Wisatawan Muslim menyukai pantai -pantai yang indah di Indonesia ( foto: Indonesia Tourist News)
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Reaksi keras dan penolakan Menteri Pariwisata Arief Yahya dan Gubernur Bali I Wayan Koster untuk menjadikan Bali tujuan wisata halal yang dilontarkan Cawapres Sandi Uno disebabkan pemahaman yang berbeda mengenai pengembangan wisata halal.
“Wisata halal itu esensi nya pelayanan bagi yang membutuhkan. Yang butuh makanan halal, hotel halal, restoran halal semua tersedia. Jadi bukan zonasi, tapi pelayanannya,” kata Sapta Nirwandar, Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center ( IHLC), hari ini.
Pemerintah Indonesia mulai fokus pada pengembangan wisata halal pada 2012. Dalam satu FGD high level dua tahun lalu yang digelar oleh Ikatan Ahli Ekonomi Islam ( IAEI), dihadiri oleh Wapres KH Maruf Amin yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia ( MUI) dan juga Menteri Bappenas, Bambang Brojonegoro mengatakan hal senada.
“Bicara wisata halal yang diharapkan bukan destinasi atau tempat tujuan wisatanya, melainkan pelayanannya karena itu perlu ada hotel syariah, restoran syariah, spa syariah,” kata Sapta Nirwandar mengutip kenyataan KH Ma’ruf Amin dalam FGD Halal.
Bahkan KH Ma’ruf Amin yang kini menjadi Cawapres Jokowi mengatakan rumah sakitpun perlu sertivikasi Syariah.MUI saat itu sedang memproses sertifikasi Syariah 300 rumah Rumah Sakit di Indonesia.
Trend wisata halal, konsumsi makanan halal bukan hanya dilakukan oleh umat Islam, tapi juga umat dari agama lain karena halal identik dengan makanan sehat. misalnya. Di dalam Alquran, Allah memerintahkan Muslim untuk melakukan kebaikan dari setiap detik hidupnya termasuk untuk mengkonsumsi makanan halal yang baik bagi kesehatan tubuhnya.
“Bangkok, Thailand juga tidak pernah mempromosikan sebagai wisata halal, tapi memberikan pelayanan halal bagi wisatawannya. Bahkan Pattaya yang terkenal wisatawan aduhaynya menyediakan fasilitas hotel halal dan restoran halal sebagai choices ( pilihan). Bali punya banyak restoran Padang, itu juga bagus karena menjadi pilihan pelayanan bagi umat Muslim yang tidak makan babi,”
Wisata halal menitikberatkan pelayanan sehingga apa yang sudah dikembangkan pariwisata Bali sebagai pelestarian budaya dan pengembangan ekonomi tidak akan terganggu dengan menambahkan pelayanan halal apalagi Bali juga menjadi tujuan wisatawan Timur Tengah.
Jadi jelas pengembangan wisata halal bukan berdasarkan zonasi, misalnya Lombok dan Sumatra Barat saja yang ditetapkan sebagai tujuan wisata halal, destinasi lain seperti Bali juga bisa menyediakan layanan wisata halal. Jika berdasarkan zonasi akan mempersempit pengembangan pariwisata di suatu daerah yang disana juga terdapat potensi wisata konvensional.
Wakil Menteri Pariwisata di Kabinet Gotong Royong lalu era Presiden SBY ini menjelaskan bahwa yang harus ditingkatkan dan kembangkan justru pelayanannya ( service) sesuai dengan aturan syariah Islam dalam industri halal. “Jadi Bali, misalnya yang menjadi destinasi nomor satu di Indonesia juga bisa dikembangkan wisata halalnya.
Tanggapan berlebihan muncul karena pemahaman yang berbeda.Jadi persepsinya tidak perlu dibesarkan apalagi dianggap menakutkan terutama bila terkait penggunaan nama halal maka seolah semua tempat wisata dan hiburan harus bernafaskan Islam,”
Wisata halal atau syariah pengertiannya adalah jalan yang telah ditetapkan Tuhan bagi manusia atau dalam arti jalan
yang jelas yang ditunjukkan Tuhan kepada manusia, untuk kebaikan umat manusia dari agama apapun.
Wisatawan Muslim dewasa ini tumbuh dengan pesat, seiring dengan pertumbuhan ekonomi negara Islam yang mempunyai penduduk Muslim yang besar. Negara-negara ini tergabung dalam Organisation of Islamic Cooperation (OIC) yang terdiri atas 57 negara sebagian di Afrika dan Asia atau bisa ditambah juga dengan negara non-OIC.
“ Data Global Islamic Economy, dari jumlah 1,8 miliar Muslim global diperkirakan pengeluarannya terhadap produk halal sebesar Rp2,1 triliun dan akan terus bertambah sekitar compound annual growth rate (CAGR) atau rasio pertumbuhan rata-rata gabungan 5% – 6% per tahun,” kata Sapta
Dapat diperkirakan spending kaum Muslim global akan mencapai triliunan dolar Amerika. Tentu pertumbuhan ekonomi Muslim global ini akan sangat memengaruhi pertumbuhan kebutuhan Ttraveling sebagai gaya hidup.
Menurut Sapta Nirwandar, salah satu keberhasilan pariwisata dapat kita lihat dengan menjaring pendapatan yang besar dari lamanya tinggal dan ditunjang dengan kebutuhan wisatawan mancanegara (wisman), kebutuhan selama di tempat wisata seperti restoran halal, tempat ibadah, hotel, transportasi, dan lainnya.
Seperti penduduk muslim yang bermukim di Prancis (sekitar 6 juta), Inggris, Rusia, dan China, bahkan negara yang relatif kecil penduduk Muslimnya seperti Jepang, Korea, Taiwan, Thailand menyediakan fasilitas hotel, restoran halal, dan tempat ibadah.
Saat ini fasilitas Muslim friendly beach juga sangat populer di kalangan turis yang datang dari Middle East and North Africa (MENA), terutama turis papan atas, di samping wisata yang seperti cultural & historical, religion site dan shopping arcade seperti yang dimiliki Bali.
Berdasarkan data laporan Global Islamic economy Summit, halal travelling spending -nya tercatat turn over USD184 miliar pada 2017, terutama dari negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC) yang jumlahnya relatif sedikit, tetapi mempunyai rata-rata pengeluaran sampai USD5.000 per visit .
Sebab itu, negara seperti Arab Saudi yang dimuat dalam Visit Saudi Arabia 2030-2040 menempatkan pariwisata sebagai major drivers economic growth Mereka tidak bisa menempatkan ekonominya pada produksi minyak.
Arab Saudi juga tidak ingin tergantung dari wisatawan yang pasarnya sudah captive seperti haji dan umrah saja, tapi juga berinvestasi dalam infrastruktur, high-speed railway yang melintasi Mekkah ke Madinah dan digitalisasi business services .
Global Islamic Economy Ekonomi berbasis nilai Islam dewasa ini telah menjadi tren global dan bisnis, bila kita melihat market share pada 2017 berdasarkan laporan Global Islamic Economy Summit telah mencapai USD2,101 triliun dan diperkirakan akan mencapai USD3,007 triliun pada 2023.
Islamic economy meliputi sektor halal food US$1,303 triliun, halal travel US$177 triliun, modest fashion US$270 triliun, halal media & recreation US$209 triliun, halal pharmaceutical US$87 triliun dan halal cosmetic US$61 triliun.