan kecantikan yang berbeda.
Sebagian lantai tiga merupakan ruang terbuka dengan rumput sintetis dimana diletakkan meja kursi biasa dan kursi-kursi bulat beratap dari rotan sintetis. Di bagian lain, terdapat juga beberapa dipan putih berkasur dimana orang bisa makan disana sambil santai merebahkan diri, memandang ke kejauhan.
Kami memilih duduk di ruang kaca yang memiliki sofa setengah lingkaran dan didekorasi cantik pada langit-langitnya, lagi-lagi terbuat dari dedaunan dan bunga artificial. Berada di atas sini, bila kita tidak melihat ke bawah, tidak terasa bahwa kita berada di tepi jalanan yang padat lalulintasnya.
Soalnya yang terlihat adalah ujung pepohonan dan siluet perbukitan di seputar Cipanas.Kami memesan beberapa jenis pizza yang dibakar dengan tungku kayu. Semua enak dan memberikan sensasi rasa yang berbeda dengan pizza-pizza lain yang sering kita nikmati. Untuk minuman ada berbagai pilihan jus segar, teh dengan flavor dan banyak lagi.
Namun, yang paling menarik hati adalah ini: menu bawang bombay mekar. Ini sebenarnya sama dengan onion ring yang lazim kita temui tetapi di Nicole’s bawangnya dimasak dengan dibiarkan utuh, tidak diiris-iris dan kita makan dengan mencabut satu per satu lapisan bawangnya dimakan masih panas dan yummy.
Beberapa bagian dari resto ini masih tutup namun resto tetap menawarkan produk-produk coklatnya dan kursus membuat coklat. Tempat yang cantik untuk makan-makan cantik bersama teman dan keluarga, tempat yang cantik untuk foto-foto cantik alias instagramable pula. Perut kenyang, hati senang meski ada insiden duo monyet Cipanas. waktunya pulang. Yeay, liburan singkat yang sukses….