GUNUNG KIDUL. Bisniswisata.co.id: Prestasi luar biasa diraup Desa Wisata Nglanggeran Patuk, Gunungkidul Yogyakarta. Prestasi itu dengan meraih penghargaan ASEAN Sustainable Tourism Award. Kabar gembira itu dikisahkan pengelola Desa Wisata Nglanggeran, Sugeng Handoko, dalam lamannya gunungapipurba.com.
Penghargaan ini diberikan di Chiang Mai, Thailand, Jumat, 26 Januari 2018 yang diterima Menteri Pariwisata Arief Yahya. Ajang ini merupakan rangkaian kegiatan ASEAN Tourism Forum. Dalam ajang ini, Indonesia meraih 15 penghargaan kategori ASEAN Green Hotel Standard, ASEAN MICE Veneu Standard, ASEAN Clean Toursit City Standard.
“Kami merasa sangat bersyukur atas apresiasi yang diberikan ini, semoga menjadi tambahan penyemangat untuk kami bisa lebih baik lagi dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan,” ucap Sugeng dalam tulisannya.
Desa Wisata Nglanggeran di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tahun 2017, desa ini juga memperoleh penghargaan sebagai Desa Wisata Terbaik I Indonesia dan menerima penghargaan ASEAN Community Based Tourism (CBT) Award 2017, yang diserahkan di Singapura, Jumat 20 Januari 2017. Ajang ini juga dilaksanakan dalam rangka kegiatan ASEAN Tourism Forum 2017.
Sugeng mengatakan Penta Helix adalah salah satu kunci sukses dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di Desa Nglanggeran. “Kami banyak melibatkan akademisi, pelaku bisnis, komunitas, pemerintah, dan media,” ujarnya.
Dilanjutkan, Desa Wisata Nglanggeran berupaya menerapkan 3 prinsip dasar agar berkembang. Pertama yaitu prinsip ramah lingkungan alam dan budaya. “Jangan sampai hadirnya pariwisata justru malah menimbulkan kerusakan alam dan menggerus budaya dan kearifan lokal masyarakat,” katanya sambil menambahkan tata kelola pengunjung dan daya dukung kawasan perlu menjadi perhatian.
Prinsip kedua yaitu ramah masyarakat. Sugeng mengatakan hadirnya kegiatan kepariwisataan di suatu daerah jangan sampai membuat masyarakat sebagai tuan rumah menjadi tidak nyaman. “Semuanya harus bahagia baik wisatawan maupun pemilik rumahnya, yakni masyarakat di kawasan wisata tersebut.” sambungnya.
Prinsip ketiga tentu ramah wisatawan. Sugeng berpikir wisatawan sebagai tamu harus diterima dengan baik dan melibatkan masyarakat. Desa wisata ini bahkan membuat pelatihan bagi warganya.
UNESCO Global Geopark
Benda peninggalan purbakala yang unik dan budaya tradisional yang masih kental membuat warga desa itu mampu menarik wisatawan dari dalam dan luar negeri untuk belajar budaya sekaligus berekreasi. Ada dua obyek wisata di Desa Nglanggeran, yakni gunung api purba dan embung besar.
Tak sulit menemukan desa wisata di Dusun Kalisong, Desa Nglanggeran, itu. Lokasinya hanya berjarak 22 kilometer (km) dari Wonosari, ibu kota Kabupaten Gunung Kidul, atau 25 km dari Yogyakarta.
Gunung api purba merupakan gunung batu dari karst atau kapur. Jutaan tahun lalu, gunung itu pernah aktif. Puncak gunung adalah Gunung Gedhe di ketinggian sekitar 700 meter dari permukaan laut, seluas kawasan pegunungan 48 hektar. Gunung itu berupa jajaran gunung batu yang unik. Dengan mendaki selama 1,5-2 jam kita sudah sampai ke puncak gunung. Dari puncak kita bisa menikmati pemandangan indah.
Tahun 1999, obyek wisata ini dikelola Karang Taruna Bukit Putra Mandiri tetapi fasilitasnya belum lengkap. Mengingat banyaknya potensi budaya dan ekowisata di situs gunung api, tahun 2008 Badan Pengelola Desa Wisata Nglanggeran mengambil alih pengelolaannya. Mereka menambah berbagai fasilitas di sini. Kini, Gunung Api Purba yang menjadi salah satu Geosite di Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
Sementara embung adalah bangunan berupa kolam seperti telaga di ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut. Embung dengan luas sekitar 5.000 meter persegi itu berfungsi menampung air hujan untuk mengairi kebun buah kelengkeng, durian, dan rambutan di sekeliling embung. Pada musim kemarau, para petani bisa memanfaatkan airnya untuk mengairi sawah.
Pengunjung bisa naik ke embung dengan tangga. Sampai di sisi embung, bisa melihat matahari terbenam yang indah. Juga bisa melihat gunung api purba di seberang embung.
Pengelola Desa Wisata Nglanggeran mengembangkan kawasan wisata ini dengan membuat penginapan dan menyiapkan rumah penduduk untuk tempat live in. Program live in banyak diikuti pelajar dan wisatawan mancanegara.
Lewat program itu, wisatawan bisa berinteraksi dengan penduduk dan belajar budaya Desa Nglanggeran, seperti membatik topeng, membuat kerajinan dari janur (daun kelapa yang masih muda), belajar tari tradisional Jathilan dan Reog, ikut kenduri, menangkap dan melepas ikan di sungai, menanam padi di sawah, dan belajar memasak kuliner ala Desa Nglanggeran.
Bahkan, wisatawan dapat menikmati fasilitas berbagai kegiatan luar ruang, seperti rock climbing dengan 28 jalur, trekking, dan pengenalan budaya daerah Nglanggeran. Wisatawan juga bisa memilih hanya bermalam atau mengambil paket (bermalam plus ikut kegiatan luar ruang). (NDHYK)