NASIONAL

Imigrasi: Sebagian Wisatawan Salah Gunakan Kebijakan Bebas Visa

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM menegaskan selama ini memang ada wisatawan asing yang memanfaatkan kebijakan bebas visa untuk bekerja, berdagang bahkan melakukan aksi kejahatan. Padahal, kebijakan bebas visa diterapkan untuk kepentingan pariwitasa.

“Di lapangan ada turis asing yang menggunakan bebas visa kemudian dia bekerja itu, iya, itu memang faktanya memang ditemukan,” kata Kepala Bagian Humas Ditjen Imigrasi Agung Sampurno di Jakarta, Jumat (27/4).

Menurut dia, untuk menindak setiap pelanggaran yang terjadi, Ditjen Imigrasi melakukan beberapa tindakan. Seperti tindakan administrasi keimigrasian, pro justicia (proses hukum), dan tindakan gabungan yakni tindakan imigrasi plus pro justicia.

Tindakan administrasi keimigrasian sendiri, berupa pembatalan izin imigrasi, pencegahan atau penangkalan, dan pendeportasian. Sementara, tindakan pro justicia dikenakan hukuman kurungan atau penjara.

Merujuk pada data dari Ditjen Imigrasi pada 2015 hingga 2017, orang asing yang dideportasi jumlahnya selalu paling banyak. Pada 2015, jumlah orang asing yang dideportasi mencapai 623 orang, lalu pada 2016 mencapai 1.875 orang, dan pada 2017 mencapai 718 orang.

Sementara itu, jumlah orang asing yang dikenai tindakan pencegahan atau penangkalan cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pada 2015 ada sebanyak 596 orang asing, lalu pada 2016 sebanyak 509 orang, dan pada 2017 hanya 475 orang asing yang dikenai pencegahan.

“Dan untuk yang ditahan grafiknya agak meningkat. Pada 2015 ada 503 orang, tahun 2016 ada 805 orang, dan tahun 2017 sebanyak 738 orang,” kata Agung seperti dilansir laman Republika.co.id.

Adanya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA), lanjut Agung, tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Sebab, menurut dia, dibentuknya Perpres tentang regulasi penggunaan TKA bertujuan agar proses keimigrasian bisa lebih cepat dan lebih tranparansi.

“Jadi Perpres itu untuk menjawab era teknologi, semuanya berbasis IT, termasuk mengurus keimigrasian. Jadi perlu diingat, syaratnya tetap tidak dikurangi tapi prosesnya yang dipersingkat,” jelas Agung. (NDI)

Endy Poerwanto