CHESHIRE, UK, bisniswisata.co.id : Menurut studi Bitkom baru-baru ini, sebanyak enam dari sepuluh orang telah memilih tujuan wisata hanya untuk bisa berbagi foto di saluran media sosial mereka.
Pada kelompok usia 16 hingga 29 tahun, 71 persen lebih memilih suatu tempat sesuai dengan kemampuan Instagramnya. Survei Statista juga menunjukkan 75 persen responden menggunakan jejaring sosial untuk merencanakan liburan.
Sebagai perbandingan, hanya 47 persen pendapat teman dan keluarga yang menginspirasi destinasi baru.
Kelebihan media sosial untuk traveling
Dilaporkan dari Tourism-review.com, Jejaring sosial begitu populer sebagai inspirasi perjalanan karena suatu alasan. Meskipun Anda sering kali harus mencari tip bagus lebih lama di mesin pencari konvensional, Anda dapat melihat video dan foto yang sesuai langsung di Instagram atau TikTok saat menggulir dengan santai.
Tidak perlu lebih dari mengetikkan kata “perjalanan” ke dalam bilah pencarian atau “menyukai” postingan terkait perjalanan. Kemudian, kota, negara, atau pemandangan yang sebelumnya tidak Anda sadari akan disarankan.
Foto dan video memberi kesan bahwa Anda sendiri sedang berada di lokasi. Acara terkini atau pameran seni juga disarankan.
Lebih dari sekedar inspirasi
Anda juga mendapat keuntungan karena opini orang lain ditampilkan di komentar dan video. Ini memberi Anda kesan lebih otentik tentang tempat wisata, restoran, atau akomodasi.
Pengguna lain juga dapat memberikan tips perjalanan yang mungkin tidak ditemukan di beberapa artikel Internet. Dengan cara ini, Anda dapat mengetahui apakah suatu tempat tidak layak untuk dihebohkan, dan Anda bahkan dapat menghemat kunjungan Anda.
Risiko pariwisata Instagram
Namun, hype Instagram juga membawa beberapa kesulitan. Ribuan orang melihat “tips orang dalam” di Internet, dan orang-orang tiba-tiba membanjiri banyak tempat yang menjadi terkenal melalui media sosial.
Konsekuensi yang parah bagi alam dan penduduk setempat
Wisatawan Instagram menginjak-injak alam, mengganggu spesies hewan langka di lingkungannya, dan merusak aset budaya.
Selain itu, banyak wisatawan bahkan rela dengan sengaja menempatkan diri dalam bahaya demi mendapatkan foto yang sempurna.
Survei Bitkom yang telah dikutip juga mempertanyakan kesediaan mengambil risiko demi mendapatkan foto yang bagus. Berdasarkan survei tersebut, sekitar 22% responden mengabaikan hambatan atau rambu, dan 14% sengaja menempatkan diri mereka dalam bahaya.
Hal yang tak kalah pentingnya, wisata Instagram juga memiliki dampak buruk bagi masyarakatnya. Mereka harus menerima kenaikan biaya dan kekurangan perumahan karena banyaknya akomodasi wisata. Inilah salah satu alasan mengapa selalu ada kampanye untuk mengekang pariwisata massal di Dubrovnik, Venesia, atau Amsterdam.
Dari ilusi hingga kekecewaan
Selain berdampak pada destinasi liburan, postingan perjalanan di media sosial juga bisa menyesatkan dan merusak perjalanan. Jarang sekali melihat betapa ramainya tempat wisata ini di media sosial.
Influencer menggunakan trik, mengambil foto saat matahari terbit atau memilih sudut di mana Anda tidak dapat melihat orang lain. Salah satu contohnya adalah “Gerbang Surga” di Bali. Di Instagram, banyak sekali foto pengguna yang berpose di antara dua menara. Di belakangnya ada Gunung Agung yang pantulannya tampak seperti telaga. Tapi itu hanya genangan air dan cermin.
Selain itu, gambar di Instagram dan platform lainnya juga sering diedit. Hal ini dapat menyebabkan gambar terdistorsi, karena tempat-tempat di foto terlihat lebih berwarna dan jelas dibandingkan kenyataannya.
Dengan cara yang sama, orang lain atau sampah diperbaiki. Anda mungkin mengharapkan tempat yang indah di Instagram dan kemudian kecewa.
Sangat mudah untuk menyebarkan informasi palsu di media sosial. Beberapa orang hanya mengandalkan data dari Instagram atau TikTok untuk penelitiannya.
Masuk akal untuk memeriksa informasi tentang tempat sebelum keberangkatan. Orang sering memposting video situs dan menyampaikan informasi palsu. Misalnya, Anda bisa melihat lokasi yang berbeda dengan yang tertulis di caption atau komentar.
Orang-orang yang pernah ke sana atau pernah melakukan penelitian dapat mengungkap informasi yang salah. Sebaliknya, yang lain mempercayai informasi tersebut dan melakukan perjalanan ke tempat yang salah.
Pemahaman tentang pariwisata Instagram
Manfaat media sosial sebagai inspirasi perjalanan memang tidak diragukan lagi. Platform seperti Instagram dan TikTok menawarkan cara mudah untuk menjelajahi destinasi baru dan mengumpulkan kesan visual dunia. Namun, tren pariwisata Instagram memiliki tantangan tersendiri.
Popularitas media sosial menyebabkan pariwisata massal, kerusakan ekosistem, dan beban bagi warga. Foto yang diedit atau penyebaran informasi yang salah dapat memutarbalikkan kenyataan dan berujung pada kekecewaan dalam perjalanan.
Meskipun wisata Instagram sangat menarik, penting juga untuk memiliki pemahaman yang seimbang mengenai pro dan kontra.
Secara umum, wisatawan sebaiknya menghindari terlalu fokus pada foto yang sempurna dan sebaliknya menikmati kesan perjalanannya.
Tekanan sosial sering kali muncul untuk menyajikan perjalanan terbaik, dan Anda harus ingat untuk hidup pada saat ini. Ada baiknya melakukan “detoksifikasi sosial” saat liburan dan mengesampingkan ponsel Anda selama beberapa jam.
Dan terkadang menyenangkan untuk menjelajahi area tersebut sendirian. Anda mungkin menemukan “tips orang dalam” yang sebenarnya tanpa menggunakan media sosial.