JAKARTA, bisniswisata.co.id: Menjadi Insan yang Ihsan adalah tema Halalbihalal di Kementrian Pariwisata. Menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya, menjadi umat yang ihsan atau terbaik merupakan basic untuk selalu memberikan yang terbaik.
“Terbaik dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan. Always the Best membutuhkan Integritas, Antusias, Totalitas dan Lead By Heart, Managed by Head,” paparnya di hadapan sekitar 2000 undangan di Balairung Soesilo Soedarman, Kemenpar, hari ini.
Arief Yahya yang hadir di dampingi istri, Poni Iravati, mengatakan bahwa untuk menjadi Insan yang Ihsan, harus memiliki keseimbangan 4R (Ruh, Rasa, Rasio, Raga). Puasa Ramadan melatih 4R untuk membuat diri lebih baik.
Menpar pun memberikan apresiasi terhadap pelaksanaan kegiatan ini. “Acara yang digelar ini sangat bagus. Sarat dengan nilai-nilai positif yang bisa disebarkan pada sesama. Kami gembira karena besarnya antusiasme yang ditunjukan oleh undangan. Mereka tetap menyempatkan waktu untuk datang,” pungkasnya.
Tamu yang menghadiri Halabihalal tahun ini bukan hanya dihadiri oleh lingkungan internal Kemenpar, tahun ini hadir undangan perwakilan stakeholders. Seperti dari asosiasi industri pariwisata. Termasuk mitra co-banding dan para profesional dari Tim Percepatan Pariwisata serta pers.
Hal spesial lainnya adalah siraman rohani yang diberikan oleh Prof KH Ridwan Muhammad Yusuf, Dewan Pakar Badan Pembina Rohani Islam Nasional. Dimana materi menjadi Insan yang Ihsan dibawakan sarat dengan menguak syair lagu-lagu yang bermakna.
Suaranya yang merdu dan kepiawaiannya sebagai motivator dan konsultan manajemen mampu menggiring tamu untuk fokus dan selalu tersenyum dengan uraiannya untuk menjadi Insan yang Ihsan ( terbaik).
Ihsan (“kesempurnaan” atau “terbaik”) adalah apabila engkau beribadah kepada-NYA seakan akan engkau melihat-NYA, dan apabila engkau tidak bisa maka yakinlah Allah yang akan melihat engkau…,”
Seseorang yang sudah Ihsan, menerapkan segala sesuatu dengan terukur dan hasil akhir yang terbaik sehingga hidupnya bukan hanya membahagiakan diri sendiri juga orang lain.
“Orang belajar agama untuk mendapatkan kebahagiaan. Kalau belajar agama untuk memutar balikan fakta jadilah outputnya akal-akalan. Tapi kalau orang belajar agama dengan sepenuh hati maka hasilnya menjadi makhluk spiritual yang selalu ingin berbuat yang terbaik,”
Ridwan Yusuf mengatakan pihaknya senang melakukan riset termasuk ketika meninggalkan profesinya sebagai konsultan manajemen menangani 250 klien lalu berubah menjadi ustad.
“Kesibukan membuat kita tidak punya waktu untuk ibadah, berinteraksi dengan keluarga dan happiness index dalam diri yang rendah. Oleh karena itu saya pergi ke kamar mayat RSCM, berdialog panjang dengan penjaga mayat dan melihat langsung kondisi mayat-mayat tak dikenal,”
Sejak itu communication skill pd pasangan hidup dan keluarga tercinta jadi penuh rasa cinta. Kesibukan duniawi diimbangi dengan investasi akhirat karena meski kita hidup berlimpah harta benda jika happiness index nol maka hasilnya juga tetap nol besar.
