JAKARTA, bisniswisata.co.id: Wastra khas nusantara memiliki ciri khas yang eksotis dan dramatis. Nggak bisa dipungkiri Indonesia memiliki keanekaragaman wastra dari penjuru Nusantara, mulai dari kain batik, songket, tenun, gringsing, tapis hingga kain ulos.
Wastra itu, kain tradisional Indonesia yang memiliki makna dan simbol tersendiri dengan matra tradisional setempat yang mengacu kepada dimensi seperti warna, ukuran panjang atau lebar. Dengan demikian arti wastra adalah bukan sekedar kain biasa, namun kain yang sarat makna, yang dibuat melalui proses pembuatan yang sangat teliti dan proses panjang.
Kini, desainer muda punya tanggung jawab membawa kain-kain tembus ke dunia internasional. Di tangan mereka, sentuhan wastra berhasil diolah dalam bentuk dan rupa desain pakaian yang baru, modern, bahkan semakin ngetrend. Dengan sebuah harapan kain wastra nusantara lebih dikenal sekaligus mendongkrak pemakaian kain wastra nusantara menuju mancanegara.
“Salah satunya yang sudah banyak dibawa ke internasional itu adalah koleksi-koleksinya Biyan Wanaatmaja ya. Selain itu, ada koleksinya desainer Itang Yunasz, yang terakhir banyak mengambil inspirasi dari tenun,” lontar pengamat fesyen Harry Gunawan.
Dari segi desain, seperti dilansir laman Bisnis.com, Sabtu (21/04/2018), ada beberapa modifikasi yang bisa dilakukan untuk membuat wastra lebih familiar dan disukai pasar internasional. Contohnya dengan mengurangi penggunaan warna dan memperbesar motif corak wastra tersebut.
“Kalau di tangan orang bule dan para perancang yang sudah biasa beradaptasi dengan selera internasional, corak dan warna-warna yang ada dibuat jadi lebih simple, jadi tidak terlau banyak warna, mungkin hanya 3-4 warna. Kadang hanya hitam putih, atau hitam biru,” katanya.
Namun, menurutnya tidak cukup apa bila tugas mengangkat citra wastra ke dunia internasional hanya diemban oleh para desainer Indonesia. Pemerintah dan pelaku industri tekstil secara luas juga harus berperan aktif dalam hal ini.
Para pelaku industri tekstil tidak hanya menunggu permintaan yang datang dari para desainer untuk mengangkat kain yang mereka buat. Pemerintah, harus menjadi penghubung di antara kedua industri ini. “Kalau di luar negeri kan seperti itu, sebelum ada pameran fesyen itu ada pameran tekstil terlebih dulu. Setelah itu, mereka bertemu dan menemukan desain-desain baru yang kolaboratif,” ungkapnya.
Lebih penting menurutnya adalah bagaimana peranan teknologi dapat diterapkan secara tepat untuk membantu industri ini. Kain wastra harus dicarikan teknologi yang membuatnya bisa diproduksi dengan lebih mudah.
“Harus ada teknologi dan sebagainya di sana. Dikawinkanlah antara industri fesyen ini dengan industri tekstil. Bantu dipikirkanlah, bagaimana pembuatannya lebih mudah dan bisa berkesinambungan dengan teknologi,” ujarnya. (NDIK)