BALI, bisniswisata.co.id: PERAYAAN Galungan di Bali saat ini. Beruntung lah wisatawan yang sedang berlibur dalam 10 hari ke depan, pasalnya usai Galungan umat Hindu menutup rangkaiannya dengan penyelenggaraan upacara Kuningan. Eksplore lah keunikan tradisi Hindu dengan banyak bertanya kepada pelaku- pelakunya. Bali dikenali pariwisata dari keunikan tradisi beribadahnya, spirit yang memberi “taksu” pada pulau Bali dengan segala isinya.
Ingin mengujinya? Mintalah pemilik hotel, restoran membangun fasilitasnya di tempat lain di luar Bali dan coba Anda berlibur di sana, Anda akan merasakan bedanya. Meski pun fasilitas tersebut “mencontek” Bali habis- habisan.
Karena pariwisata bukan “keseragaman”, tetapi keberagaman yang harmonis, berwarna- warni dengan kekhasannya masing- masing. Kuncinya adalah respek pada nilai- nilai kelokalan, bukan mengintrodusir nilai pada komunitas tujuan wisata. Dan Nusantara itu kaya raya dengan saujana tak ternilai.
Sepanjang ritme tersebut, sejumlah pura menyelenggarakan upacara khusus, seperti pelaksanaan Puncak Karya Pengurip Gumi di Pura Luhur Batukau, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, pada Umanis Galungan – sehari setelah Hari Raya Galungan/Kamis, 20/2). Dalam upacara seperti ini, umat berlomba- lomba menunjukkan rasa terimakasihnya atas karunia, berkat yang dilimpahkan Hyang Widhi, Tuhan Yang Esa dalam kehidupannya.
Upacapan syukur berupa doa, “sesajen”, tenaga dan waktu yang diluangkan untuk ikut serta mempersiapkan upacara tersebut. Ada juga dengan menghaturkan keahliannya sebagai ungkapan terimakasih. Seperti bergabung dengan “sekehe” (kelompok) “penabuh gamelan, mekidung” (menyanyi melantunkan ayat- ayat suci Wedha), menari tarian sakral khusus untuk upacara tersebut. Atau membantu mempersiapkan konsumsi sepanjang rangkaian upacara berlangsung.
Topeng Sidakarya
Pada Umanis Galungan 2020, Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, arsitek yang piawai menari ini, juga berbagi rasa syukur dengan “mesolah”/menari topeng Sidakarya. Tarian yang berkaitan erat dengan pelaksanaan Dewa Yadnya, sebagai simbol “sidanya karya (puput lan mapikolih)”, dilancarkan dan diberkatiNya upacara tersebut.
Topeng Sidhakarya ditampilkan melengkapi rangkaian upakara “Nyenuk”, tiga hari setelah puncak acara. Upacara “Nyenuk”, dimaknai sebagai simbol kehadiran para Dewa yang berstana di pura tersebut dengan segala berkat sehingga upacara berjalan lancar.Pementasan Topeng Sidhakarya, tari sakral (Wali dan Bebali), dengan maksud mengusir “bhutakala” agar tidak mengganggu pelaksanaan “yadnya” atau “nyomya bhutakala”, agar dapat membantu pelaksanaan” yadnya” dari” bhuta, kasupat” menjadi dewa.
Wagub yang akrab disapa Cok Ace, juga berharap generasi muda iklas mempelajari dan melestarikan seni budaya terkait ibadah. “ Upaya menjaga keseimbangan nyata secara “skala” dan juga” niskala”,” tegas Cok Ace.
Menurut ajaran sastra agama Hindu, Panca Yadnya yang wajib dilaksanakan, yakni : Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya. Dilatarbelakangi oleh unsur keyakinan adanya tiga hutang, Tri Rna yang wajib “dilunasi” yaitu : Dewa Rna, Resi Rna dan Pitra Rna.
Unik dan membangkitkan rasa penasaran bukan? Nuansa spiritual dan peluang mengeksplore keunikan itulah yang menjadi nilai unggulan kepariwisataan di Bali. Bagi wisatawan asing terutama penggiat spiritual, berlibur di Bali adalah ruang “mengisi” rohani.
Oh ya, jangan lupa etika ya, jika berwisata ke ruang ibadah/pura umat Hindu. Lengkapi diri dengan kain panjang dan selendang alias “senteng” yang dililitkan di pinggang dengan bloues atasan yang sopan.