Tingkat Hunian Hotel di Yogya Gagal Capai Target, Kenapa?

YOGYAKARTA, bisniswisata.co.id: Yogyakarta sebagai destinasi wisata tentu ramai dengan bisnis penginapan seperti hotel, dan homestay. Bisnis tersebut diperlukan untuk mengakomodasi para wisatawan baik nusantara maupun mancanegara yang berwisata di Yogyakarta. Kenyataannya, tingkat hunian hotel di Kota Gudeg ini gagal mencapai target pada tahun 2019.

“Tingkat hunian kami rata-rata baru mencapai 65 persen. Ini jauh dari target kita yaitu sekitar 80 persen. Masih sisa kurang 15 persen,” papar Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Yogyakarta, Deddy Pranowo

Dilanjutkan, ada tiga penyebab yang membuat hotel- hotel di Yogyakarta sulit untuk mengalami peningkatan, seperti manajemen hotel virtual, harga tiket pesawat dan aksesibilitas bandara.

Penyebab pertama, Manajemen hotel virtual, misalnya, dianggap begitu meresahkan industri hotel yang sudah berizin. Hotel virtual merupakan sebuah penginapan yang dikelola virtual hotel operator yang pemesanannya dapat dilakukan secara online dan offline.

Sementara virtual hotel operator adalah platform online yang bekerjasama dengan penginapan sekaligus menghubungkan properti mereka dengan konsumen. “Dengan adanya manajemen virtual seperti kos-kosan bisa harian, rumah, itu kan belum tentu mempunyai izin usaha,” ujar Deddy seperti dilansir laman Kompas, Kamis (30/01/2020).

“Kedua, belum tentu mereka punya standar pelayanan, sertifikasi usaha jasa. Ini penting dan harus ada, karena berkaitan dengan standar mutu pelayanan. Jangan sampai itu membuat kecewa wisatawan,” lanjutnya.

Jika maraknya kos-kosan, rumah, yang beralih fungsi menjadi hotel tak berizin tersebut tetap dilakukan tanpa aturan, menurut Deddy, ujungnya dapat merugikan destinasi wisata.

Namun, Deddy tidak menolak adanya manajemen virtual hotel karena merupakan tuntutan zaman. “Yang kita tolak adalah propertinya karena tidak sesuai dengan peruntukannya, tidak sesuai dengan izinnya. Itu akan berdampak pada kami yang sudah berizin lengkap, bersertifikasi dan SDM-nya berkompeten,” tambahnya.

Deddy juga Ketua PHRI Yogyakarta tetap akan membimbing hotel virtual untuk membuat izin usaha terlebih dulu sebelummelanjutkan bisnis penginapannya.

Penyebab kedua,
tiket pesawat yang tidak terjangkau. Deddy mengatakan, tingginya harga tiket pesawat memiliki pengaruh terhadap tingkat hunian hotel di Yogyakarta yang tak mengalami kenaikan. “Tiket pesawat ini juga cukup mahal, bagaimana bisa meningkatkan hunian jika tidak ada wisatawan, karena harga tiket pesawat yang masih seperti itu,” ujarnya.

Penyebab Ketiga, aksesibilitas wisatawan mancanegara yang tidak bisa direct flight langsung ke Yogyakarta. Pasalnya, selama ini penerbangan internasional ke Yogyakarta masih harus melalui Bali. Namun ia berharap pada bandara baru yaitu Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo untuk kembali mendongkrak tingkat hunian hotel.

“Dengan adanya bandara baru yaitu Bandara Internasional Yogyakarta, saya berharap banyak airlines atau travel agent dari asing yang ingin direct flight langsung ke Yogyakarta, dan ini harus kita raih. “Karena wisatawan saya rasa juga sudah jenuh dengan Bali, Batam, Jakarta dan ini harus kita raih,” lanjutnya. (*)

Endy Poerwanto