“PM Malaysia Mahathir Muhammad sadar happiness index dalam diri melorot, dia hengkang dari UMNO dan menjadi manusia spiritual yang lebih mendekatkan diri pada Allah SWT. Namun justru disaat usianya 93 tahun pemikirannya masih dibutuhkan dan menjadi PM Malaysia terbaru,”
Menurut Ridwan, lagu My Way yang diinyanyikan Frank Sinatra di tahun 1960 an yang mendorong Mahathir dulu turun dari kursi UMNO. Berikut petikannya:
MY WAY
And now the end is near
(dan kini sebuah akhir akan kujelang)
And so I face the final curtain
(maka aku menghadapi penuntasan terakhir)
My friend, I’ll say it clear
(sahabat, aku akan mengatakannya dengan jelas)
I’ll state my case of which I’m certain
(aku akan menyatakan hal yang kuyakini)
I’ve lived a life that’s full
(aku memiliki kehidupan yang penuh)
I’ve travelled each and every highway
(aku telah menjelajahi setiap dan seluruh jalan besar)
and more, much more than this
(dan lagi, lebih dari itu)
I did it my way
(aku melakukannya dengan caraku sendiri)
Regrets I’ve had a few
(aku memiliki secuil penyesalan)
But then again too few to mention
(tapi kemudian memang terlalu sedikit untuk disebutkan)
I did what I had to do
(aku melakukan apa yang harus kulakukan)
And saw it through without exemption
(dan menyelesaikannya tanpa ada yang tersisa)
I planned each chartered course
(aku telah merencanakan setiap detail perjalanan)
Each careful step along the by-way
(berhati-hati melangkah menelusuri jalan-jalan sempit)
And more, much more than this
(dan lagi, lebih dari itu)
I did it my way
(aku melakukannya dengan caraku sendiri)
Yes, there were times
(ya, memang ada saatnya)
I’m sure you knew
(aku yakin kautahu)
When I bit off more than I could chew
(kala aku menggigit lebih dari apa yang dapat kukunyah),
But through it all when there was doubt
(menjalani semuanya saat ada keraguan),
I ate it up and spit it out
(aku menghabiskannya dan meludahkannya),
I faced it all
(aku menghadapi semua itu)
And I stood tall
(dan aku berdiri tegak)
And did it my way
(dan melakukan semuanya dengan caraku sendiri)
I’ve loved, I’ve laughed, and cried
(Aku telah mencintai, tertawa, dan menangis)
I’ve had my fill, my share of losing
(aku telah menikmati sepuasnya kehilangan akan segala-galanya)
And now, as tears subside
(dan kini saat air mata telah surut)
I find it all so amusing
(aku mendapati semuanya sangat menggelikan)
To think I did all that
(untuk berpikir bahwa aku telah melakukan semua itu)
And may I say, not in a shy way
(dan bolehkah aku berkata, tanpa malu-malu)
“Oh no, oh no, not me
(“o tidak, o tidak, bukan aku)
I did it my way”
(aku melakukannya dengan caraku sendiri”)
For what is a man, what has he got?
(sebab apakah arti seorang manusia, apakah yang telah dimilikinya?)
If not himself then he has naught
(jika bukan dirinya sendiri maka tak ada lagi yang dimilikinya)
To say the things he truly feels
(mengungkapkan apa yang benar-benar dirasakannya)
And not the words of one who kneels
(dan bukan sekedar kata-kata permohonan yang diucapkan saat bersujud)
The record shows I took the blows
(rekaman itu menunjukkan aku telah menerima pukulan dan tamparan sekaligus)
And did it my way
(dan menjalaninya dengan caraku sendiri)
Yes, it was my way
(ya, begitulah jalanku
“Tema menjadi Insan yang Ihsan sangat cocok bagi jajaran staff di Kementrian pariwisata karena sektor pariwisata memimpin dan setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungan jawabnya,” kara Ridwan Yusuf.
Menurut Ketua Binrohis Kemenpar yang juga Ketua Panitia Halalbihalal, Hariyanto, kegiatan ini menjadi agenda untuk mempererat silaturahmi. Namun kali ini undangan berasal dari internal dan eksternal.
Halal Bihaalal Kemenpar juga menggemakan aksi sosial. Yaitu menyalurkan zakat bagi 24 mustahiq. Binrohis pun melakukan sosialisasi Pengelolaan Dana Zakat. Program ini hasil kerjasama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Lalu, dibentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kemenpar.
Saat ini, mereka mengelola dana sekitar Rp13 juta per bulan atau baru 15 persen dari potensi yang dimilikinya. Potensi setoran zakat Kemenpar per bulan cukup tinggi. Sebab, Kemenpar saat ini memiliki karyawan hingga 970 PNS. Artinya, dalam sebulan bisa terkumpul zakat senilai Rp 95,6 juta.
“Kalau dikumpulkan selama setahun inshaa allah terakumulasi zakat sekitar Rp1,1 Miliar. Dari total dana tersebut, 70% atau sekitar Rp803 juta per Haryanto.