DAERAH

Api Padam, Kawasan Wisata Bromo Ditutup

MALANG, bisniswisata.co.id: Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BTS) menyatakan ada sebanyak 263 titik api yang membakar kawasan Gunung Bromo, Jawa Timur sejak Sabtu (1/9) hingga Senin (3/9) petang. Selasa (4/9) kondisi si Jago Merah sudah mulai bisa diatasi. Meski demikian, kawasan wisata Bromo yang melalui jalur Kota Malang ditutup bagi wisatawan.

“Memang untuk sementara, kawasan wisata Bromo ditutup bagi wisatawan. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan bersama,” papar Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB-TNBTS) John Kenedie saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (4/9/2018).

Dijelaskan, banyaknya titik api di Gunung Bromo karena api menyebar dengan cepat oleh hembusan angin yang kencang, sekaligus rum[put kering yang tersebar diwilayah itu mudah sekali terbakar. “Berdasarkan laporan terakhir, dari total sebanyak 263 titik api tersebut, saat ini tinggal tiga titik api yang harus dikendalikan,” tegasnya.

Upaya pemadaman juga terbantu oleh rendahnya suhu dingin malam hari di kawasan Gunung Bromo. “Kami berupaya memadamkan tiga titik api tersisa. Luasan lahan yang terbakar mencapai 65 hektar, dan paling luas terjadi di area sabana yang mencapai 30 hektare, juga bukit Teletubis, juga Gunung Watangan” ungkapnya.

John tidak bisa memastikan memastikan apakah kebakaran tersebut akibat kesengajaan atau tidak. Dia menyerahkan penyelidikan sepenuhnya kepada Kepolisian Resor Kota Malang.

Destinasi wisata Bromo memiliki ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut, ada tiga jalur yang bisa dilalui menuju Gunung Bromo, yakni Kabupaten Probolinggo (Desa Ngadas), Kecamatan Sukapura, dari arah Pasuruan (Desa Wonokitri), Kecamatan Tosari. Dan kini yang ditutup sementara adalah dari arah Lumajang dan Malang melalui Blok Jemplang.

Seorang wisatawan nusantara, Desty Rama Rumondang (25) mengatakan, 2 hari sebelum kebakaran terjadi, rerumputan di sekitar bukit yang biasanya tampak hijau itu sudah mengering. “Cuaca panas dan anginnya kering,” ujar Desty seperti dilansir laman Tempo.co, Selasa.

Kepala Seksi Promosi Dinas Pariwisata Kabupaten Lumajang Yuli Annisa mengatakan sebenarnya ada musim-musim terbaik yang bisa diacu wisatawan untuk menyambangi kawasan TNBTS, khususnya Bromo dan Semeru.

Yuli, dalam pesan pendeknya, berujar, musim kunjung terbaik untuk menyaksikan wilayah TNBTS yang sedang hijau segar adalah pada April hingga Mei. Pada bulan tersebut, biasanya tanaman, seperti rumput dan pepohonan, tumbuh subur.

Saat itu, hujan masih bakal terjadi sesekali, namun tidak mengganggu aktivitas kunjungan. Hujan justru membuat rerumputan yang terkena debu tersapu air. “Makanya penampakan pemandangannya sedang bagus-bagusnya saat bulan tersebut,” kata Yuli.

Musim kering akan terjadi pada Juli hingga Agustus. Cuaca relatif panas dan angin terasa kering. Rerumputan dan pepohonann di sekitar kawasan TNBTS biasanya meranggas. Beberapa bulan setelahnya, tepatnya pada pertengahan Oktober, wilayah TNBTS akan mengalami musim basah atau mulai terjadi peningkatan curah hujan. Saat itu, kawasan sabana Gunung Bromo dan jalur trekking Gunung Semeru akan becek dan cenderung berlumpur.

“Ada juga waktu kawasan taman nasional ditutup, khususnya untuk jalur pendakian Gunung Semeru,” ujar Yuli. Jalur pendakian biasanya ditutup untuk pemulihan ekosistem pada awal tahun. Penutupan rata-rata berlangsung selama 3 bulan. (EP)

Endy Poerwanto